Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: Australian National University
Tokoh Terkait
Ahli Temukan Cara Baru Prediksi Badai Matahari
CNNindonesia.com Jenis Media: Tekno
Jakarta, CNN Indonesia --
Mengukur siklus Matahari dengan memantau ritme medan magnet Matahari disebut dapat membantu memprediksi lonjakan suar Matahari yang dapat merusak sistem komunikasi di Bumi.
Selama 400 tahun, para peneliti menggunakan bintik Matahari untuk mengukur siklus Matahari, tetapi kini penemuan terbaru yang disebut "lingkaran seperlima" memungkinkan peneliti memprediksi berbagai aktivitas Matahari, salah satunya badai Matahari.
"Jam Matahari" terbaru yang dibuat berdasarkan medan magnet Matahari disebut dapat menjadi cara yang lebih tepat untuk memprediksi semburan Matahari berbahaya yang mengancam sistem komunikasi di Bumi, bahkan bertahun-tahun sebelumnya semburan itu terjadi.
Jam Matahari ini ditemukan oleh ilmuwan Partnership for Heliophysics and Space Environment Research (PHaSER) Robert Leamon. Ia membuat sistem baru ini berdasarkan penelitian yang menunjukkan perubahan penting dan terkadang tiba-tiba dalam siklus Matahari terjadi dengan ritme setiap seperlima siklus.
Leamon dan timnya memperkirakan meski siklus Matahari dapat bervariasi dalam hitungan bulan atau bahkan tahun, tetapi Matahari masih beroperasi dengan urutan kejadian yang jelas dan dapat diprediksi, seperti dikutip Space.
Jika konsep jam Matahari yang dibawa Laemon ini berhasil, konsep tersebut dapat menggantikan metode saat ini yang digunakan untuk mengukur siklus Matahari.
Peneliti sendiri saat ini mengukur siklus Matahari dengan melakukan pemantauan pada bintik Matahari, atau bercak gelap yang muncul di permukaan fotosfer Matahari fotosfer.
Matahari memiliki siklus yang diperkirakan terjadi setiap 11 tahun. Aktivitas matahari yang berkurang atau aktivitas minimum digunakan untuk menentukan awal setiap siklus.
Sebelum menemukan metode terbarunya, Leamon berpikir metode pelacakan siklus matahari yang ada saat ini bersifat arbitrer dan tidak tepat.
Laemon sendiri membuat metode jam Matahari berdasarkan penelitian yang diterbitkan dua tahun lalu tentang fenomena dalam siklus Matahari yang disebut 'terminator'.
Dalam setiap siklus Matahari baru, medan magnet matahari mengubah orientasi dari satu kutub ke kutub lainnya, tetapi ada tumpang tindih antar siklus di mana perubahan dari fase ke fase tidak lengkap.
Fenomena terminator menggambarkan titik dalam suatu siklus di mana orientasi siklus sebelumnya telah hilang sama sekali dari permukaan Matahari.
Titik tersebut lantas disertai dengan peningkatan aktivitas Matahari yang tiba-tiba dan cepat, dan Leamon menunjukkan penanda dalam siklus Matahari dari titik terminator ke terminator lebih jelas dan lebih konsisten dari pada pemantauan aktivitas bintik Matahari.
Dengan demikian penggunaan terminator berpotensi menjadi cara yang lebih baik untuk mengukur siklus Matahari.
Mengutip 7News, badai Matahari skala kecil sanggup melepaskan energi 100 ribu kali lebih banyak daripada yang mampu dihasilkan seluruh pembangkit listrik di Bumi dalam satu tahun.
Lebih lanjut, menurut astrofisikawan dan kosmolog dari Australian National University, Brad Tucker, penduduk Bumi mungkin akan lebih sering melihat badai seperti itu karena siklus Matahari saat ini.
"Badai seperti ini tidaklah langka karena Matahari punya siklus 11 tahun, dengan periode yang diisi sedikit atau lebih banyak aktivitas. Saat ini, ada aktivitas yang lebih banyak," katanya.
Sebelumnya, badai Matahari skala kecil juga terjadi bulan lalu. Dampaknya terhadap kehidupan manusia kecil, namun itu tetap mengganggu sinyal GPS dan radio.
(lom/lth)
[Gambas:Video CNN]
Sentimen: negatif (99.2%)