Rahasia 7 Nyawa Bakrie Yang Membuat Dirinya Sukses
CNBCindonesia.com Jenis Media: Ekonomi
Jakarta, CNBC Indonesia - Seperti memiliki memiliki 7 nyawa, grup bisnis Bakrie terus berkibar dan membuat keluarganya menjadi salah satu yang terkaya di Indonesia. Padahal bisnis keluarga ini turut mengalami pasang surut, bahkan disebut-sebut sempat hampir bangkrut oleh Joe Studwell, penulis Asian Godfathers.
Perjalanan bisnis grup ini bermula dari tokoh utamanya, Achmad Bakrie. Pada usia 6-7 tahun, pria kelahiran 1916 ini memulai bisnis pertamanya. Ia menjajakan roti dengan tampah di atas kepala di kampungnya yang berada di Manggala. Akumulasi keuntungan dikumpulkan untuk membeli roti dengan jumlah besar. Kali ini dia mulai berani menjualnya ke luar Manggala dengan menitipkan ke supir bus. Harganya 11 sen.
Kemampuan bisnis Bakrie yang terasah sejak dini ini tak terlepas dari tempat tinggalnya yang terletak dekat pasar. Keseringan keluar-masuk pasar membuatnya akrab dengan kegiatan jual-beli sedari kecil. Dari sini, muncul dorongan untuk melakukan hal serupa. Saat itu, sekitar tahun 1920-an, berdagang adalah salah satu cara untuk mengubah nasib. Bakrie ingin keluar dari kehidupan serba sulit.
"[Saya senang berdagang] daripada bengong," kata Bakrie dalam Achmad Bakrie karya Syafrudin Pohan, dkk.
Keberhasilan berdagang tidak membuatnya lupa sekolah. Dia menempuh pendidikan di HIS dan MULO. Dua sekolah itu dikenal susah untuk ditembus pribumi seperti Bakrie. Karenanya, dia cukup beruntung. Bermodalkan ijazah yang dipunya, peluang untuk studi di universitas terbuka lebar. Alih-alih sekolah kedokteran atau sekolah PNS, dia tetap ingin menjadi pedagang karena lebih menjanjikan.
Meski demikian, mulanya Bakrie bekerja terlebih dahulu di berbagai perusahaan di Lampung. Bakrie tahu gajinya tidak seberapa, tetapi tetap dilakukan untuk mengumpulkan modal. Satu perusahaan yang berhasil mempertebal dompetnya adalah Zuid Sumatera Apotheek. Sesuai namanya, perusahaan itu bergerak di sektor jual-beli obat. Bakrie ditugaskan jadi sales karena pintar akuntansi, bahasa Inggris, dan bahasa Belanda. Uang hasil kerja inilah yang kemudian ditabung untuk bersekolah akuntansi di Jakarta dan modal usaha.
Pada 1942, Jepang datang dan mengubah hidup Bakrie. Bukan menjadi melarat, tetapi sebaliknya. Kedatangan Dai Nippon membuat seluruh aktivitas Belanda terpaksa berhenti. Mulai dari perusahaan sampai transportasi. Apotek tempat dia bekerja juga terdampak. Bakrie punya naluri bisnis yang kuat. Dia pandai memprediksi datangnya uang. Sebelum apoteknya bubar, Bakrie mengambil seluruh stok obat. Dia percaya impor obat dari kapal Belanda akan distop Jepang. Dampaknya, jelas membuat obat-obatan langka dan harganya mahal.
Prediksi itu jadi kenyataan. Jepang menyetop seluruh kapal Belanda, termasuk yang membawa obat. Di Lampung obat menjadi mahal. Hanya milik Bakrie yang tersedia. Maka, sesuai hukum permintaan, harga stok obat Bakrie menjadi mahal. Dia ketiban durian runtuh. Hasil keuntungan kemudian melahirkan "Bakrie & Brothers General Merchant And Commission Agent" pada 10 Februari 1942. Bisnisnya itu bergerak di sektor hasil bumi.
Tak hanya itu, selama di zaman Jepang, Bakrie pandai berkenalan dengan siapapun, termasuk polisi Jepang. Pernah suatu waktu, dia dan kakaknya tak sengaja melihat orang Jepang yang kesulitan karena mobilnya mogok. Bakrie menawarkan bantuan, tetapi dengan meminta imbalan. Mobilnya kembali berjalan. Selang beberapa hari kemudian, orang Jepang itu adalah polisi berpengaruh. Sebagai imbalan, polisi itu memberi lisensi trayek. Belakangan, lisensi itu digunakannya untuk bisnis di sektor transportasi.
Setelah merdeka, Bakrie lagi-lagi dapat durian runtuh. Gaung nasionalisme membuat perusahaan asing dinomorduakan. Sebagai pedagang lokal, dia dapat berkah cukup banyak. Pada 1950-an, dia berhasil mengakuisisi perusahaan baja yang terpaksa dilepas Belanda. Lalu dia juga menerima kucuran modal dari pemerintah lewat skema Gerakan Banteng karena statusnya sebagai pengusaha lokal.
"Setelah itu bisnis Bakrie semakin besar. Sepeninggal Achmad Bakrie, putra tertuanya, Aburizal Bakrie, menjalankan bisnis dan mengalami perkembangan pesat, meskipun di tangan anaknya pula Bakrie Group hampir bangkrut," tulis Joe Studwell dalam Asian Godfathers (2017).
[-]
-
Meski Sudah Untung, Kok BRMS Tak Kunjung Tebar Dividen?(Arrijal Rachman/ayh)
Sentimen: positif (93.9%)