Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: bandung, Jabodetabek, Tanjung Priok
Tokoh Terkait
Impor KRL Jepang Mendesak, KAI: Ini Soal Keselamatan
Liputan6.com Jenis Media: Ekonomi
Liputan6.com, Jakarta - Kereta Commuter Indonesia (KCI) berencana melakukan impor rangkaian kereta rel listrik atau KRL bekas dari Jepang. Ini dinilai sebagai kebutuhan mendesak karena ada rangkaian yang bakal pensiun dalam waktu dekat.
Menurut data, KCI butuh mendatangkan 10 rangkaian kereta atau trainset bekas Jepang untuk memenuhi kebutuhannya. Kalau tidak, ratusan ribu pelanggan KRL Jabodetabek bakal terlantar.
Hal senada diungkap VP Public Relation KAI Joni Martinus. Joni bilang kalau pemenuhan kebutuhan impor KRL adalah hal yang mendesak. Menurutnya, soal pelayanan ke pelanggan ini, tidak bisa memperpanjang masa pensiun dari trainset yang sedang digunakan.
"Sebenarnya kalau bicara gerbong itu harus dipensiunkan atau tidak lagi operasi, ini erat kaitannya dengan keselamatan, ada aspek keselamatan disitu ada faktor safety yang dipertimbangkan," kata dia kepada wartawan di Stasiun Bandung, Senin (6/3/2023).
Joni menjelaskan duduk perkaranya. Dia mengatakan, jika ada sejumlah rangkaian yang pensiun dan tak segera diganti, maka kapasitas angkutnya bakal berkutang. Untuk itu, KCI bersurat ke pemerintah untuk melakukan penambahan armada, yakni dengan mengimpor dari Jepang.
"Karena berkaitan dengan kapasitas angkut. Kita ingin pelayanan tetap baik. Kita melihat kebutuhan masyarakat ke KRL ini tinggi, maka kita harus jaga itu. Maka KCI minta izin impor kereta," terangnya.
Sejatinya, Joni mendukung kalau ekosistem KAI sendiri menggunakan kereta produksi dalam negeri. Sebut saja, untuk KA Jarak Jauh kelas ekonomi premium yang juga diproduksi di Indonesia.
Hanya saja, untuk KRL pertimbangannya adalah mengenai kebutuhan mendesak. Dan impor menjadi opsi yang bisa dilakukan dengan segera.
"KRL juga sebenarnya harus (produk) dalam negeri, tapi (pangadaannya) gak bisa cepat, butuh 2-3 tahun, sementara kebutuhan KRL gak bisa ditunda," urainya.
Sentimen: negatif (78%)