Penjara 20 Tahun-Denda Rp 100 M
Detik.com Jenis Media: Ekonomi
Temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal adanya ekspor nikel ilegal ke China terus didalami pemerintah. Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan sudah memegang barang bukti tindak penyelundupan nikel ke China di tengah pelarangan ekspor yang diberlakukan sejak 2021.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto menyatakan praktik ekspor nikel ilegal ini bisa masuk ke ranah pidana. Hal itu tertuang dalam UU Kepabeanan. Sanksi yang menanti bagi para pelaku pun, menurut Nirwala sudah ada di dalam UU Kepabeanan.
"Dari ketentuan bea cukai sendiri di Undang-undang Kepabeanan No 10 jelas di pasal 102 itu mengenai pemberitahuan ekspor yang tidak diberitahukan, impor maupun ekspor, dan tidak melalui jalur-jalur yang ditentukan itu jelas penyelundupan. Dan pasal 103 pemberitahuan dengan tidak benar," papar Nirwala dikutip dari CNBC Indonesia.
"Nanti kan penelitian lebih lanjut kan akan ketahuan mau yang 102 maupun 103, itu tindak pidana," ujar dia.
Dalam UU Kepabeanan nomor 10 tahun 1995 yang diubah lewat UU nomor 17 tahun 2006 dijelaskan hukuman maksimal bagi pelaku ekspor ilegal adalah kurungan 20 tahun dan denda maksimal Rp 100 miliar.
Sanksi penyelundupan barang ekspor diatur dalam pasal 102 dan pasal 103. Dalam pasal 102 A, pidana yang bisa diberikan karena melakukan penyelundupan di bidang ekspor adalah penjara 1-10 tahun dan denda Rp 50 juta - Rp 50 miliar.
Pidana ini dapat diberikan pada 5 kategori pelanggaran, pertama bagi setiap orang yang mengekspor barang tanpa menyerahkan pemberitahuan pabean. Kedua, setiap orang yang dengan sengaja memberitahukan jenis dan atau jumlah barang ekspor dalam pemberitahuan pabean secara salah yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara di bidang ekspor.
Ketiga, setiap orang yang memuat barang ekspor di luar kawasan pabean tanpa izin kepala kantor pabeanan. Keempat, membongkar barang ekspor di dalam daerah pabean tanpa izin kepala kantor pabean. Kelima, mengangkut barang ekspor tanpa dilindungi dengan dokumen yang sah sesuai dengan pemberitahuan pabean.
Kemudian, di pasal 102 B disebutkan pelanggaran yang dilakukan apabila mengakibatkan terganggunya sendi-sendi perekonomian negara dapat dipidana dengan pidana penjara 5-20 tahun dan pidana denda Rp 5 - Rp 100 miliar.
Kemudian, dalam pasal 102 C disebutkan apabila pelanggaran dilakukan oleh pejabat dan aparat penegak hukum, maka pidana yang dijatuhkan dengan pidana ditambah 1/3 kali.
Lalu, pada pasal 102 D disebutkan bagi setiap orang yang mengangkut barang tertentu yang tidak sampai ke kantor pabean tujuan dan tidak dapat membuktikan hal tersebut di luar kemampuannya dapat dipidana penjara 1-5 tahun dengan denda mulai Rp 10 juta hingga Rp 1 miliar.
Sementara itu, ketentuan sanksi juga terdapat pada pasal 103. Dalam pasal tersebut dijelaskan ada empat pelanggaran yang bisa terkena sanksi. Pertama, menyerahkan pemberitahuan pabean dan atau dokumen pelengkap pabean yang palsu atau dipalsukan. Kedua, membuat, menyetujui, atau turut serta dalam pemalsuan data ke dalam buku atau catatan.
Ketiga, memberikan keterangan lisan atau tertulis yang tidak benar, yang digunakan untuk pemenuhan kewajiban pabean. Keempat, menimbun, menyimpan, memiliki, membeli, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang impor yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak pidana. Empat pelanggaran itu dapat dipidana penjara 2-8 tahun dengan denda mulai Rp 100 juta hingga Rp 5 miliar.
Kemudian ada dua poin tambahan pada pasal 103 A, pertama bagi setiap orang yang secara tidak sah mengakses sistem elektronik yang berkaitan dengan pelayanan dan pengawasan di bidang kepabeanan dapat dipidana penjara 1-5 tahun. Pelanggaran juga bisa terkena pidana denda Rp 50 juta hingga Rp 1 miliar.
Poin kedua, pada perbuatan yang dimaksud pada poin sebelumnya mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara dapat dipidana penjara 2-10 tahun dan atau denda sebesar Rp 1-5 miliar.
(hal/kil)Sentimen: negatif (100%)