Sentimen
Positif (72%)
22 Des 2022 : 19.20
Tokoh Terkait

Rusia Investasi ke Telegram, Durov Klaim Kantongi Rp14,4 T

CNNindonesia.com CNNindonesia.com Jenis Media: Tekno

22 Des 2022 : 19.20
Rusia Investasi ke Telegram, Durov Klaim Kantongi Rp14,4 T
Jakarta, CNN Indonesia --

Dana Investasi Langsung Rusia (RDIF) yang dikendalikan pemerintah mengumumkan telah bergabung dengan Mubadala Investment Co asal Abu Dhabi untuk membeli obligasi dari aplikasi pesan Telegram.

Laporan tersebut dikabarkan oleh perwakilan RDIF, namun pihaknya enggan menyebutkan angka pasti berapa dana yang dikucurkan kepada Telegram.

Kabar tersebut juga telah dikonfirmasi langsung oleh pendiri Telegram, Pavel Durov. Ia mengatakan pihaknya telah berhasil mendapatkan kucuran dana US$1 miliar atau Rp14,4 triliun dari total penjualan obligasi.

-

-

"Dengan senang hati saya mengumumkan bahwa Telegram telah mengumpulkan lebih dari US$1 miliar dengan menjual obligasi ke beberapa investor terbesar dan paling berpengaruh di seluruh dunia," ujarnya Selasa (23/3).

Lebih lanjut ia menjelaskan hal ini memungkinkan Telegram untuk melanjutkan pertumbuhan secara global sambil mempertahankan nilai-nilainya dan tetap independen.

Juru bicara Telegram Mike Ravdonikas mengatakan sementara RDIF tidak berpartisipasi dalam penjualan murni. Dana yang dikendalikan negara itu tampaknya hanya membeli sejumlah kecil obligasi Telegram di pasar sekunder.

Bos Telegram Pavel Durov. (Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

"Mengingat hak pemegang obligasi terbatas dan obligasi tidak memberikan kekuatan untuk mempengaruhi nilai atau strategi perusahaan, kami tidak menganggap transaksi obligasi Telegram di pasar sekunder sebagai masalah," ujar Ravdonikas seperti dikutip Bloomberg.

Sebelumnya Mubadala dan beberapa perusahaan Au Dhabi yang memiliki saham mengumumkan telah melakukan investasi senilai US$75 juta atau senilai lebih dari Rp10 miliar ke Telegram.

Aplikasi besutan Pavel Durov ini merupakan media sosial yang sempat dilarang beroperasi di Rusia dari 2018 hingga Juni 2020 lalu. Hal itu dilakukan usai Telegram menolak untuk memberikan kunci enkripsi kepada penegak hukum untuk membaca pesan pengguna.

Selama dua tahun, perusahaan menggagalkan upaya untuk menegakkan larangan tersebut, termasuk mengubah IP adress untuk menghindari pemblokiran, hingga akhirnya Rusia kembali membuka akses Telegram di negaranya pada Juni lalu, seperti dikutip livemint.

(can/DAL)

[-]

Sentimen: positif (72.7%)