Sentimen
Negatif (97%)
28 Jun 2023 : 06.00
Tokoh Terkait

5 Fakta Redenominasi Rupiah Rp 1.000 Jadi Rp 1

28 Jun 2023 : 06.00 Views 2

Liputan6.com Liputan6.com Jenis Media: Ekonomi

5 Fakta Redenominasi Rupiah Rp 1.000 Jadi Rp 1

Liputan6.com, Jakarta Gaung redenominasi rupiah kembali terdengar. Ini setelah Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengaku jika pihaknya  telah menyiapkan redenominasi rupiah mulai dari desain, tahapan, hingga operasional.

Namun dia menyebutkan sejatinya ada 3 faktor yang menyebabkan pelaksanaan redenominasi rupiah Rp 1.000 jadi Rp 1 belum dilakukan hingga kini.

“Redenominasi sudah kami siapkan dari dulu. Masalah desain,tahapannya, sudah kami siapkan semua secara operasional dan langkah-langkahnya,” ujar dia, pekan lalu.

Mengutip laman Ivestopedia, redenominasi adalah kalibrasi ulang mata uang suatu negara, yang biasanya dilakukan karena hiperinflasi dan devaluasi mata uang, dimana mata uang lama ditukar dengan yang baru dengan kurs tetap.

Inflasi yang signifikan menjadi salah satu alasan utama suatu negara untuk melakukan redenominasi mata uangnya, alasan lain termasuk desimalisasi atau bergabung dengan serikat mata uang.

Ketika suatu negara menghadapi hiperinflasi, redenominasi menjadi salah satu langkah yang diperlukan karena membutuhkan terlalu banyak catatan lama untuk memfasilitasi perdagangan.

Dalam redenominasi, uang kertas dan koin lama biasanya dikeluarkan dari peredaran dan mata uang baru dikeluarkan. Namun, mata uang lama terkadang kembali beredar dengan nilai tetap terhadap uang kertas baru.

Ketika redenominasi rupiah terjadi, nilai baru ditetapkan untuk uang kertas dan koin baru. Salah satu contoh adalah yang dilakukan Zimbabwe pada tahun 2006, ketika melakukan redenominasi mata uangnya dengan kurs 1.000 dolar Zimbabwe lama menjadi satu dolar Zimbabwe baru.

1. 3 Pertimbangan BI

Namun, ada tiga faktor yang mempengaruhi keputusan Bank Indonesia untuk menerapkan redenominasi rupiah tersebut.

Faktor pertama, Perry mengatakan, kondisi makroekonomi. Kini, kondisi makroekonomi Indonesia memang sudah membaik dan pulih, tetapi masih terdapat potensi dampak rambatan (spillover) dari ekonomi global yang masih diliputi ketidakpasstian.

Ketidakpastian ekonomi global kembali meningkat dengan kecenderungan risiko pertumbuhan yang melambat dan kebijakan suku bunga moneter di negara maju yang lebih tinggi.

Pertumbuhan ekonomi global diprediksi sekitar 2,7 persen pada 2023 dengan risiko perlambatan terutama di Amerika Serikat dan China.

Di Amerika Serikat, tekanan inflasi masih tinggi terutama karena pengetatan pasar tenaga kerja, di tengah kondisi ekonomi yang cukup baik dan tekanan stabilitas sistem keuangan yang mereda sehingga mendorong kemungkinan kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS (the Fed) ked pean.

Kebijakan moneter juga masih ketat di Eropa, sedangkan di Jepang masih longgar. Sedangkan di China, pertumbuhan ekonomi juga tidak sekuat prediksi di tengah inflasi yang rendah sehingga mendorong pelonggaran kebijakan moneter.

Faktor kedua, kondisi moneter dan stabilitas sistem keuangan. Di Indonesia, kondisi moneter dan stabilitas sistem keuangan sudah stabil, tetapi Indonesia masih dibayangi ketidakpastian global.

Faktor ketiga, kondisi sosial dan politik di mana untuk melakukan redenominasi diperlukan kondisi sosial dna politik yang kondusif mendukung, positif serta kuat. “Untuk kondisi sosial dan politik ini pemerintah yang lebih mengetahui,” tutur dia.

Simak fakta lain redenominasi rupiah Rp 1.000 jadi Rp 1 di bawah ini

Sentimen: negatif (97.7%)