Sentimen
Negatif (99%)
12 Jan 2023 : 07.42
Informasi Tambahan

BUMN: BRI, Bank Mandiri

Kasus: covid-19, zona merah

'Efek Mengerikan' Bank Nyata, IHSG Jatuh 0,57% Akhir Sesi II

12 Jan 2023 : 14.42 Views 2

CNBCindonesia.com CNBCindonesia.com Jenis Media: Ekonomi

'Efek Mengerikan' Bank Nyata, IHSG Jatuh 0,57% Akhir Sesi II

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ditutup ambrol 0,57% ke 6.584,45 pada penutupan perdagangan hari ini Rabu (11/1/2023), dengan ini bursa saham Tanah Air sudah 2 hari beruntun tak bisa lepas dari tekanan koreksi.

Sejak awal perdagangan dibuka IHSG sudah terjun ke zona merah. IHSG kembali terlempar dari level psikologis 6.600. Ironisnya, statistik perdagangan mencatat ada 350 saham yang mengalami penurunan dan 198 saham yang naik, serta sisanya sebanyak 162 saham stagnan.

Level tertinggi berada di 6.622,79 sesaat setelah perdagangan dibuka, sementara level terendah berada di 6.557,92 sekitar pukul 10:00 WIB. Nilai perdagangan tercatat naik ke Rp 12,1 triliun dengan melibatkan lebih dari 17 miliar saham.

-

-

Saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) menjadi saham yang paling besar nilai transaksinya sore ini, yakni mencapai Rp 1,1 triliun. Sedangkan saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) menyusul di posisi kedua dengan nilai transaksi mencapai Rp 1 triliun dan saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) di posisi ketiga sebesar Rp 964,5 miliar.

Padahal semalam, tiga indeks saham Wall Street kompak menghijau dan Nasdaq Composite memimpin apresiasi dengan kenaikan lebih dari 1%.

Kendati demikian, perlu diketahui bahwa ambrolnya IHSG masih tak bisa dilepaskan dari anjloknya saham-saham bank kakap dengan bobot besar terhadap indeks. Saham BBCA yang turun 0,61%, BBRI jatuh 1,13%, BBNI longsor 2,58%, dan BMRI bahkan drop 3,5% .

Sentimen negatif datang dari suku bunga The Fed. Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang berpotensi mempertahankan sikap hawkish-nya untuk waktu yang lebih lama membuat investor di dalam negeri kembali khawatir bahwa perlambatan ekonomi di AS akan benar-benar terjadi, meski inflasi cenderung terus melandai.

Sebelumnya,Ketua The Fed, Jerome Powell mengatakan dalam pidatonya kemarin bahwa bank sentral berkomitmen kuat untuk menurunkan inflasi, meskipun berpotensi memangkas pertumbuhan ekonomi dan memicu tekanan dari politisi.

"Stabilitas harga adalah bantalan utama bagi ekonomi yang sehat dan memungkinkan masyarakat mendapatkan keuntungan yang tak terhitung dari waktu ke waktu," tutur Powell, dalam pidatonya di Riskbank Conference Selasa kemarin dikutip dari CNBC International.

Powell menambahkan komitmen The Fed untuk memerangi inflasi bisa berdampak buruk ke pertumbuhan ekonomi AS.

Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar kini melihat The Fed akan menaikkan suku bunga masing-masing 25 basis poin pada Februari dan Maret, sehingga puncaknya menjadi 4,75% - 5%.

Probabilitas kenaikan 25 basis poin pada Februari sebesar 75% dan pada Maret 65,9%.

Dengan data ekonomi AS yang sudah mulai menunjukkan tanda-tanda pelambatan, pelaku pasar melihat peluang The Fed bisa menurunkan suku bunga lebih cepat. Perangkat FedWatch menunjukkan suku bunga bisa dipangkas di akhir 2023.

Hal ini tentunya berbeda dengan proyeksi The Fed yang diberikan Desember lalu. Bank sentral paling powerful di dunia ini sebelumnya mengindikasikan akan menaikkan suku bunga dua kali lagi, 50 basis poin pada Februari dan 25 basis poin sebulan berselang hingga menjadi 5% - 5,25%.

Dari dalam negeri, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewanti-wanti sektor bank akan tantangan yang bakal terjadi, scarring effect.

"Beberapa risiko yang perlu diwaspadai perbankan antara lain scarring effect pandemi Covid-19, kenaikan yield surat berharga, potensi depresiasi Rupiah dan penurunan likuiditas," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam keterangan tertulis, Rabu (11/1).

TIM RISET CNBC INDONESIA

-

IHSG Sesi I Tersengat Sentimen BI, Turun 0,59%!
(aum/aum)

Sentimen: negatif (99.8%)