Dulu Diremehkan, Kini Bank Bisa Bangkrut karena Media Sosial
CNBCindonesia.com Jenis Media: Tekno
Jakarta, CNBC Indonesia - Krisis Silicon Valley Bank membuat bank di Amerika Serikat waswas terhadap dampak media sosial. Kini, bank ramai-ramai memperkuat sistem pengawasan dan pemantauan risiko terkait media sosial
Menurut Reuters, dewan direksi bank di Amerika Serikat berbondong-bondong menyiapkan program dan rencana untuk menghadapi ancaman dari gosip yang beredar di internet. Rumor soal kesehatan finansial bank terbukti bisa memicu penarikan dana besar-besaran atau memukul harga saham bank di bursa.
Upaya ini menunjukkan usaha dunia perbankan untuk beradaptasi dengan ancaman era digital. Media sosial kini ditempatkan sebagai risiko, tidak hanya sebatas perangkat pemasaran.
Peristiwa yang membuka mata para bankir adalah rontoknya SVB karena beberapa tweet yang memicu penarikan dana nasabah sekitar US$ 1 juta per detik.
"Risiko media sosial tadinya hanya sebatas reputasi, tetapi kini sudah menimbulkan ancaman penarikan dana besar-besaran. Ini sangat penting," kata Sumeet Chabria dari ThoughtLinks.
Mantan CEO Silicon Valley Bank, Greg Becker, menyalahkan media sosial sebagai faktor yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya dalam runtuhnya SVB. Nasabah menarik sekitar US$42 miliar dari SVB dalam 10 jam.
Media sosial juga disalahkan oleh Michael Roffler, mantan CO First Republic. First Republic ambruk 2 bulan setelah SVB.
"Ini jadi peringatan untuk bank yang berukuran lebih kecil, kini mereka menyiapkan dan memperbarui respons darurat dan kemampuan risiko, beserta rencana keberlanjutan bisnis untuk menghadapi ancaman ini," kata Chabria.
Petinggi bank kini memerintahkan tim mereka untuk menyertakan media sosial dalam program tata kelola risiko perusahaan. Divisi risiko bahkan "dipanggil untuk memberikan rencana detail mereka sehingga bank bisa mengukur risiko terkait internet, siap dan mampu meresponsnya."
Bank, menurut Reuters, kini juga lebih cepat menghubungi nasabah yang mengeluh di media sosial.
Bank berukuran kecil fokus mengenal nasabah mereka dan menjalin hubungan dengan "orang yang berpengaruh" untuk meluruskan informasi yang salah.
"Banyak bank kini proaktif mendekati nasabah untuk memberikan pesan yang tepat. Upaya ini termasuk menyediakan fakta dan data ke nasabah lewat email, Twitter, dan LinkedIn," kata Lindsey Johnson, CEO salah satu asosiasi perbankan di AS.
Bank raksasa seperti JPMorgan Chase & Co (JPM.N) juga mengenali risiko media sosial. CEO Jamie Dimon setuju bahwa media sosial berkontribusi dalam kebangkrutan SVB. Bos Citigroup Jane Fraser menyebut media sosial sebagai "merombak lapangan permainan."
Sayangnya, masih banyak bank yang belum punya rencana yang jelas soal media sosial. "Begitu banyak perangkat yang tersedia untuk memantau media sosial, tetapi pengguna perangkat tersebut kebanyakan diserahkan ke tim pemasaran yang 'seadanya' atau ke pihak ketiga," kata Jim Perry dari Market Insights.
"Bank sudah sadar tentang risikonya dan mulai memahami bahwa mereka harus mengerahkan lebih banyak sumber daya manusia untuk memantau media sosial. Bagi bank yang berukuran lebih kecil, sayangnya ini belum jadi prioritas," kata Perry,
[-]
-
TikTok Sudah di Ujung Tanduk, Terancam Diblokir Apple-Google(dem)
Sentimen: negatif (97%)