Bos Perempuan Silicon Valley Lengser Bergantian
CNBCindonesia.com Jenis Media: Tekno
Jakarta, CNBC Indonesia - Bos perempuan penguasa Silicon Valley satu persatu mundur dari perusahaan teknologi raksasa. Terakhir, ada Susan Wojcicki, bos YouTube yang sudah berada 25 tahun di Google.
Sebelumnya sudah ada Chief Business Officer Meta Marne Levine dan Chief Operating Officer Meta Sheryl Sandberg yang mengundurkan diri tahun lalu.
Alasannya pun bermacam-macam, mulai dari keluarga, masalah kesehatan hingga menjadi filantropis. Untuk mengetahui selengkapnya, berikut CNBC Indonesia rangkum dari berbagai sumber.
1. Susan Wojcicki Susan Wojcicki (NurPhoto via Getty Images)Akhir pekan lalu, Susan Wojcicki, CEO YouTube, mengundurkan diri dari jabatannya dan meninggalkan Google. Hal ini diketahui dari blog resmi YouTube yang mengumumkan keluarganya Susan dari perusahaan yang ia bangun sejak awal.
Wojcicki mengumumkan bahwa dia akan mengundurkan diri untuk memulai babak baru, berfokus pada keluarga, kesehatan, dan proyek pribadi yang dia sukai.
Mengutip dari Arstechnica, pemimpin baru YouTube kini adalah Neal Mohan, salah satu orang kepercayaan lama Wojcicki yang telah bekerja di Google selama 15 tahun.
Susan menjadi salah satu karyawan legendaris di Youtube. Ia secara resmi menjadi karyawan Google ke-16. Setahun sebelum dia dipekerjakan, dia menyewakan garasi orang tuanya kepada pendiri, Google Larry Page dan Sergey Brin, tempat mereka mendirikan kantor pertama mereka.
Ia bergabung dengan Google ketika tidak memiliki pendapatan dan telah berada di perusahaan tersebut selama 25 tahun.
Posisi pertamanya adalah manajer pemasaran pertama Google pada tahun 1999, dan pada tahun 2003 ia menjadi manajer produk pertama Google AdSense.
2. Marne Levine Marne Levine. (WireImage/Jean Baptiste Lacroix)Chief Business Officer Meta, Marne Levine mengundurkan diri setelah 13 tahun bersama perusahaan.
Levine akan tetap memegang peran tersebut hingga 21 Februari, dan akan tetap menjadi karyawan di Meta hingga resmi meninggalkan perusahaan di musim panas atau sekitar pertengahan tahun ini.
Dia sebelumnya menjabat sebagai Vice President of Global Public Policy di Facebook, Chief Operating Officer di Instagram dan Vice President of Global Partnerships, Business and Corporate Development di Facebook.
Peran yang cukup berpengaruh adalah saat dia menjabat sebagai COO pertama Instagram dan membantu mengarahkan aplikasi berbagi foto menjadi salah satu aplikasi unggulan Meta bersama aplikasi inti Facebook.
Levine ditunjuk sebagai kepala bisnis Facebook pada musim panas 2021, beberapa bulan sebelum perusahaan mengubah namanya menjadi Meta.
Sebelum bergabung dengan Facebook, Levine bertugas di pemerintahan Obama sebagai kepala staf Dewan Ekonomi Nasional di Gedung Putih dan asisten khusus Presiden untuk Kebijakan Ekonomi. Dia memulai kariernya di Departemen Keuangan AS di bawah Presiden Bill Clinton.
3. Sheryl Sandberg Foto: Eks COO (Chief Operating Officer) Meta, Sheryl Sandberg. (REUTERS/Thibault Camus/Pool/)COO (Chief Operating Officer) Meta, Sheryl Sandberg, lebih dulu mengundurkan diri dari Silicon Valley. Perempuan yang bergabung dengan Facebook sejak 2008 itu menanggalkan jabatannya sekitar September-November 2022.
Sheryl sendiri bukanlah sosok biasa di perusahaan. Ia membantu mengubah Facebook menjadi raksasa periklanan dan salah satu perusahaan paling kuat di industri teknologi, hingga pernah mencapai kapitalisasi pasar US$1 triliun.
Ia mengatakan pengunduran dirinya bukan akibat peraturan perusahaan yang berlebihan atau perlambatan iklan saat ini. Menurutnya ini karena ia ingin fokus pada pekerjaan filantropisnya.
Sebelum di Facebook, Sheryl bertugas di Departemen Keuangan Pemerintahan Bill Clinton. Ia kemudian bergabung dengan Google pada tahun 2001 dan membantu mengembangkan bisnis periklanannya.
Pada tahun 2013, ia merilis buku "Lean In: Women, Work, and the Will to Lead" yang berfokus pada tantangan yang dihadapi wanita di tempat kerja dan apa yang dapat mereka lakukan untuk memajukan karir mereka.
[-]
-
Saham Facebook Lebih Murah dari Toko Bangunan, Ini Alasannya(dem)
Sentimen: negatif (76.2%)