Sentimen
Ekonom paparkan cara untuk keluar dari `middle income trap`
Elshinta.com Jenis Media: Nasional
Para pembicara dan peserta dalam seminar Dies Natalis ke-72 FEB UI yang diselenggarakan oleh Lembaga Manajemen (LM) FEB UI di kampus Salemba, Jakarta, Rabu. (LM FEB UI)
Elshinta.com - Ekonom Makroekonomi Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI Teuku Riefky memaparkan berbagai langkah yang harus ditempuh Indonesia untuk keluar dari middle income trap atau jebakan pendapatan kelas menengah.
Saat ditemui disela seminar Dies Natalis ke-72 FEB UI oleh Lembaga Manajemen (LM) FEB UI di Kampus Salemba, Jakarta, Rabu, dia mengatakan Indonesia perlu melakukan transisi ke sektor industri yang memberikan output besar, namun membutuhkan tenaga kerja yang sedikit.
Dia memaparkan transisi harus dilakukan dari first stage yakni sektor komoditas/ pertanian yang serapan tenaga kerjanya banyak namun outputnya relatif kecil, ke second stage yakni sektor manufaktur yang outputnya besar namun serapan tenaga kerjanya juga besar.
Kemudian transisi ke third stage yakni sektor tersier/ service yang outputnya besar namun serapan tenaga kerjanya relatif kecil, seperti perusahaan teknologi.
"Middle income trap adalah kalau kita gagal berangkat dari stage 1,5 ke 2 atau 2 ke 3," kata Riefky.
Demi mencapai tahap itu, menurut dia, kuncinya adalah mendorong investasi ke sektor manufaktur yang menghasilkan nilai tambah yang lebih.
"Jadi perlu adanya hilirisasi. Kalau kita terus berkutat di sektor yang katakanlah nilai tambahnya rendah, misalnya pengolahan sawit, pengolahan tekstil, pengolahan produk kulit, kita tidak meningkat skill-nya," kata Riefky.
Selain itu dia mengatakan permasalahan Indonesia belum bisa keluar dari middle income trap, karena tidak ada konsistensi kebijakan yang mana kebijakan berubah ketika rezim berganti.
Padahal, menurut dia, sebuah negara membutuhkan waktu 20 hingga 30 tahun untuk keluar dari middle income trap.
"Indonesia rentan terhadap middle income trap karena setiap rezim berubah, sektor yang didorong juga berubah," kata Riefky.
Dia mengingatkan momentum keunggulan bonus demografi Indonesia hanya sampai tahun 2035, dimana setelahnya piramida usia penduduk akan berbalik, dimana usia nonproduktif akan menjadi lebih banyak.
Artinya, momentum Indonesia untuk keluar dari middle income trap hanya sisa 13 tahun lagi, sisanya akan lebih sulit untuk dilakukan.
"Kalau penduduk yang usia produktif menjadi tua, padahal selama usia produktif dia tidak produktif, ini menjadi beban, satu beban fiskal tentu dari berbagai macam asuransi. Dan dependency ratio juga menjadi berat, satu masyarakat produktif menanggung lebih banyak masyarakat tidak produktif, " kata Riefky.
Sentimen: negatif (66.5%)