SABTU, 5 November menjadi tonggak sejarah bagi para lora dan bhindereh di Madura. Lora merupakan putra kiai dengan jumlah santri yang cukup signifikan. Sementara Bhindereh adalah putra kiai yang ada di kampung kampung. Kedua istilah ini beda tipis, namun cakupan dakwahnya sama; merawat umat.
Sebuah harapan dan gagasan besar lahir dikapal Fery yang ditumpangi oleh para tokoh-tokoh penting di Madura. Ya, pada momentum tersebut, Gus Miftah seorang dai milenial yang menjadi rujukan para remaja masa kini bisa hadir di Madura untuk memberi inspirasi dan motivasi kepada para tokoh muda, para Lora dan Bhindereh untuk terus mengambil peran dalam menjalankan misi dakwah. Gus Miftah adalah sosok dai yang mendapat amanah dari pada kiai-kiai sepuh untuk terus merawat Indonesia dengan definisi dan konsep yang telah ia bangun sendiri.
Pertemuan para lora dan Gus miftah dikapal fery ini bisa dikatakan jarang bahkan langka, mengingat selama menjalankan dakwahnya Gus Miftah sering tampil dihapan ratusan ribu jamaah dengan desain yang cukup matang. Hari ini (5 november ) sangat berbeda, acaranya dikapal dan hanya orang-orang tertentu yang bisa bertukar pikiran dengan Gus Miftah terkait problematika Madura yang selama ini mencuat kepermukaan.
Gus Miftah, dalam prolognya mengajak kita untuk bisa mengamati peluang dakwah sehingga sasaranya betul betul dirasakan oleh orang lain. Bahkan dengan blak blakan beliau menyampaikan bahwa dalam berdakwah ini jangan takut akan kesalahan. Karena dengan kesalaahan tersebut dapat memilah siapa sebetulnya seseorang yang betul betul mendukung metode dakwahnya. Hal itu diungkapkan Gus Miftah bukan tanpa dasar, sebab hal itulah yang menimpa dirinya ketika ada sedikit kesalahan, sifat aslinya seseorang akan keliahatan. Mana yang betul betul mendukung akan dakwahnya dan siapa para pecundang itu.
BACA JUGA:Gus Miftah Bertemu Ridwan Kamil saat Berhaji, Tawaf Bersama hingga Janji Makan Sate Klathak
Gus Miftah, Lora, Bhindereh dan Peradaban Madura
SABTU, 5 November menjadi tonggak sejarah bagi para lora dan bhindereh di Madura. Lora merupakan putra kiai dengan jumlah santri yang cukup signifikan. Sementara Bhindereh adalah putra kiai yang ada di kampung kampung. Kedua istilah ini beda tipis, namun cakupan dakwahnya sama; merawat umat.
Sebuah harapan dan gagasan besar lahir dikapal Fery yang ditumpangi oleh para tokoh-tokoh penting di Madura. Ya, pada momentum tersebut, Gus Miftah seorang dai milenial yang menjadi rujukan para remaja masa kini bisa hadir di Madura untuk memberi inspirasi dan motivasi kepada para tokoh muda, para Lora dan Bhindereh untuk terus mengambil peran dalam menjalankan misi dakwah. Gus Miftah adalah sosok dai yang mendapat amanah dari pada kiai-kiai sepuh untuk terus merawat Indonesia dengan definisi dan konsep yang telah ia bangun sendiri.
Pertemuan para lora dan Gus miftah dikapal fery ini bisa dikatakan jarang bahkan langka, mengingat selama menjalankan dakwahnya Gus Miftah sering tampil dihapan ratusan ribu jamaah dengan desain yang cukup matang. Hari ini (5 november ) sangat berbeda, acaranya dikapal dan hanya orang-orang tertentu yang bisa bertukar pikiran dengan Gus Miftah terkait problematika Madura yang selama ini mencuat kepermukaan.
Gus Miftah, dalam prolognya mengajak kita untuk bisa mengamati peluang dakwah sehingga sasaranya betul betul dirasakan oleh orang lain. Bahkan dengan blak blakan beliau menyampaikan bahwa dalam berdakwah ini jangan takut akan kesalahan. Karena dengan kesalaahan tersebut dapat memilah siapa sebetulnya seseorang yang betul betul mendukung metode dakwahnya. Hal itu diungkapkan Gus Miftah bukan tanpa dasar, sebab hal itulah yang menimpa dirinya ketika ada sedikit kesalahan, sifat aslinya seseorang akan keliahatan. Mana yang betul betul mendukung akan dakwahnya dan siapa para pecundang itu.
Masih dalam pertemuan tersebut. Gus Miftah dengan sangat lantang mengobarkan semangat dakwahnya agar para lora dan bhindereh sangat lihai dalam memainkan peran, sehingga peluang dakwah bisa didapat tanpa menyerang orang lain. Dakwah tersebut adalah memperhatikan, mengamati dan memberi solusi. Karena dakwah bukanlah sesuatu yang memaksa kehendak, akan tetapi menyampaikan pesan sakral, sehingga sangat tepat jika dikatakan bahwa dakwah sesungguhnya adalah, bagaimana orang yang didakwahi merasa nyaman dan terlidungi.
Gus miftah juga mengingatkan, bahwa Madura harus menjadi kiblat akan komitmenya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. Para lora dan bhindereh harus berada digarda terdepan untuk terus merawat, menjaga akan keragaman negeri ini. kitalah yang sangat punya banyak saham akan negeri ini. Jangan biarkan mereka dengan seenaknya menggoyahkan keragaman Indonesia dengan cara memprovokasi umat atas nama agama.
Disamping Gus Miftah, Lora Nasih sebagai sosok yang menjadi inisiator akan berlangsungnya pertemuan ini sangat menaruh cita cita besar untuk melestarikan peradaban Madura yang selama di gambarkan sebagai warga dengan penuh etika. “ Madura sampai detik ini masih sangat teguh dengan ikatan antara murid dan guru. Gambaran utuh tersebut dapat dilihat dari pergerakan masyarakatnya yang selalu mengedepankan dawuh guru dari pada lainnya”. Apa yang disampaikan lora Nasih saat sambutan adalah ketegasan bahwa Madura masih tetap eksis dengan filosofinya; Bhupa’ Bhabbhu’ Guru Rato, ungkapan itu mempunyai arti bahwa orang Madura masih kokoh dengan yang namanya taat kepada kedua orang tua dan guru. Dalam konteks kekinian, guru bagi orang Madura adalah sosok yang sudah memberi siraman sepritual sehingga menunjukan seseorang kejalan yang lurus sesuai dengan keyakinan beragama. Dalam hal ini sangat pas jika lora Nasih berharap untuk terus menjalin persatuan dan kesatuan antar para lora dan Bhindereh di Madura.
Selain lora Nasih, beberapa lora juga melontarkan gagasan dan harapan kepada Gus Miftah. Salah satunya adalah Lora Madzkur dari Sumenep. Beliau menyampaikan bahwa permasalahan terbesar para lora ini adalah, takutnya cengkolang (su’ul adab), sehingga mereka merasa sungkan ketika hendak diorbitkan. Ini masih melekat pada diri seorang lora dan bhindereh. Semua tindak langkah selama ini pasti melewati dari para masyayikh, para lora ini seakan kurang afdlal jika hanya berangkat sendiri sendiri. lora madzkur juga mengklaim bahwa tindakan seperti tentu ada plus minusnya, namun juga harus ditegaskan bahwa sedemikian itulah akan mengokohkan nilai nilai keindonesian. Karena dengan tegak lurus ajan garis para ulama sepuh di Madura, Indonesia akan sulit dirongrong oleh kelompok yang sama sekali tidak punya aset untuk Negara tercinta ini.
Juga dari Lora Khorin Zaini menyampaikan bahwa di Madura ini para lora perlu bersatu untuk menjaga dan melestarikan kekeyaan khzanah yang dimiliki para ulama. Dan sangat diharap Gus Miftah bukan hanya satu kali ini untuk hadir di Madura, akan tetapi harus lebih sering untuk memberi metode dan motivasi kepada para lora dan Bhindereh. Karena sampai detik ini Gus Miftah, adalah sosok pengendali dan cukup lihai dalam memainkan fungsi dakwah. Kata lora Khoiron: Dengan Gus Miftah dan para lora dan Bhindereh, Madura harus dibersihkan dari oknum oknum yang terus membawa dan menebar kebencian, lebih lebih menjelang Pilpres dan Pileg 2024!
Selain itu pada kesempatan dialog, para lora dan Bhindereh sepakat bahwa tokoh tokoh muda ini akan selalu merawat dan mengawal terhada NKRI dengan cara dan peran masing masing. Kita sepakat berbeda dengan tidak mengesampingkan kultur Madura. Mengapa demikian? Karena merawat NKRI sejatinya adalah menjaga agama, dan menjaga agama bagian dari Maqashidus Syariah (tujuan prinsip syariat Islam)yang harus dijadikan patokan dalam melangsungkan kehidupan. NKRI adalah nadi kita semua, NKRI adalah ruh kita semua, maka Madura siap menjadi kiblat akan moderasi beragama menuju kejayaan Indonesia untuk dunia. Diyakini oleh para tokoh muda ini, bahwa jika Madura dengan kekayaan khzanahnya, akan mampu untuk mengisi ruang publik sehingga tidak heran jika akan menjadi rujukan para tokoh nasional.
Walhasil, dari bincang santai namun gayeng ini, ada beberapa poin yang sangat perlu untuk dilakukan oleh para lora dan Bhindereh di Madura. Pertama, memegang prinsip kearifan lokal, sehingga jika kearifan lokal terus kita pertahankan, dengan optimis kita tidak mudah untuk digoyah oleh siapapun dan pihak manapu. Kedua, urgensitas kebersamaan agar bisa melangkah dengan konkrit. Karena jika diluar kita bisa memasarkan produknya, dikomunitas kita sangat mungkin untuk mengorbitkan para tokoh muda, karena kita memiliki semuanya apa yang diperlukan oleh masyarakat. Ketiga, saling menunjang dan mendukung. Bukan malah saling menjatuhkan. Keempat, Lora, Bhindereh di Madura harus berpangku tangan menuju kemajuan dan martabat Indonesia. Oleh karena itu, mari kita mulai untuk berjalan bersama sama, tanpa memandang status dan posisi seorang menuju Madura bermartabat dan menjadi kiblat. Kehadiran kita harus banyak berperan dsegal sektor.
Idiom cinta NKRI bukan hanya dalam retorika, akan tetapi pada aksi nyata. Setia NKRI bukan hanya pada obsesi, akan tetapi harus berbarengan dengan i’tikad dan kebersihan hati. Mempertahankan NKRI bukan hanya dengan tatapan kosong, akan tetapi harus dengan bersama-sama dan gotong royong. Melihat NKRI bukan hanya satu agama, akan tetapi dengan cara menghormati sesama. Menanamkan kesemangatan jiwa terhadap NKRI bukan sekedar teriakan, akan tetapi harus dengan pembuktian. Para lora dan Bhindereh se Madura siap untuk membuktikan semua itu sebagai penegasan bahwa Madura masih eksis dan istiqomah terhadap NKRI yang sejak lama ditanamkan oleh Syaichona Mohamad Cholil sebagai rujukan utama para ulama nusantara.