Sentimen
Negatif (80%)
29 Apr 2023 : 19.36
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Tegal

Warga soal Isu Harga Mi Naik 3 Kali Lipat: Sedih

30 Apr 2023 : 02.36 Views 2

CNNindonesia.com CNNindonesia.com Jenis Media: Ekonomi

Warga soal Isu Harga Mi Naik 3 Kali Lipat: Sedih
Jakarta, CNN Indonesia --

Harga mi instan terancam naik akibat kenaikan harga gandum akibat perang Rusia-Ukraina. Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo bahkan menyebut harga mi instan bakal naik tiga kali lipat.

"Belum selesai dengan climate change, kita dihadapkan perang Ukraina-Rusia, di mana ada 180 juta ton gandum tidak bisa keluar, jadi hati-hati yang makan mi banyak dari gandum, besok harganya (naik) 3 kali lipat," katanya dalam webinar Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Senin (9/8).

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun menyampaikan kenaikan harga gandum akibat invasi Rusia ke Ukraina akan berdampak pada harga pangan seperti roti dan mi di Indonesia. Sebab, Indonesia masih bergantung pada gandum dari dua negara tersebut.

-

-

"Ini hati-hati yang suka makan roti yang suka makan mi, harganya bisa naik. Karena apa? ada perang di Ukraina. Kenapa perang di Ukraina mempengaruhi harga gandum? Karena produksi gandum 34 persen berada di negara itu. Rusia, Ukraina, Belarusia semua ada di situ. Di Ukraina saja ada stok gandum," papar Jokowi.

Lantas bagaimana tanggapan masyarakat soal isu kenaikan harga mi?

Salah satu warga Jakarta, Septy, mengaku sedih jika harga mi naik karena komoditas itu menjadi makanan yang sering dikonsumsi saat keuangan menipis di akhir bulan.

"Jujur sedih ya karena itu makanan andalan kalau akhir bulan. Bisa tetap kenyang gitu walaupun duit menipis. Kalau naik ya sudah pasrah, mau bagaimana lagi. Tapi harapannya ya jangan tinggi sekali naiknya," ujar Septy pada CNNIndonesia.com, Kamis (11/8).

Namun, ia mengaku tetap akan membeli mi meski harganya naik. Meski demikian, ia tak menampik jumlahnya lebih sedikit.

Septy sendiri biasanya mengonsumsi mi sebanyak tiga hingga empat kali dalam seminggu. Ia biasanya membeli mi seharga Rp3.000 hingga Rp3.500 per bungkus.

Berbeda halnya dengan Loamy yang mengaku tak keberatan jika harga mi naik karena bukan makanan utama yang dikonsumsi setiap hari.

"Tidak terlalu ambil pusing sih sama rencana kenaikan harga mi, soalnya itu kan bukan makanan harian jadi enggak bakal terlalu membebani," ujar Loamy.

Meski, begitu Loamy mengatakan akan tetap membeli mi, tetapi akan mengurangi jenis varian mi yang dibeli.

"Biasanya kan beli berbagai rasa biar ganti-ganti kalau pas makan. Kalau harganya naik jadi beli rasa-rasa basic aja. Kalau intensitas makannya sih mungkin enggak berubah ya," ujarnya.

Ia justru mengkhawatirkan warung yang menyajikan mi intan sebagai menu andalan. Kenaikan harga mi dikhawatirkan dapat mengganggu bisnis warung terutama bagi yang memiliki modal terbatas.

Loamy sendiri biasanya membeli mi instan satu hingga dua bungkus per minggu. Mi instan yang dibeli biasanya seharga Rp2.500 sampai sekitar Rp3.000 lebih.

"Karena seminggu makan maksimal dua bungkus jadi cuma habis sekitar Rp6.000, kecuali kalau makan di warkop, harganya lebih mahal satu bungkus Rp6.000 hingga Rp7.000," ujar Loamy.

Keberatan akan kenaikan harga mi juga disampaikan Siti. Ia mengatakan selama ini mi telah menjadi makanan alternatif yang murah bagi masyarakat. Kalau naik, harga mi disebut akan semakin membebani masyarakat kelas bawah.

"Makanan pokok sudah naik dan jujur saja tidak semua pemasukan orang ikut naik juga, malah ada yang lebih kecil dan semakin kecil," ujarnya.

[-]

Siti pun mengatakan akan mengurangi konsumsi mi jika harganya naik. Ia lebih memilih makan di warung tegal (warteg).

"Lebih baik makan di warteg saja, toh harganya akan sama saja," ujarnya.

Senada, Taufiq juga mengaku keberatan jika harga mi naik. Ia mengatakan mi sudah seperti makanan pokok yang dikonsumsi setiap hari.

"Jelas kaget dan berat ya. Mi sudah seperti bahan pokok masyarakat Indonesia. Kalau naik pasti akan memberatkan walaupun cuma Rp500 per bungkus," ujarnya.

Ia pun memilih mengurangi konsumsi mi baik yang dimasak sendiri maupun uang dibeli di warung atau cafe yang menyajikan makanan itu.

"Karena jelas ketika bahannya naik, harga produk makanan mereka juga bakal naik lebih tinggi," ujarnya.

(fby/sfr)

[-]

Sentimen: negatif (80%)