Sentimen
Negatif (96%)
27 Jun 2023 : 15.09
Informasi Tambahan

Brand/Merek: Daihatsu, Toyota, Nissan, Isuzu

Kab/Kota: New York

Tokoh Terkait

Malari & Ide Gila Om William Bikin Astra Jadi Raja Otomotif

27 Jun 2023 : 15.09 Views 3

CNBCindonesia.com CNBCindonesia.com Jenis Media: Ekonomi

Malari & Ide Gila Om William Bikin Astra Jadi Raja Otomotif

Jakarta, CNBC Indonesia - Menara Astra di bilangan Jalan Sudirman, Jakarta seakan menjadi bukti kokohnya konglomerasi yang dimulai oleh William Soerjadjaja. Namun ternyata jauh sebelum salah satu gedung tertinggi di Ibu Kota itu berdiri, ada periode kelam yang menimpa perusahaan otomotif terbesar di Indonesia tersebut pada 1970-an.

Hari itu, Rabu 15 Januari 1974, kondisi Jakarta berbeda dari biasanya. Ribuan orang yang terdiri dari mahasiswa dan pelajar turun ke jalan menyambut Perdana Menteri Jepang, Kakuei Tanaka. Sayangnya, mereka bukan menyambut PM Jepang dengan suka cita, melainkan lewat emosi dan amarah. Hal ini terjadi lantaran para demonstran menganggap Jepang dan Tanaka adalah simbol imperialisme ekonomi gaya baru.

Jepang, yang saat itu menjadi salah satu mitra bisnis dan investor terbesar di Indonesia dianggap bencana bagi para demonstran. Dengan hadirnya Tanaka ke Indonesia, maka produk-produk Jepang dikhawatirkan akan masif tersebar di Tanah Air. Pada titik inilah, mereka menganggap itu menjadi masalah karena dapat mengganggu perkembangan usaha lokal. 

-

-

Akibatnya, tulis jurnalis New York Times Richard Halloran, saat Tanaka datang mereka menyalurkan emosi dengan menyasar perusahaan yang bekerjasama dengan Jepang, termasuk juga produk-produknya. Apapun yang buatan Jepang, massa akan merusak bahkan membakarnya.

Dan, salah satu target massa adalah Astra International yang didirikan William Soeryadjaja atau akrab disapa Om William. 

Ricardi S. Adnan dalam The Shifting Patronage (2010) menyebut, Astra kala itu menjadi perpanjangan tangan Jepang di sektor otomotif. Sejak Februari 1969, perpanjangan ini pertama kali dilihat dari kerjasama Astra dengan Toyota. 

Lalu, kerjasama perusahaan yang berdiri pada 1957 ini merembet menjadi distributor motor, mobil, dan truk buatan Jepang di Indonesia.

Beberapa merek ternama seperti Toyota, Daihatsu, Isuzu, dan Nissan perdagangannya dikuasai Astra. Bahkan, 30 tahun setelah berdiri, Astra sukses menguasai separuh pangsa pasar otomotif di Indonesia.

Atas dasar inilah, Astra yang sangat dekat dengan Jepang menjadi pusat kemarahan anti-modal asing dan anti-Jepang oleh para demonstran.

Seingat William Soeryadjaja dalam Man of Honor (2012), kantor dan dealer Astra hangus dirusak, bahkan beberapa di antaranya dibakar massa. Mobil-mobil baru yang belum terjual pun jadi korban amukan massa. 

Tidak hanya itu, mobil dan motor jalanan juga menjadi sasaran amukan massa. Para demonstran merusak dan membakar kendaraan bermotor keluaran Grup Astra yang ditemui di jalanan. 

Beruntung, tak ada korban jiwa dari pihak Astra dalam tragedi itu. Begitu juga William dan keluarga yang masih diberi selamat.

Akan tetapi, tercatat ada 807 mobil dan 187 motor dari Grup Astra yang rusak, baik yang masih milik dealer maupun konsumen. Di luar itu, 144 bangunan rusak parah dan 160 kg emas hilang dirampok demonstran.

Kerusuhan yang disebut Malari (Malapetaka 15 Januari)  memang hanya satu hari. Namun, ini menjadi pukulan telak untuk Astra. 

"Malari menunjukkan positioning Astra yang kurang baik di peta bisnis: hanya dianggap antek Jepang pemburu lama. Brand Astra belum dipandang sebagai perusahaan nasional yang menampung banyak orang untuk mencari nafkah. Bukan pula perusahaan yang dibutuhkan dan berkontribusi buat masyarakat luas," tulis buku Teguh Sri Pambudi dalam Man of Honor (2012)

Atas dasar inilah, William ingin Astra mematahkan stigma negatif itu dan berkontribusi luas untuk kesejahteraan masyarakat. Langkah pertama adalah mengembalikan kepercayaan.

Untuk hal ini, William punya cara yang dianggap orang aneh, tetapi dia percaya ini bakal membuat kepercayaan terhadap Astra meningkat. Caranya adalah dengan memerintahkan anak buahnya di Astra mengganti sepeda motor dan mobil yang rusak atau dibakar di showroom dealer atau yang sudah dibeli masyarakat.

"Maka, jadilah perusahaan yang tengah ditimpa musibah ini sibuk mendata, menghubungi serta mengurus kerugian mitra serta konsumennya," tutur buku Man of Honor (2012).

Secara perhitungan bisnis, langkah William ini memang membuat kas perusahaan makin boncos. Namun, cara ini terbukti ampuh mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap Grup Astra.

Ricardi S. Adnan dalam The Shifting Patronage (2010) mengungkap, setelah kerusuhan tahun 1974 itu, Astra semakin naik daun. Hingga akhirnya William bersama Astra sukses menjadi raja otomotif Indonesia, sebelum akhirnya tersingkir dari perusahaannya sendiri karena buntut kasus Bank Summa pada 1992.


[-]

-

Kisah Pendiri Astra yang Tak Pernah 'Manjakan' Penguasa
(mfa)

Sentimen: negatif (96.9%)