Pengusaha: UMP 2023 Naik 10 Persen, Pemerintah Tak Pikirkan Nasib Pencari Kerja
Liputan6.com Jenis Media: Ekonomi
Liputan6.com, Jakarta - Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Anton J Supit, menilai pemerintah tidak banyak mempertimbangkan pengusaha atau pemberi kerja dalam putusan kenaikan upah minimum, atau UMP 2023 maksimal 10 persen.
"Menurut saya yang tidak bijaksananya, peraturan ini tidak mengacu kepada kepentingan pencari kerja," ujar Anton kepada Liputan6.com, Minggu (20/11/2022).
Anton mengeluhkan, pemerintah cenderung melihat dunia usaha dari kacamata sempit dalam menetapkan aturan upah minimum 2023, yakni pada sektor-sektor yang sedang meraup keuntungan besar seperti sawit, batu bara, dan nikel.
"Beberapa sektor sekarang justru lagi kesulitan, seperti garmen. Itu order dari luar negeri turun rata-rata 30 persen. Kalau sepatu turunnya 50 persen. Permintaan karet pun turun," ungkapnya.
Saat permintaan atas produksi barang tersebut turun, ia menambahkan, pengusaha garmen, sepatu dan karet juga mempekerjakan orang yang tidak sedikit.
"Bayangkan saja, kalau pabrik sepatu dibilang ada 10.000 pekerja itu kecil, karena ada yang 100.000 (orang). Dengan 10.000 (pekerjak saja, kalau gaji rata-rata Rp 5 juta, kali aja, itu sebulan Rp 50 miliar musti bayar," paparnya.
"Kalau pabrik tidak ada pekerjaan, you sanggup tahan berapa lama?" singgung Anton.
Oleh karenanya, ia berpikir perhitungan kenaikan upah minimum 2023 yang tercantum dalam Permenaker 18/2022 masih belum tepat dan bijaksana. Selain itu, aturan tersebut juga diasumsikannya seakan hanya ingin memenuhi kelompok kepentingan tertentu saja, yakni sebagian buruh formal.
"Jadi saya tidak mau mengatakan setuju atau tidak setuju, tapi sangat memprihatinkan kebijakan yang keluar itu, karena kebijakan ini harus ada yang bayar ongkos. Siapa yang bayar ongkos, adalah para pencari kerja," tegasnya.
Sentimen: positif (86.5%)