Tekan Angka Kemiskinan Ekstrem, Indonesia Diminta Tiru China
Liputan6.com Jenis Media: Ekonomi
Liputan6.com, Jakarta Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Suharso Monoarfa, menyoroti angka kemiskinan ekstrem di Indonesia yang bisa melonjak hingga 6,7 juta jiwa pada 2024.
Gara-garanya, basis perhitungan penduduk miskin yang digunakan secara global berbeda dengan yang digunakan pemerintah selama ini.
Suharso menjabarkan, selama ini pemerintah menggunakan basis perhitungan masyarakat miskin ekstrem dengan garis kemiskinan sebesar USD 1,9 purchasing power parity (PPP) per hari. Padahal, secara global sudah USD 2,15 PPP per hari.
"Kita sukses juga mengatasi kemiskinan ekstrem. Angkanya kita menggunakan USD 1,9 per kapita. Tapi begitu angkanya dikasih naik ke USD 2,15 (per kapita), lalu saja yang ekstrem poverty itu jadi 6,7 juta, naik 2 juta," kata Suharso dalam acara Rektor Berbicara Untuk Indonesia Emas 2045 untuk penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, Selasa (6/6/2023).
Lebih lanjut, Suharso coba menengok China yang kini berkembang jadi salah satu kekuatan utama ekonomi dunia. Padahal, Negeri Tirai Bambu dulu disebutnya berada di belakang Indonesia.
Menurut dia, ekonomi China sukses berkembang pesat dan menyeluruh lantaran pemerintahnya berhasil mengendalikan perusahaan e-commerce raksasa Alibaba, untuk bisa masuk hingga ke sektor tenaga kerja terkecil.
"China, pada waktu menghadapi pandemi, mereka justru mengumumkan sudah tidak punya kemiskinan ekstrem. Dan yang berjasa di situ adalah Alibaba. Alibaba kemudian dipaksa oleh pemerintahnya untuk menyiapkan satu marketplace," tuturnya.
"Sehingga para petani, pekebun, pekerja di tingkat paling bawah bisa langsung kepada end user. Hasilnya, secara mulai dari kelompok kecil, besar, perkotaan, dan selesai mengenai kemiskinan ekstrem," ujar Suharso.
Sentimen: positif (49.6%)