Sentimen
Netral (96%)
10 Feb 2023 : 13.02
Informasi Tambahan

Kasus: PHK

Partai Terkait
Tokoh Terkait

Nasib Startup Jadi Tanda Tanya, Bisa Dapat Investasi China?

10 Feb 2023 : 13.02 Views 2

CNBCindonesia.com CNBCindonesia.com Jenis Media: Tekno

Nasib Startup Jadi Tanda Tanya, Bisa Dapat Investasi China?
Dengan rangkaian gejolak ekonomi global sejak tahun lalu membuat banyak sekali perusahaan startup di Tanah Air yang melalukan PHK. Dari 'badai PHK' yang terjadi muncul pertanyaan bagaimana nasib startup ke depan. Masa jaya startup kini menjadi perhatian. Sebab, di tengah tekanan ekonomi ini apakah sejumlah raksasa teknologi China masih berseliweran di RI? Bagaimana sejarahnya selama ini. Pendanaan alias investasi dari asing tentunya menjadi perhatian penting agar startup di Indonesia bisa tumbuh dan berkembang dengan baik. Namun demikian, data menyebutkan bahwa tren pendanaan turun, bagaimana dampaknya?

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah maraknya isu bahwa masa kejayaan startup telah berakhir, tentunya banyak pertanyaan bagaimana nasib startup ke depan? padahal investor startup di Indonesia beberapa dari sejumlah raksasa China (Tancent, Alibaba, JD.Com).

Pasca gejolak ekonomi global menghantam dunia, kondisi startup tak sama seperti 8 tahun lalu. Saat itu menjadi tahun pembuktian startup-startup Indonesia di mata dunia. Mengutip dari laman Kominfo, menyebutkan paling tidak sekitar 62 startup bangsa dari berbagai industri menerima kucuran dana dari investor dalam dan luar negeri.

Hal ini tak hanya mewarnai percaya diri bangsa dalam berkarya di teknologi, tapi juga mengundang tanda tanya bagi para pengamat teknologi: Apakah Indonesia akan menjadi pusat teknologi utama di ASEAN?

-

-

Lantas, apakah ini akan berhenti di tahun 2023? Di saat ekonomi diramal bakal makin parah bagi beberapa lembaga ternama dunia.

Sejak akhir tahu lalu, sejumlah startup Tanah Air sudah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), fenomena 'badai PHK' inilah yang diramal menjadi sinyal berakhirnya masa kejayaan perusahaan startup.

Sebetulnya, bukan hanya startup di Indonesia perusahaan teknologi dunia juga turut melakukan hal yang sama untuk optimalisasi di masa kondisi ekonomi yang belum kondusif seperti sekarang ini. 'Tech Winter' sebutannya! Di mana fase bisnis sektro teknologi mengalami penurunan pertumbuhan maupun investasinya.

Kalau kita lihat data sepanjang 2022 sudah cukup memukul hati para pekerja startup di dunia.

Sekali lagi, kondisi ekonomi global memaksa pihak perusahaan untuk merestrukturisasi perusahaan, mengevaluasi bisnis secara keseluruhan, dan melakukan beberapa perubahan fundamental.

Kinerja startup sepanjang 2022 yang cukup mengalami tekanan juga menjadi perhatian modal ventura dalam berinvestasi di perusahaan rintisan 2023. Namun bukan berarti dengan kondisi saat ini startup sudah hancur, startup masih mencari jalan bertahan di tengah kondisi ekonomi yang tak pasti.

Belakangan kabar baik sudah menghampiri Indonesia. Ekonomi Tanah Air mampu tumbuh sebesar 5,31% ini menandakan pertumbuhan yang kuat di tengah perlambatan ekonomi global. Angka ini jauh melampaui pertumbuhan tahun 2021 yang hanya 3,7%.

Bahkan, Badan Pusat Statistik (BPS) telah menegaskan bahwa pertumbuhan 5,31% merupakan angka yang tertinggi sejak 2013.

Dengan kuatnya ekonomi Indonesia seiring dengan potensi pasar yang besar serta perkembangan digitalisasi bisa menjadi potensi serta angin segar bagi pengembangan perusahaan rintisan berbasis teknologi di Indonesia.

Selama ini, seiring dengan berkembangnya era digital cukup menarik banyak investor asing untuk masuk ke dalam negeri terutama membiayai startup di Indonesia. Setidaknya ada 3 raksasa China (Tencent, Alibaba, JD.Com) dikabarkan masih menanamkan modalnya pada startup di Tanah Air.

Tencent Holding

Tencent sebagai salah perusahaan teknologi terbesar di dunia tidak hanya melakukan kegiatan bisnis melalui produksi dan inovasi produk saja, namun juga melakukan investasi di berbagai bagian dunia.

Ternyata tidak main-main dalam menggarap pasar Indonesia. Raksasa teknologi asal China ini sudah berinvestasi miliaran dolar AS di sejumlah startup Indonesia.

Melalui Tencent Holdings Limited, yang merupakan sebuah perusahaan induk investasi milik mereka, Tencent juga mengembangkan peranan mereka dalam perusahaan-perusahaan yang juga menyediakan layanan melalui teknologi di seluruh dunia.

Indonesia menjadi salah satu wilayah dengan potensi besar untuk diberikan investasi dalam pengembangan bisnis e-commerce. Salah satu yang menarik pada Tacent Holdings adalah investasinya pada Gojek Indonesia.

Pada 2018 Tacent menggandeng Google untuk menambahkan investasinya ke Gojek dengan bergabung ke pusaran pendanaan terbaru bersama dengan Facebook dan Paypal saat itu. Jumlah nilainya tak disebutkan. Namun kedua perusahaan ini telah berkolaborasi di beberapa project terkait Gojek.

Gojek saat itu memang mengundang daya tarik yang luar biasa. Investor melihat inovasi teknologi yang telah dikembangkan gojek berpotensi memberikan dampak sangat luar biasa sekaligus mempermudah kehidupan warga Indonesia setiap harinya.

Alibaba

Siapa yang tak mengenal Alibaba Group yang didirikan oleh Jack Ma yang merupakan sosok populer di China bahkan di kancah global. Namanya juga dikenal dengan salah satu orang terkaya di bidang e-commerce dan fintech.

Perusahaan Alibaba dijuluki sebagai salah satu raksasa China, Ia juga melebarkan sayap bisnisnya ke Indonesia seolang ingin menikmati potensi cuan di Tanah Air ini. Lantas, siapa saja yang dapat suntikan dana dari Alibaba?

Pertama, pada 2016 lalu, perusahaan Jack Ma berinvestasi membuat layanan pengumpul atau agregator berita UC News yang merupakan bagian dari perusahaan internet UC Web milik Alibaba Mobile Business Group.

Bak tak cukup 1, setahun berselang tepatnya pada 2017 Alibaba dikabarkan telah menanamkan investasi senilai US$ 1,1 miliar atau setara dengan Rp 16,5 triliun kepada Tokopedia sebagai perusahaan kedua yang mendapat suntikan dana. Siapa yang tak kenal Tokopedia? Yang kini bersanding mesra dengan Gojek menjadi PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO).

Begitu pula pasca IPO, jika di flashback Maret 2022 lalu Berdasarkan data pemegang saham GoTo di atas, ada perusahaan pemilik raksasa e-commerce Alibaba Group Holding Limited, yakni Taobao China Holding Limited, yang menguasai 8,76% saham GoTo. Hal ini menjadikan Alibaba Group juga menjadi salah satu pemegang saham dibalik GoTo.

Jack Ma ini tampaknya memang begitu lihai dalam menggaet bisnis e-commerce di Indonesia. Pada tahun yang sama Ia juga turut mengakuisisi 67% saham Lazada senilai US$ 1 miliar atau sekitar Rp 15 Triliun. Ini menjadi perusahaan ketiga yang mendapat suntikan dari Alibaba.

Selanjutnya, Alibaba juga diketahui menambah investasinya ke Lazada sebesar US$ 4 miliar atau sekitar Rp 60 miliar pada Maret 2018 lalu.

Ada juga nama Acsend Money yang merupakan perusahaan dari layanan uang elektronik True Money yang hadir di Indonesia sejak 2015 pasca mengakuisisi layanan pembiayaan daring milik Lazada.

Sebagai informasi, True Money adalah layanan kirim uang tanpa rekening di Tanah Air yang hadir di Indonesia sejak September 2015 melalui PT Wiltami Tunai Mandiri.

JD.Com

Kalau mendengar raksasa China yang satu ini tentunya sudah tak asing. Pasalnya, namanya kian heboh di Indonesia akhir-akhir ini. Ya, benar saja JD.com salah satu yang berperan dalam tumbuh kembanya JD.ID.

Sebagai informasi, JD.ID merupakan hasil usaha patungan JD.com dan Provident Capital. Ia menjelma menjadi salah satu perusahaan jual beli online. Sebelum Ia dikenal dengan JD.ID e-commerce ini dikenal dengan nama 360buy yang menyediakan kebutuhan rumah tangga, elektronik, kosmetik, dan lainnya.

Dengan ini JD.ID menjadi pengencer online terbesar di China sekaligus menjadi pesaing Alibaba.

Diketahui, JD.com sudah memutuskan untuk menutup platform e-commerce milik mereka JD.ID. Kabar soal rencana penutupan JD.ID sudah lama terendus media.

JD.ID telah mengumumkan penutupan permanen pada Maret dan menerima order terakhir pada 15 Februari. Pihak JD.ID mengungkapkan alasan operasional e-commerce dihentikan permanen. Keputusan itu diambil karena JD.com akan berfokus pada pembangunan jaringan rantai pasok lintas negara.

Bukan hanya di Indonesia,JD.com juga memutuskan untuk cabut dari Thailand. Hal ini dipicu oleh lambatnya pertumbuhan penjualan.

Melihat fenomena tersebut, Berdasarkan laporan State of Venture 2022 Pendanaan modal ventura global pada 2022 mencapai US$ 415,1 miliar atau turun 35% jika dibandingkan tahun 2021.

Penurunan paling dalam terjadi di sektor kesehatan digital. Sepanjang 2022 pendanaan untuk startup teknologi bidang kesehatan berkurang 57% (yoy). Kemudian pendanaan untuk startup teknologi ritelturun52% (yoy), dan teknologi keuangan atau fintech turun 46% (yoy).

Dari data ini, cukup menjadi teguran dan renungan bagi para manajemen startup di Tanah Air. Startup yang baru saja menerima dana segar investor pun perlu memprioritaskan penggunaannya untuk pertumbuhan yang berkelanjutan, misalnya untuk riset dan memahami kebutuhan konsumen, alih-alih untuk mengejar kompetitor atau tren.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

-

Pluang Tekankan Pentingnya Keterwakilan Pemuda di Forum G20
(aum/aum)

Sentimen: netral (96.9%)