Silicon Valley Bank (SVB) Kolaps, Bank RI Kuat & Stabil
CNBCindonesia.com Jenis Media: Ekonomi
Jakarta, CNBC Indonesia - Dunia perbankan dunia sedang dihebohkan oleh bank asal Amerika Serikat (AS) Silicon Valley Bank (SVB) yang kolaps di akhir pekan lalu. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau agar para pelaku pasar tidak perlu cemas terhadap hal tersebut.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menilai, penutupan Silicon Valley Bank (SVB) oleh Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) Amerika Serikat tidak akan berdampak langsung terhadap industri perbankan Indonesia yang disebut memiliki kondisi yang kuat dan stabil.
Apalagi, industri perbankan Indonesia yang tidak memiliki hubungan bisnis, facility line maupun investasi pada produk sekuritisasi SVB. Selain itu, berbeda dengan SVB dan perbankan di AS umumnya, bank-bank di Indonesia tidak memberikan kredit dan investasi kepada perusahaan technology startup maupun kripto.
"Oleh karena itu, OJK mengharapkan agar masyarakat dan Industri tidak terpengaruh terhadap berbagai spekulasi yang berkembang di kalangan masyarakat," kata Dian dalam keterangan resminya, Senin (13/3/2023).
Menurutnya, Indonesia setelah krisis keuangan tahun 1998 telah melakukan langkah-langkah yang mendasar dalam rangka penguatan kelembagaan, infrastruktur hukum dan penguatan tata kelola serta perlindungan nasabah yang telah menciptakan sistem perbankan yang kuat, resilien dan stabil. Hal ini tercermin dari kinerja Industri Perbankan yang terjaga baik dan solid serta tetap tumbuh positif di tengah tekanan perekonomian domestik dan global yang selama ini berlangsung.
Pada saat ini, kondisi perbankan Indonesia menunjukkan kinerja likuiditas yang baik dengan AL/NCD dan AL/DPK diatas threshold yakni sebesar 129,64% dan 29,13%, jauh diatas ambang batas ketentuan masing-masing sebesar 50% dan 10%. Aset perbankan juga terjaga pada komposisi yang proporsional dengan komposisi Dana Pihak Ketiga (DPK) yang didominasi olehcurrent account and saving account (CASA) atau dana murah yang semakin meningkat sehingga tidak sensitif terhadap pergerakan suku bunga.
Demikian juga, untuk kinerja lainnya seperti risiko kredit, risiko pasar, permodalan dan profitabilitas masih terjaga dan tumbuh positif. Selain itu, saat ini tidak ada bank umum di Indonesia yang masuk dalam kategori "Bank Dalam Resolusi" yaitu bank yang mengalami kesulitan keuangan, membahayakan kelangsungan usahanya, dan tidak dapat disehatkan.
Di samping itu, OJK juga terus melakukan berbagai langkah kebijakan kolaboratif dan sinergi dengan Bank Indonesia (BI), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), baik secara langsung maupun melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam mengantisipasi potensi dampak dan tekanan global.
OJK memastikan akan terus meningkatkan pemantauan terhadap berbagai perkembangan yang terjadi secara global dan implikasinya terhadap perbankan Indonesia. Memastikan penerapan manajemen risiko dan tata kelola Bank yang baik dalam setiap aktivitas pengelolaan portofolio aset produktif dan pendanaan. Serta memitigasi risiko konsentrasi yang berdampak terhadap kinerja keuangan Bank.
Selain itu, OJK juga meminta perbankan untuk senantiasa melakukan langkah-langkah strategis antara lain meningkatkan fungsi maupun peran Asset & Liability Committee dalam melakukan pengelolaan aset dan kewajiban, mengevaluasi kecukupan pencadangan risiko, melakukanstress testyang komprehensif serta mengkaji dan mengkinikan recovery dan resolution plan secara berkala.
[-]
-
Ini Profil Signature Bank yang Fokus Kripto & Ditutup FDIC(fsd/fsd)
Sentimen: positif (79.9%)