Sentimen
Informasi Tambahan
Brand/Merek: Coca Cola
Kab/Kota: Bekasi
Tokoh Terkait
Kadin soal Cukai Plastik dan Minuman Manis Kemasan: Tidak Tepat Sasaran
Kumparan.com Jenis Media: News
Ketua Umum Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid, mengatakan Kadin pada dasarnya melihat cukai sebagai instrumen yang baik untuk meningkatkan pendapatan negara serta kemakmuran masyarakat.
"Tetapi dengan kondisi industri Indonesia yang sedang dihadapi berbagai gejolak ekonomi global, adanya cukai berpotensi memberikan beban tambahan sehingga dapat merugikan industri dan masyarakat sebagai konsumen," ujarnya kepada kumparan, Sabtu (17/12).
Arsjad menuturkan, salah satu dampak dari pengenaan tarif cukai adalah kenaikan harga pada produk yang menjadi objek cukai dan mengurangi daya saing produk dalam negeri. Kenaikan harga jual produk tentunya akan menyesuaikan dengan tarif cukai yang ditetapkan oleh pemerintah.
Dengan demikian, jika cukai diterapkan untuk kemasan plastik, dia menilai hal ini akan berpotensi membuat masyarakat beralih ke produk kemasan plastik impor yang secara relatif akan lebih terjangkau.
"Imbas dari kenaikan harga kemasan plastik ini akan sangat berdampak pada masyarakat kelas menengah ke bawah, karena kurangnya wawasan dan kesadaran untuk beralih pada produk yang lebih ramah lingkungan," tambahnya.
Arsjad menyebut masyarakat juga masih cenderung memilih produk kemasan plastik dari kemasan yang lebih ramah lingkungan seperti kertas, lantaran lebih tahan lama dan relatif lebih terjangkau. Tak hanya itu, dia juga melihat cukai juga tidak efektif mengurangi limbah plastik.
"Kadin melihat diperlukan langkah lainnya selain kebijakan cukai. BPS mencatat sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton per tahun. Maka dari itu, butuh kebijakan dan juga infrastruktur untuk sistem daur ulang limbah plastik yang memadai," jelasnya.
Cukai Minuman Manis Kemasan Tidak Tepat Sasaran
Terkait pungutan cukai pada minuman bermanis dalam kemasan, Arsjad juga melihat kebijakan ini kurang tepat sasaran jika alasan pemerintah adalah atas dasar kesehatan.
"Diabetes menjadi penyebab kematian nomor satu di Indonesia didorong oleh kebiasaan masyarakat yang pangan utamanya adalah nasi putih. Apabila cukai ini diterapkan, maka tingkat efektivitasnya berisiko relatif rendah untuk menekan angka diabetes," kata dia.
Selain itu, tambah Arsjad, budaya masyarakat yang suka minuman manis, membuat permintaan terhadap minuman manis menjadi inelastis (tidak mudah berubah jika harga naik/turun).
"Sama halnya dengan produk kemasan plastik, apabila cukai ini diterapkan, malah berisiko mengurangi daya beli masyarakat terhadap barang/pangan pokok lainnya," tegasnya.
Dalam menanggulangi isu diabetes, Kadin melihat diperlukan langkah lainnya. Misalnya, pemerintah harus lebih gencar mensosialisasikan terkait penyakit dan bahaya diabetes, dan regulasi pembatasan kadar gula juga harus diperkuat di industri-industri minuman. Hal ini akan lebih efektif untuk mengontrol kadar gula yang dikonsumsi masyarakat daripada cukai.
Terakhir, Arsjad menyebutkan sebaiknya pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan alternatif yang tetap dapat menjadi solusi dari isu plastik dan diabetes. Dia pun melihat pengalaman selama ini, pra jalan pengenaan tarif cukai pemerintah seringkali tidak sesuai dengan implementasinya.
"Sehingga dunia usaha dituntut untuk wait and see dan adaptasi secara tiba-tiba. Kadin berharap kebijakan pengenaan tarif cukai harus betul-betul dipertimbangkan dengan baik dan disesuaikan dengan target yang ingin dicapai," pungkasnya.
Sentimen: negatif (100%)