Sentimen
Positif (66%)
23 Okt 2024 : 18.03
Informasi Tambahan

Institusi: Universitas Indonesia

Tokoh Terkait

Nasib Bisnis Konstruksi hingga Kecantikan di Tengah Anjloknya Daya Beli Kelas Menengah

24 Okt 2024 : 01.03 Views 3

Bisnis.com Bisnis.com Jenis Media: Ekonomi

Bisnis.com, JAKARTA — Survei terbaru dari Inventure menunjukkan bahwa kelas menengah memangkas pengeluaran untuk produk skincare premium hingga menunda beli dan renovasi rumah. Kendati demikian, pakar melihat bisnis konstruksi hingga kecantikan masih akan tetap tumbuh pada tahun depan.

Survei Investure bertajuk Indonesia Industry Outlook 2025 mengungkapkan, 49% kelas menengah mengaku alami penurunan daya beli. Akhirnya, kelas menengah harus memangkas anggaran ke sejumlah pos pengeluaran.

Survei menunjukkan, empat pos pengeluaran yang paling banyak dipangkas kelas menengah adalah produk skincare premium (SK-II, Laneige, dll), renovasi rumah dan membeli furniture baru, pembelian barang mewah dan elektronik (perhiasan, gadget, TV, dll), pengeluaran untuk membership atau langganan (gym, Netflix, Spotify, dll).

Kendati demikian Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) Jahen Fachrul Rezki meyakini penurunan daya beli kelas menengah tersebut hanya menjadi satu faktor. Menurutnya banyak faktor lain yang akan menentukan nasib bisnis yang direm pembeliannya oleh kelas menengah tersebut.

"Contoh kayak infrastruktur, enggak hanya dipengaruhi oleh kelas menengah, tapi juga oleh suku bunga, dan sekarang kita mungkin melihat kecenderungan negara-negara di dunia akan mulai menurunkan suku bunganya. Harapannya apa? Akan semakin membuat sektor konstruksi tumbuh," kata Jahen dalam Indonesia Industry Outlook 2025 Conference di Wisma Bisnis Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (23/10/2024).

Dia menilai, meski kelas menengah menunda beli atau renovasi rumah namun kebijakan yang meringankan pembiayaan seperti penurunan suku bunga akan bisa memberi dampak positif ke bisnis konstruksi.

Begitu juga dengan bisnis kecantikan seperti skincare alias perawatan kulit. Meski terjadi penurunan daya beli skincare premium namun survei Investure juga menunjukkan kelas menengah tidak terlalu menyetop pembelian skincare dasar.

"Kosmetik ini saya rasa enggak akan terlalu banyak mengalami perubahan karena nature dari consumer kita sudah mulai sangat well advanced. Jadi orang sudah mulai care dengan isu kosmetik, terjadi shifting konsumernya," ujar Jahen.

Dia juga meyakini bisnis barang mewah dan elektronik tetap akan berkembang pada tahun depan terutama terkait pembelian gadget. Alasannya, perilaku konsumen sudah berubah: tekanan sosial buat masyarakat ingin membeli produk gawai terbaru.

"Jadi ini harapannya bisa align [sejalan] dengan keinginan bahwa consumer boom-nya [ledakan konsumen] akan tumbuh," ungkap Jahen.

Pernyataan senada disampaikan oleh Retail & Consumer Strategist Yongky Susilo. Dia meyakini bisnis konstruksi, skincare, dan gawai masih akan tumbuh pada tahun depan.

Terkait konstruksi, Yongky menjelaskan kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang ingin membangun 30 juta rumah beri dampak positif. Untuk skincare, dia menjelaskan bahwa datanya menunjukkan bisnis tersebut rata-rata keutungan kotornya masih 30%.

"Gadget, handphone masih bagus. Apalagi yang kelas menengah ke atas handphonenya. Ya, kemarin saya udah round table dengan retail gadget, masih bagus. Orang ngikutin gaya terus," lanjut Yongky pada kesempatan yang sama.

Sentimen: positif (66.6%)