Sentuh Rp 15.000, Dolar AS Masih Bisa Terbang Tinggi Lagi?
Detik.com Jenis Media: Ekonomi
Dolar Amerika Serikat (AS) terus mengalami penguatan. Rabu pagi (31/5/2023), dolar AS bahkan kembali menyentuh level Rp 15.000.
Sejumlah pengamat menyebut, penguatan dolar ini dipicu oleh kekhawatiran terhadap kesepakatan batas utang di AS. Hal ini membuat pelaku pasar memegang aset yang aman, salah satunya dolar AS.
Kemudian, penguatan dolar dipicu oleh adanya proyeksi di mana bank sentral AS akan menaikkan suku bunga acuan.
Pengamat pasar uang Ariston Tjendra menerangkan, data ekonomi AS yang terus mengalami perbaikan akan memicu inflasi. Hal itu pun menimbulkan ekspektasi jika bank sentral AS akan menaikkan suku bunga acuan.
"Dari data survei CME FedWatch Tool, 61,9% berekspektasi The Fed akan menaikkan suku bunga acuan 25 bp pada rapat di bulan Juni versus 38,1% yang berekspektasi tidak ada perubahan," terangnya kepada detikcom, Rabu (31/5/2023).
Selain itu, penguatan dolar ini juga dipicu oleh masih adanya kekhawatiran terkait kesepakatan batas utang di AS. Menurutnya, hal itu membuat pelaku pasar memegang aset aman yakni dolar.
"Pelaku pasar ternyata masih mengkhawatirkan voting kesepakatan batas utang AS yang akan berlangsung di Kongres, kalau-kalau tidak memenuhi harapan pasar. Ini juga mendorong pelaku pasar masuk kembali ke aset aman dolar AS," ujarnya.
Senada, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan, persoalan pagu utang ini menjadi salah satu faktor yang membuat dolar AS menguat.
"Walaupun sudah ada kesepakatan, dari partai oposisi masih menganggap bahwa ini belum deal. Ini yang membuat carut marut. Apalagi menteri keuangan AS mengatakan bahwa kalau seandainya tidak bisa terselesaikan kemungkinan besar akan terjadi gagal bayar dan kebangkrutan," paparnya.
"Kemudian diaminin juga oleh wakil presiden AS mengatakan bahwa masalah pagu utang US$ 31,1 triliun kalau seandainya belum disepakati dalam jangka waktu 5 tahun ke depan akan membahayakan perekonomian Amerika," katanya.
Dia melanjutkan, data tenaga kerja AS yang akan dirilis dalam waktu dekat diperkirakan akan positif. Hal itu menjadi indikasi jika bank sentral akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin.
"Kenaikan suku bunga didukung oleh data ekonomi bahwa inflasi terutama adalah inflasi jasa inti masih cukup tinggi. Sehingga satu-satunya untuk menurunkan inflasi jasa inti ini adalah menaikkan suku bunga," ujarnya.
Ia pun memperkirakan, dolar AS masih akan terus menguat. Dolar AS diperkirakan akan mencapai Rp 15.500 setelah menembus level Rp 15.000.
"Ada potensi bahwa rupiah ini kemungkinan besar, ini yang saya lihat Rp 15.500," katanya.
"Dalam jangka waktu kemungkinan besar di kuartal III akan terkena di level situ, walaupun Bank Indonesia sudah merilis di tahun 2024 kemungkinan besar rupiah itu tertinggi di Rp 15.200 terendah Rp 14.800," katanya.
Sementara, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Edi Susianto mengatakan, dari eksternal sendiri ada sejumlah sentimen. Salah satunya mengenai masalah pagu utang AS.
Beragam sentimen tersebut ada yang mendorong penguatan dolar, namun ada juga yang menahan penguatan mata uang negeri Paman Sam tersebut.
"Secara umum kalau kita lihat sentimen global masih up and down, dari isu debt ceiling sampai rilis data China yang di bawah ekspektasi. Artinya, ada yang menarik ke arah penguatan DXY tapi ada yang menahan penguatan. Sampai detik ini, mata uang Asia ada yang menguat terhadap USD tapi ada juga yang melemah terhadap USD," teranganya.
Di melanjutkan, di Indonesia terjadi siklus permintaan dolar yang meningkat. Hal ini disebabkan oleh repatriasi dividen dan pembayaran utang.
"Di pasar Indonesia, kebetulan diikuti di bulan Mei ini siklus permintaan USD yang lagi meningkat antara lain untuk repatriasi dividen dan pembayaran utang," ujarnya.
Simak Video "Dolar AS Menggila, Sentuh Level Rp 15.550!"
[-]
(acd/zlf)
Sentimen: negatif (98.8%)