Sentimen
Informasi Tambahan
Hewan: Babi
Kab/Kota: Washington, Shanghai
Kasus: covid-19, pengangguran, Kemacetan
Partai Terkait
Bursa Asia Ditutup Beragam, Setelah Inflasi China Dirilis
CNBCindonesia.com Jenis Media: Ekonomi
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik kembali ditutup beragam pada perdagangan Rabu (9/11/2022), di mana investor merespons beragam dari data inflasi China pada periode Oktober 2022.
Indeks Straits Times Singapura ditutup menguat 0,6% ke posisi 3.164,77, ASX 200 Australia bertambah 0,58% ke 6.999,3, KOSPI Korea Selatan melesat 1,06% ke 2.424,41, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir terapresiasi 0,28% menjadi 7.070,08.
Sedangkan untuk indeks Nikkei 225 Jepang ditutup melemah 0,56% ke posisi 27.716,43, Hang Seng Hong Kong ambles 1,2% ke 16.358,52, dan Shanghai Composite China terkoreksi 0,53% menjadi 3.048,17.
Dari China, inflasi pada periode Oktober 2022 dilaporkan turun dari bulan sebelumnya. Berdasarkan data Biro Statistik Nasional (NBS) China,inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) atau indeks harga konsumen (IHK) periode bulan lalu turun menjadi 2,1% secarea tahunan (year-on-year/yoy), dari sebelumnya pada September lalu sebesar 2,8%.
IHK periode bulan lalu menjadi yang terendah sejak Maret 2022 dan berada di bawah ekspektasi para ekonom sebesar 2,4% (yoy).
Inflasi makanan tercatat turun menjadi 7% (yoy), dari sebelumnya 8,8% (yoy) pada September 2022, kendati harga daging babi masih tinggi.
Selain itu, inflasi non-makanan melambat menjadi 1,1% (yoy), dari 1,5% (yoy) pada September lalu, di tengah kenaikan yang lebih kecil pada harga transportasi & komunikasi, yakni 3,1% (yoy) dan kesehatan 0,5% (yoy).
Adapun, inflasi pakaian tidak berubah sebesar 0,5% (yoy). Sementara itu, biaya perumahan mencatatkan deflasi 0,2%.
China telah menetapkan target inflasi di kisaran 3% untuk 2022, sama seperti pada 2021.
IHK inti, yang tidak termasuk harga pangan dan energi yang bergejolak, tercatat stagnan 0,6% (yoy).
Sementara itu secara bulanan, IHK China pada Oktober 2022 tercatat sebesar 0,1%, juga lebih rendah dari proyeksi sebesar 0,3%.
Di sisi lain, inflasi berdasarkan producer price index (PPI) atau indeks harga produsen (IHP) China minus 1,3% pada Oktober lalu, pertama kalinya sejak Desember 2020. Ini diakibatkan oleh penurunan harga besi dan baja.
"Perubahan indeks harga produsen China cenderung mendahului perubahan serupa di AS sekitar satu atau dua bulan," tutur Francoise Huang, ekonom senior di Allianz Trade, kepada CNBC International.
Sementara itu dari Korea Selatan, tingkat pengangguran tetap rendah pada bulan Oktober, menunjukkan pasar tenaga kerja bertahan dalam menghadapi kenaikan suku bunga.
Tingkat pengangguran tetap tidak berubah di 2,8%, meleset dari perkiraan ekonom yang memperkirakan akan sedikit naik menjadi 2,9%. Ekonomi menambahkan 677.000 posisi dari tahun sebelumnya.
Bank sentral Korea (Bank of Korea/BoK) telah menaikkan suku bunga acuan selama lebih dari satu tahun untuk mengekang tekanan inflasi, termasuk dua kenaikan setengah poin pada bulan Juli dan Oktober.
Sementara untuk regulasi Covid-19 yang dilonggarkan telah membantu menyangga dampak pengetatan kebijakan, meningkatkan konsumsi yang penting bagi ketenagakerjaan.
Sikap investor di Asia-Pasifik cenderung beragam di tengah harapan bahwa pemilu paruh waktu Kongres Amerika Serikat (AS) dapat membawa perubahan ekonomi AS menjadi lebih baik dan terlepas dari krisis.
Pelaku pasar mengharapkan Partai Republik untuk mengambil kembali Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS dan mungkin memenangkan Senat juga ketika hasil mulai bergulir pada Selasa malam.
Investor cenderung menyukai gagasan 'kemacetan' di Washington dengan Kongres dan Presiden yang terbagi karena akan membatasi pengeluaran pemerintah, pajak dan peraturan baru.
"Reaksi pasar keuangan terhadap kemenangan Partai Republik harus diredam, karena hasil DPR sudah diharapkan secara luas, dan hasil Senat membuat sedikit perbedaan pada hasil kebijakan jika Partai Republik mengendalikan DPR," tulis Jan Hatzius dari Goldman Sachs dalam sebuah catatan.
"Kemenangan Demokrat yang mengejutkan di DPR dan Senat kemungkinan akan membebani ekuitas, karena pelaku pasar mungkin mengharapkan kenaikan pajak perusahaan tambahan," tambah Hatzius.
Selain pemilu paruh waktu Kongres AS, investor juga menanti tingkat inflasi konsumsi AS pada Oktober yang diperkirakan mencapai 8% (yoy), lebih rendah dari bulan sebelumnya sebesar 8,2%.
Inflasi menjadi fokus utama karena dapat menentukan sikap bank sentral AS (Federal Reserves/The Fed) berikutnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[-]
-
Baru 1,5% Warga RI Jadi Investor Saham, Kalah Sama Tetangga(chd/chd)
Sentimen: negatif (99.9%)