Sentimen
Positif (66%)
22 Nov 2023 : 12.59
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Kab/Kota: Doha

Kasus: Teroris

Tokoh Terkait
Ismail Haniyeh

Ismail Haniyeh

Peran Penting Qatar sebagai Mediator Negosiasi Israel-Hamas

22 Nov 2023 : 19.59 Views 3

CNNindonesia.com CNNindonesia.com Jenis Media: Internasional

Jakarta, CNN Indonesia --

Berbagai negara di Timur Tengah, seperti Mesir, Oman, dan Kuwait, berbondong-bondong menginginkan peran untuk menjadi mediator konflik yang terjadi di kawasan, terutama terkait perang antara Israel dan Palestina.

Namun, Qatar yang merupakan negara kecil kaya akan pasokan gas cair muncul sebagai pihak penengah dan menganjurkan dialog.

Dilansir dari The Guardian, Qatar sebelumnya telah aktif di Ukraina, Lebanon, Sudan, Iran, Afghanistan serta Gaza, dan saat ini dalam proses menjadi tuan rumah bagi kepemimpinan Taliban dan sayap politik Hamas.

Para pengamat menilai bahwa keinginan Qatar untuk terus berperan sebagai mediator adalah menjadikan negaranya diperlukan oleh komunitas internasional dan dilindungi dari intervensi Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA).

Ambisi Al Thani sebagai pemain geopolitik global

Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, Emir Qatar yang berhasil merebut kekuasaan 10 tahun lalu sangat bersikeras untuk memposisikan negara kecilnya menjadi pemain dalam geopolitik global.

Perang yang saat ini terjadi antara Hamas dan Israel membuka kesempatan bagi Thani untuk mencapai posisi yang lebih tinggi dari pemimpin negara Arab lainnya dalam jangka waktu lama, dilansir dari Foreign Policy.

Thani mencoba berperan membantu menyelamatkan 200 sandera yang ditahan. Thani tidak khawatir akan kecaman terhadap pemerintahannya dari kelompok politik Islam, seperti yang terjadi di negara tetangganya.

Saat ini, Qatar justru menjadi tuan rumah bagi kelompok militan Islam Hamas, di samping kantor perdagangan untuk Israel, dan memiliki Pangkalan Udara Al Udeid yang menampung ribuan pasukan militer Amerika Serikat.

Ketika Hamas berseteru dengan pemerintahan Suriah, Qatar justru menyediakan tempat di Doha untuk Hamas membangun kantornya pada 2012. Qatar berdalih bahwa pembangunan kantor tersebut untuk memudahkan komunikasi dengan Hamas dan telah berkoordinasi dengan Amerika Serikat yang saat itu dipimpin Barack Obama.

Israel dan para sekutunya percaya bahwa Thani memiliki pengaruh yang besar terhadap kelompok Hamas dengan memberikan tekanan untuk membebaskan para sandera.

Qatar terus mengawal penyelesaian perang Hamas dan Israel sebagai mediator dengan perundingan gencatan senjata dan imbalan pelepasan sandera.

"Gerakan [Hamas] telah menyampaikan tanggapannya kepada saudara-saudara Qatar dan para mediator. Kami mendekati kesimpulan perjanjian gencatan senjata," kata pemimpin Hamas Ismail Haniyeh pada Selasa (21/11), dikutip dari Euro News.

Bersambung ke halaman berikutnya...

Senator Partai Republik Carolina Utara, Ted Budd, menulis pernyataan dalam unggahannya di akun media sosial X pada Minggu (19/11).

"Selama berminggu-minggu, Kementerian Luar Negeri Qatar mengklaim 'hampir' merundingkan kesepakatan untuk pembebasan sandera yang ditahan oleh Hamas - termasuk sandera Amerika. Berapa lama Qatar akan terus menjadi tuan rumah bagi teroris yang berlumuran darah Amerika?" tulis Budd.

Kritik lain juga disampaikan oleh Gershon Baskin, seorang negosiator sandera Israel yang pernah berhubungan langsung dengan Hamas, berpendapat bahwa intelijen Mesir memiliki hubungan yang lebih baik dengan Hamas dibandingkan Qatar.

Qatar juga tidak memiliki hubungan yang begitu erat dengan intelijen Israel.

"Dalam pikiran saya, Qatar adalah negara yang mendukung terorisme dan mereka perlu diperintah," ungkap Baskin.

"Amerika perlu memberi tahu Qatar: jika Anda tidak memaksa Hamas melepaskan sandera, Anda akan mengasingkan mereka dari Qatar." imbuhnya.

Hal ini disampaikan Baskin mengingat pangkalan militer Amerika Serikat terbesar di Timur Tengah berada di Qatar.

Sulit bagi Qatar untuk menunjukkan independensinya dari Hamas maupun Amerika Serikat.

Perundingan sandera terbukti sangat sulit

Perundingan sandera antara kedua belah pihak sangat sulit dilakukan karena menyangkut politik dan kepercayaan dalam konflik.

Harus terbentuk kesepakatan terkait identitas orang yang ditukar, kriteria, lokasi, dan metode pemindahan.

International Committee of The Red Cross (ICRC) telah menyusun daftar sandera yang dibebaskan dengan mengutamakan anak-anak dan perempuan.

Perundingan ini juga kompleks karena terkait dengan jeda kemanusiaan yang memerlukan diskusi lebih lanjut. Diskusi akan membahas mekanisme jumlah penyeberangan perbatasan yang dibuka, bantuan yang akan diperbolehkan masuk, prosedur pos pemeriksaan Israel, koordinasi bantuan dan tingkat dekonfliksi militer.

Walaupun kesepakatan tersebut tercapai, Hamas masih menahan 150 sandera dan menginginkan pembebasan kelompok lainnya di penjara Israel.

Saat ini masih terdapat 7.000 warga Palestina yang ditahan, 559 diantaranya mendapat hukuman mati akibat membunuh warga Israel.

Sepertiga tahanan adalah pasukan Hamas, 400 tahanan penduduk Gaza, dan sisanya adalah penduduk Tepi Barat.

Sentimen: positif (66.7%)