Sentimen
Positif (88%)
30 Mei 2023 : 15.17
Informasi Tambahan

BUMN: PLN, PT Kaltim Prima Coal

Kab/Kota: Surabaya

Tokoh Terkait
Dileep Srivastava

Dileep Srivastava

Daya Tarik Bumi Resources Belum Hilang di Usia 50! Kok Bisa?

30 Mei 2023 : 15.17 Views 3

CNBCindonesia.com CNBCindonesia.com Jenis Media: Ekonomi

Daya Tarik Bumi Resources Belum Hilang di Usia 50! Kok Bisa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten pertambangan milik Bakrie Group PT Bumi Resources Tbk (BUMI) memasuki usia ke 50 pada pertengahan Juni 2023. Usia yang boleh dibilang sangat matang untuk sebuah perusahaan, karena berhasil bertahan atau melewati berbagai tantangan dan gejolak sejak berdiri dari tahun 1973.

Di awal pendiriannya, BUMI merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa properti dan pariwisata dengan nama PT Bumi Modern. Kepemilikannya pun saat itu mayoritas masih dipegang AJB Bumiputera 1912 (Bumiputera).

Barulah pada 18 Juli 1990 BUMI mulai melantai di Bursa Efek Indonesia, usai memperoleh pernyataan efektif dari BAPEPAM-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham (IPO) kepada masyarakat sebanyak 10.000.000 saham dengan nilai nominal Rp 1.000 per saham dan harga penawaran Rp 4.500. Kala itu saham BUMI masih digenggam mayoritas oleh Bumiputera sebesar 71% dan masyarakat sebesar 29%.

-

-

Hingga 1997, BUMI pun masih memiliki aset perhotelan berupa hotel bintang lima Hyatt Regency Surabaya, yang dikelola oleh Hyatt International Asia Pacific Limited. Di luar itu mereka memiliki aset perkantoran dan bisnis jasa pariwisata.

Perubahan drastis BUMI terjadi setelah pengusaha nasional Grup Bakrie masuk ke perseroan pada 20 Juni 1997 atau ketika krisis keuangan Asia mendera, dan menjatuhkan harga aset-aset properti, termasuk yang dikelola Bumi Modern.

Di tengah kondisi krisis yang memicu likuiditas ketat, PT Bakrie Capital Indonesia (Bakrie Capital) masuk menjadi penyelamat dengan melakukan penawaran tender (tender offer) atas saham BUMI sebanyak 25%, setelah mengakuisisi 58,15% saham BUMI milik AJB Bumiputera.

Selanjutnya pada 29 Agustus 1997, Bakrie kembali memperoleh 33,9% saham BUMI milik Bumiputera. Dus, Bakrie Capital memegang 58,9% saham BUMI yang saat itu masih merupakan perusahaan yang bergerak di bisnis perhotelan dan pariwisata.

Di bawah kepiawaian Nirwan Bakrie, BUMI yang telah memiliki aset KPC dan Arutmin terus berkembang menjadi eksportir terbesar batu bara nasional.

Di bawah tangan dingin keluarga Bakrie, BUMI hijrah dari bisnis properti ke bisnis minyak, gas alam dan pertambangan dengan akuisisi aset tambang raksasa. Dari Gallo Oil pada 2000, hingga Arutmin pada 2004, serta Kaltim Prima Coal (KPC) pada 2005.

Investor pun menaruh harapan dan ekspetasi besar terhadap BUMI. Maklum, BUMI memiliki sumber cadangan batu bara yang melimpah. Bahkan hingga akhir 2022, cadangan batu bara BUMI masih melimpah hingga di atas 2 miliar ton.

Kemilau saham BUMI pun kian terlihat setelah sempat meroket hingga Rp 8.750 pada periode pertengahan 2008. Namun sayang, kilau itu sirna ketika badai krisis menghantam ekonomi dunia, termasuk di Indonesia.

Kinerja BUMI pun kian merosot seiring dengan melemahnya harga batu bara dunia. Di sisi lain, utang BUMI juga terus membengkak hingga mencapai Rp 45 triliun di 2014. Alhasil saham BUMI pun terjun bebas hingga titik terendahnya di level Rp 50.

Kendati demikian, daya tarik BUMI belum pudar. Hal ini terlihat dari banyaknya investor kakap yang kepincut untuk memiliki saham BUMI dengan merogoh kocek tidak sedikit, salah satunya Konglomerat Anthony Salim.

Orang terkaya versi majalah Forbes 2022 ini masuk ke saham BUMI lewat Mach Energy Pte. Ltd. pada Oktober 2022 dengan menyerap private placement hingga maksimal Rp 24 triliun.

Anthony Salim menjadi penyelemat BUMI karena perusahaan juga sedang mencari pinjaman untuk refinancing utang yang jatuh tempo pada 11 Desember 2022 senilai US$ 1,56 miliar.

Terbukti, usai Anthony Salim masuk, utang BUMI terus dipangkas hingga lunas. Hal tersebut membuat lembaga pemeringkat Moody's Investors Service mengubah outlook BUMI menjadi stabil, dari outlook under review.

Pemeringkatan ini mencerminkan peningkatan subtansial dalam struktur permodalan BUMI setelah pembayaran utang sekitar US$1,6 miliar dengan hasil penerbitan saham baru.

Kinerja BUMI

Perbaikan pun terus terjadi pada BUMI, terakhir pada kuartal I 2023 BUMI kembali berhasil mencatat kenaikan kinerja keuangan. Emiten pertambangan batubara ini membukukan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk senilai US$ 60,2 juta, naik 39,3% dari laba bersih di periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 43,3 juta.

Kenaikan laba bersih ini sejalan dengan kenaikan pendapatan. Sepanjang kuartal pertama 2023, BUMI mencetak pendapatan US$ 454,9 juta, atau meningkat sebesar 30,0% dari realisasi pendapatan di kuartal pertama 2022 yang hanya US$ 349,9 juta.

Meski begitu, Direktur PT Bumi Resources Tbk (BUMI), Dileep Srivastava mengatakan, angka tersebut tidak termasuk pendapatan konsolidasi dari PT Kaltim Prima Coal (KPC). Bila merujuk pada laporan keuangan terkonsolidasi bersama PT KPC, pendapatannya bisa naik hingga lebih dari 2.000%.

"Tahun ini menghadirkan tantangan unik seperti dampak dari hujan lebat yang terus menerus sejak akhir 2021, krisis energi dunia yang diperburuk oleh perkembangan geopolitik global, kekhawatiran akan resesi di negara-negara maju, dan ketidakstabilan keuangan yang terjadi baru-baru ini yang berpotensi menyebabkan gangguan ekonomi lebih lanjut," jelas Dileep belum lama ini.

BUMI sendiri pada tahun ini menargetkan peningkatan produksi batu bara dengan target di kisaran 75-80 juta ton. Sebelumnya, BUMI juga telah mengantongi restu dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk memproduksi batubara sebanyak 81,35 juta ton.

Dari total target produksi tersebut, sebanyak 70% atau 52-55 juta ton di antaranya bakal dipenuhi dari anak usaha BUMI yaitu, KPC dengan harga US$ 100-110 per ton. Sedangkan sisanya sebanyak 30% bakal dipenuhi dari PT Arutmin Indonesia. Sebagian produksi batu bara perusahaan diketahui difokuskan untuk suplai domestik terutama untuk PLN, dan 25% untuk ekspor.


[-]

-

Video: Private Placement Lagi, Utang BUMI Lunas?
(dpu/dpu)

Sentimen: positif (88.8%)