Mengurai Masalah Sampah di Jakarta dan Mencari Solusinya
Liputan6.com Jenis Media: Regional
Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Kopetindo (Koperasi Energi Terbarukan Indonesia) Widi Pancono mendorong solusi bijak soal sampah yang menjadi masalah Indonesia, khususnya pada kota-kota besar. Dia mengharapkan, cara-cara dan metode sesuai, efektif, dan optimal, tanpa harus menimbulkan efek samping yang justru merusak lingkungan.
“Jangan sampai sampah ini menjadi masalah tanpa usai. Jangan sampai terlalu lama kita hanya berkutat pada debat-debat tak berujung tentang metode pengolahan sampah, atau hal-hal lain,” kata Widi dalam siaran pers diterima, Sabtu (11/3/2023).
Sebagai seorang pemerhati masalah persampahan, Widi menilai debat dimaksud adalah pro kontra soal teknologi RDF atau refuse derived fuel sebagai pilihan yang tepat. Padahal, banyak pihak menyebutkan bahwa RDF justru mengandung banyak kekurangan atau kelemahan untuk diaplikasikan sebagai metode pengolahan sampah, sebagai contoh di DKI Jakarta.
“Sebenarnya di hadapan kita sudah tersedia metode atau cara yang baik dan efektif untuk mengatasinya dan jangan sampai masyarakat menanggung beban pencemaran sampah lebih lama lagi,” ujar dia.
Widi meyakini, pemerintah sudah berkomitmen untuk menghentikan pembangunan TPA atau Tempat Pembuangan Akhir sampah pada tahun 2030 mendatang. Ia sependapat dengan Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian LHK, Rosa Vivien Ratnawati yang mengatakan bahwa gas metan dalam sampah di TPA menyumbang emisi gas rumah kaca.
“Di tahun 2030 kita tidak akan membangun TPA dan lainnya. Dan di 2040 tidak akan ada TPA lagi. Itu cita-cita mulia," kata Widi mengutip Dirjen.
Ia mengatakan, sampah memang masih menjadi masalah besar di sejumlah kota besar di Indonesia, terutama kota-kota besar di Jawa dan khusus untuk Jakarta yang setiap hari menghasilkan 8.000 sampai 8.5000 ton sampah, harus menjadi perhatian serius.
“Perlu ada penanganan dan teknologi tepat untuk mengatasinya," jelas Widi.
Widi berharap, pemerintah bersama praktisi usaha persampahan dapat menemukan metode yang efektif untuk mengolah sampah. Menurut dia, tiap kota punya karakteristik sendiri sebagai solusi penyelesaian masalah sampah di masing-masing kota juga berbeda.
“Jangan sekadar mengolah sampah tanpa memahami karakteristik tersebut. Jangan sampai sembarangan menerapkan cara pengolahan sampah,” wanti dia.
Widi bersara, untuk kota metropolitan dengan jumlah sampah yang sangat besar dan lahan terbatas, maka mengolah sampah untuk menghasilkan energi listrik, jelas lebih sesuai ketimbang RDF dengan tujuan utamamya pemunahan sampah.
“Ini yang terpenting dan juga harus mampu menghasilkan energi listrik terbarukan sehingga dapat menambah bauran energi listrik terbarukan di sistem pembangkitan PLN. Metode insinerator dapat melakukan itu dengan baik,” yakin Widi.
Widi mengingatkan, jangan sampai masalah sampah dan limbah di kota-kota besar di Indonesia menjadi masalah tanpa usai. Dia menyebut, sampah yang terus dibiarkan menumpuk dan tidak segera dibakar akan berbahaya karena sangat berpotensi menimbulkan gas methan yang sewaktu-waktu bisa meledak.
"Tapi kalau sampah setiap hari dibakar habis, tentunya tidak akan terpapar gas methan ke udara sehingga udara Jakarta lebih bersih," ungkap dia.
Sentimen: negatif (99.8%)