Rupiah Nyaris Tembus Rp 15.000/US$, Ini Penyebabnya
CNBCindonesia.com Jenis Media: Ekonomi
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (19/6/2023). Kondisi eksternal yang lagi-lagi dipenuhi ketidakpastian membuat rupiah sulit menguat dalam beberapa hari terakhir.
Rupiah bahkan nyaris menyentuh Rp 15.000/US$ lagi, sebelum mengakhiri perdagangan di Rp 14.990/US$. Dibandingkan penutupan Jumat pekan lalu, rupiah melemah 0,4% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Amerika Serikat dan China, dua raksasa ekonomi dunia membuat rupiah tertekan. Bank sentral AS (The Fed) yang berencana menaikkan suku bunga lagi di sisa tahun ini membuat dolar perkasa dan rupiah pun tertekan.
Pada Kamis (15/6/2023) dini hari waktu Indonesia memang mempertahankan suku bunga acuannya di 5% - 5,25%, tetapi memberikan sinyal akan ada kenaikan lagi di sisa tahun ini.
Dalam pengumuman kebijakan moneter tersebut, The Fed juga merilis dot plot yang menunjukkan suku bunga bisa dinaikkan lagi di sisa tahun ini.
Dot plot tersebut menunjukkan suku bunga bisa berada 5,6% atau di rentang 5,5% - 5,75%. Artinya, masih ada kemungkinan kenaikan dua kali lagi masing-masing sebesar 25 basis poin.
Tidak hanya dinaikkan, suku bunga tinggi akan dipertahankan dalam waktu yang lama. Hal itu diungkapkan oleh ketua The Fed, Jerome Powell.
"Pemangkasan suku bunga akan tepat dilakukan saat inflasi turun secara signifikan. Dan sekali lagi, kita berbicara beberapa tahun ke depan," kata Powell.
Sebaliknya, bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) justru memangkas dua suku bunga acuannya pada pekan lalu, dan diperkirakan akan melakukan lagi Selasa besok.
Pemangkasan suku bunga bisa memacu perekonomian, dan tentunya berdampak positif ke Indonesia begitu juga rupiah. Sayangnya kali ini tidak demikian, sebab pelaku pasar masih mengira-ngira seberapa parah perekonomian Negeri Tiongkok akan melambat.
Banyak bank investasi ternama kini memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi China. Terbaru ada Goldman Sachs yang memangkas cukup tajam, dari 6% menjadi 5,4% untuk 2023.
Hal ini membuat pelaku pasar was-was jika kebijakan yang diambil belum mampu memacu perekonomian, China bisa melambat lebih dalam lagi.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
[-]
-
Siap-Siap! Rupiah Mau "Cicipi" Rp 15.000/US$
(pap/pap)
Sentimen: negatif (91.4%)