Sentimen
Negatif (88%)
16 Okt 2024 : 19.13
Informasi Tambahan

Kasus: covid-19

Bank Indonesia Ungkap Alasan Masih Pertahankan BI-Rate 6 Persen

17 Okt 2024 : 02.13 Views 2

Beritasatu.com Beritasatu.com Jenis Media: Ekonomi

Jakarta, Beritasatu.com - Kondisi inflasi global hingga perekonomian Amerika Serikat (AS), maka ekspektasi pelaku pasar terhadap penurunan suku bunga bank sentral AS atau Fed Funds Rate (FFR) lebih rendah dari perkiraan semula. Kondisi tersebut memengaruhi langkah Bank Indonesia (BI) dalam menentukan suku bunga acuan (BI-Rate).

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, kebijakan moneter BI tetap seimbang antara pro-stabilitas sekaligus pro pertumbuhan.

Penetapan suku bunga acuan BI turut mempertimbangkan kondisi inflasi dan stabilitas nilai tukar rupiah. BI memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 6%, suku bunga deposit facility sebesar 5,25 %, dan suku bunga lending facility sebesar 6,75% dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 15-16 Oktober 2024.

“Bulan lalu kami mulai menurunkan BI-Rate 25 basis poin, bahkan kita menyampaikan bahwa BI akan mencermati ruang penurunan suku bunga. Hari ini juga kami tulis karena fokus kebijakan moneter pada jangka pendek ini adalah pada stabilitas nilai tukar rupiah karena ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat,” ucap Perry dalam konferensi pers hasil rapat Dewan Gubernur Oktober 2024 di gedung Thamrin, BI pada Rabu (16/10/2024).

Perry menerangkan, dari kajian yang dilakukan BI, bank sentral AS akan turunkan FFR sebanyak dua kali pada November dan Desember sebesar 25 basis.

Sebelumnya The Fed memutuskan untuk memangkas suku bunga untuk pertama kalinya sejak awal pandemi Covid-19 pada Rabu (18/9/2024). Keputusan tersebut membuat suku bunga acuan The Fed menjadi berada di kisaran 4,75-5%.  

“Fed Funds Rate akan turun pada November dan Desember masing-masing 25 basis poin, sehingga total penurunannya tahun ini 100 basis poin. Sedangkan tahun depan bisa tiga sampai empat kali atau hingga 100 basis poin,” terang Perry.

Menurut dia, pihaknya tidak hanya fokus terhadap  FFR tetapi juga memperhatikan US Treasury Note 10 tenor 2 dan 10 tahun. Lantaran kondisi US Treasury Note tidak hanya dipengaruhi oleh FFR tetapi juga kebijakan fiskal pemerintah AS dan ketegangan geopolitik di Timur Tengah.

“Hal ini menyebabkan bahwa ada yang berkaitan kenaikan yield US Treasury Note 2 dan 10, arah FFR ada perbedaan tetapi enggak terlalu besar, karena ada ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan dampaknya terhadap US Treasury 2 dan 10 yang semula kami perkirakan terus turun, sekarang enggak turun tetapi malah naik,” ungkap Perry.

Dia menegaskan bahwa stabilitas nilai tukar rupiah terjaga sesuai dengan komitmen kebijakan yang ditempuh BI. Nilai tukar rupiah pada Oktober 2024 (hingga 15 Oktober 2024) melemah sebesar 2,82% dari bulan sebelumnya. Pelemahan nilai tukar tersebut terutama dipengaruhi oleh peningkatan ketidakpastian global akibat eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah.

“Namun, apabila dibandingkan dengan level akhir Desember 2023, nilai tukar rupiah terdepresiasi hanya sebesar 1,17%, lebih baik dibandingkan dengan pelemahan peso Filipina, dolar Taiwan, dan won Korea yang masing-masing terdepresiasi sebesar 4,25%, 4,58%, dan 5,62%,” pungkas Perry.

Sentimen: negatif (88.7%)