Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Pemilu 2019
Kab/Kota: Menteng
Kasus: covid-19
Tokoh Terkait
2023 Dinilai Jadi Momen Pertaruhan Demokrasi, Bergerak Maju atau Makin Terkikis
Kumparan.com Jenis Media: News
Politikus Gerindra Fadli Zon memberikan catatan jelang akhir tahun menuju 2023. Menurutnya, masih banyak persoalan yang harus menjadi perhatian publik, termasuk yang berkaitan dengan demokrasi.
Fadli menyoroti dua hal utama terkait demokrasi. Pertama yakni soal wacana penundaan pemilu. Menurutnya meski jadwal pemilu sudah ditetapkan, masyarakat harus terus mengawal agar wacana ini tak diungkit kembali.
"Bulan lalu, misalnya, sejumlah media melaporkan masih adanya wacana penundaan pemilu yang datang dari aktor-aktor politik," kata Fadli Zon dalam keterangannya, Kamis (29/12).
"Sebagai wacana yang inkonstitusional, pemerintah hendaknya tak lagi membiarkan ketidakpastian penyelenggaraan pemilu, karena bisa merusak aspek konstitusionalitas, struktural, dan politis pada sistem demokrasi Indonesia," imbuh dia.
Kedua yakni persoalan mendasar terkait pelaksanaan Pemilu Serentak 2024. Ia mengajak semua pihak memastikan persoalan daftar calon tetap (DCT), persoalan hitung cepat hingga kesejahteraan petugas di TPS.
"Indonesia perlu mengambil pelajaran berharga dari pengalaman Pemilu 2019 yang menyisakan sejumlah problem mendasar yang sangat serius," ungkapnya.
"Mulai dari persoalan DPT (Daftar Pemilih Tetap), netralitas penyelenggara pemilu, problem hitung cepat, hingga meninggalnya ratusan petugas pemilu, hingga persoalan terkait ancaman jaminan kebebasan sipil dan berpendapat," ujar dia.
Kesuksesan semua pihak dalam mengantisipasi dan menangani persoalan tersebut, menurut Fadli, akan menjadi tolak ukur kesuksesan demokrasi pada 2023 mendatang.
"Tahun 2023 akan menjadi sejarah sekaligus tikungan baru dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Dalam kondisi demokrasi yang masih cacat (flawed democracy), bangsa ini dihadapkan dengan satu agenda besar yaitu Pemilu Serentak," ujarnya.
"Karenanya tak berlebihan kalau tahun 2023 dapat dikatakan sebagai momen pertaruhan bagi konsolidasi demokrasi Indonesia. Apakah bergerak maju atau semakin terkikis," sambung dia.
Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) sempat menyinggung isu perpanjangan jabatan presiden dan presiden tiga periode. Pernyataan itu disampaikan Bamsoet ketika menanggapi hasil survei Poltracking Indonesia yang mengungkapkan kepuasan pada kinerja pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin sebesar 73,2%.
"Pertanyaan pentingnya bagi saya bukan soal puas tidak puasnya publik, tapi apakah ini berkolerasi dengan keinginan publik untuk terus Presiden Jokowi ini memimpin kita semua? Artinya pemerintah hari ini dua tahun lalu telah kehilangan kesempatan untuk bergerak karena COVID-19 dua tahun," kata Bamsoet, Kamis (8/12).
"Kemudian deras sekali pro kontra di masyarakat ada yang memperpanjang, ada yang mendorong tiga kali. Tapi terlepas itu, saya sendiri ingin tahu keinginan publik apa?" lanjutnya.
Pernyataan itu menjadi sorotan. Berbagai elite politik ramai-ramai mengkritiknya. Salah satunya Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Demokrat Herzaky Mahendra Putra yang menyindir Bamsoet haus dengan kekuasaan.
Sentimen: negatif (94.1%)