Ancam Mogok Nasional, Ini 4 Alasan Buruh Tuntut UU Cipta Kerja Dihapus
Detik.com Jenis Media: Ekonomi
Salah satu tuntutan buruh dalam May Day 2023 adalah menghapus Omnibus Law UU No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Buruh mengancam bakal melakukan mogok nasional jika tuntutan ini tak dikabulkan.
"Bilamana pemerintah dan DPR tidak mau mencabut Undang-undang Cipta Kerja, maka bisa dipastikan Partai Buruh akan mengorganisir mogok nasional," kata Presiden KSPI Said Iqbal saat konferensi pers di dekat Patung Kuda, Jakarta Pusat, Senin (1/5/2023).
Said Iqbal bilang, bakal ada 5 juta buruh yang akan mogok nasional di hampir 100 ribu perusahaan jika UU Cipta Kerja tetap dilaksanakan.
"5 juta buruh, hampir di 100 ribu perusahaan, 38 provinsi, 457 kabupaten/kota, stop produksi. Kita memakai UU Nomor 21 tahun 2000 dan UU Nomor 9 tahun 1998. 5 juta buruh akan stop produksi," ungkapnya.
Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia mencatat setidaknya ada 4 alasan kenapa buruh menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja. Omnibus Law UU Cipta Kerja dianggap sangat merugikan pekerja dan rakyat Indonesia.
Berikut 4 dampak Omnibus Law Cipta Kerja menurut catatan ASPEK Indonesia:
a. Dimudahkannya pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan kompensasi pesangon yang jauh lebih sedikit dibandingkan ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan.
b. Penetapan upah minimum yang justru melanggengkan politik upah murah.
c. Dimudahkannya sistem kerja kontrak, magang dan outsourcing yang diperluas.
d. Dimudahkannya tenaga kerja asing (TKA) khususnya unskill worker.
ASPEK Indonesia menilai Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum bersungguh-sungguh dalam melaksanakan amanat Undang Undang Dasar 1945, Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
"Bukti paling kongkrit minimnya keberpihakan Pemerintah dan DPR terhadap nasib pekerja, adalah tetap dipaksakannya UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020, yang oleh Mahkamah Konstitusi (MK) telah dinyatakan cacat secara formil dan inkonstitusional bersyarat." kata Presiden ASPEK Indonesia Mirah Sumirat dalam keterangan resminya.
(eds/eds)Sentimen: negatif (88.9%)