Sentimen
Negatif (92%)
29 Jun 2023 : 17.52
Informasi Tambahan

Event: Idul Adha 1441 Hijriah

Grup Musik: APRIL

Kasus: covid-19

Tokoh Terkait

Ini 10 Saham Terboncos di Semester I-2023, Ada Punyamu?

29 Jun 2023 : 17.52 Views 5

CNBCindonesia.com CNBCindonesia.com Jenis Media: Ekonomi

Ini 10 Saham Terboncos di Semester I-2023, Ada Punyamu?

Jakarta, CNBC Indonesia - Periode semester pertama 2023 tinggal sedikit lagi berakhir dan mulai memasuki periode semester kedua 2023. Sejatinya, perdagangan pasar saham di semester I-2023 berakhir pada Jumat (30/6/2023) besok.

Namun untuk perdagangan pasar saham di semester I-2023 sudah berakhir sejak Selasa pekan ini karena adanya libur panjang dalam rangka Idul Adha 1444 H.

Bisa dikatakan bahwa perdagangan pasar saham RI di semester I-2023 cukup menantang, karena masih dilanda ketidakpastian terkait kondisi global, meski situasi juga sudah cukup membaik seperti perubahan Covid-19 dari pandemi menjadi endemi.

-

-

Sepanjang semester I-2023, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau kurang memuaskan, di mana IHSG ambles 2,09%. Hal ini karena IHSG tampak berada di dalam tren sideways. Pergerakannya terbatas di 6.500-6950 saja.

Di tengah kinerja IHSG yang kurang menggembirakan di semester I-2023, ada beberapa saham yang mencatatkan koreksi harga cukup besar hingga 80%. Mirisnya, saham-saham tersebut kebanyakan merupakan saham IPO periode akhir 2022 hingga awal 2023.

Berikut sepuluh saham yang terkoreksi paling parah sepanjang semester I-2023.

Diposisi pertama terdapat saham emiten konsumer produsen makanan ringan yakni PT Jaya Swarasa Agung Tbk (TAYS), yang ambruk 89,1% sepanjang semester I-2023. Pada perdagangan terakhir semester I-2023, saham ditutup ambles 4,82% ke posisi Rp 79/saham.

Berikutnya ada saham emiten properti yakni PT Wulandari Bangun Laksana Tbk (BSBK) yang anjlok 80,62% sepanjang semester I-2023. Saham BSBK pun menjadi saham 'tidur', alias saham yang mendekam di level Rp 50 per saham atau level gocap sejak awal Maret lalu.

Secara garis besar kondisi IHSG dipengaruhi oleh faktor eksternal yakni ketidakpastian ekonomi global.

Mulai dari kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) yang masih hawkish hingga kondisi ekonomi negara-negara yang memiliki hubungan dagang dengan Indonesia yang cenderung melemah seperti China.

Ketua The Fed, Jerome Powell mengatakan bahwa dia memperkirakan lebih banyak kenaikan suku bunga ke depan karena inflasi masih cukup tinggi dan juga masih cukup jauh dari target yang ditetapkan sebesar 2%.

Komentar tersebut muncul setelah kesimpulan dari pertemuan dua pekan lalu ketika The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya, setelah 10 kali kenaikan berturut-turut.

Namun, para pejabat The Fed mengindikasikan ada kemungkinan kenaikan dua kali lagi di akhir tahun ini.

Sementara itu, data ekonomi dari China terus mengecewakan. Sektor manufaktur mengalami kontraksi yang dalam, kemudian impor anjlok. Pun dengan pertumbuhan penjualan ritel dan produksi industri yang lebih rendah dari ekspektasi pasar.

Berdasarkan data Biro Statistik Nasional (NBS), Indeks manajer pembelian manufaktur (PMI) turun ke level terendah lima bulan di 48,8 tercatat turun dari 49,2 pada April. Angka PMI ini juga mematahkan perkiraan kenaikan menjadi 49,4.

Sektor manufaktur yang berkontraksi juga terlihat dari impor China dilaporkan anjlok 4,5% pada Mei. Bahkan, anjloknya impor sudah terjadi dalam tiga bulan beruntun impor.

Kondisi ini membuat China disebut perlu segera melakukan penyeimbangan perekonomian oleh Direktur Pelaksana Dana Moneter International (IMF), Kristalina Georgieva, dari pertumbuhan yang ditopang investasi berubah menjadi konsumsi.

Selain itu, anjloknya harga batu bara juga turut memberikan efek besar. Sebab sektor enrgi ambruk sepanjang 2023.

Harga batu bara dunia anjlok 68,35% sepanjang semester pertama 2023, membuat sektor energi di pasar saham Indonesia ambruk 23,76%.

Kondisi eksternal yang negatif tersebut menenggelamkan kabar positif dari ekonomi Indonesia yang sejauh ini cukup kokoh, kinerja keuangan emiten yang solid, serta bagi-bagi dividen jumbo.

CNBCINDONESIA RESEARCH

[email protected]


[-]

-

Gak Ada Obat! Saham-Saham Ini Melejit hingga Lebih dari 40%
(chd/chd)

Sentimen: negatif (92.8%)