Anggota DPR Pertanyakan Pemecatan Ipda Rudy Soik Usai Ungkap Mafia BBM Nasional 16 Oktober 2024
17 Okt 2024 : 05.09
Views 2
Kompas.com Jenis Media: Nasional
Anggota DPR Pertanyakan Pemecatan Ipda Rudy Soik Usai Ungkap Mafia BBM
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com -
Anggota Fraksi Gerindra
DPR RI
Rahayu Saraswati Djojohadikusumo mempertanyakan keputusan Polri yang memecat
Ipda Rudy Soik
dari Polres Kupang Kota.
Ia menilai langkah ini sebagai kemunduran bagi institusi penegak hukum di Indonesia.
Menurutnya, Ipda Rudy justru berjasa dalam mengungkap kasus penyelundupan bahan bakar minyak (BBM) di Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Ini merupakan kemunduran institusi penegak hukum. Seharusnya kepolisian memberikan apresiasi atas kerja-kerja anggota polisi seperti saudara Rudy Soik, yang banyak membuka tabir kasus-kasus yang merugikan banyak orang,” ujar Saraswati dalam keterangan tertulisnya, Rabu (16/10/2024).
Saraswati menambahkan, Ipda Rudy Soik memiliki rekam jejak yang baik dalam menjalankan tugasnya.
Sebelumnya, ia juga berhasil mengungkap dugaan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di NTT.
Ia khawatir
pemecatan
tersebut dipicu oleh pihak-pihak yang merasa bisnis ilegal mereka terganggu oleh penyelidikan yang dilakukan Ipda Rudy Soik.
“Saudara Rudy memiliki
track record
yang baik dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai anggota Kepolisian,” jelas Rahayu.
“Pelanggaran berat apa yang dilakukan bersangkutan sehingga layak diberhentikan dengan tidak hormat?” sambungnya.
Saraswati berharap institusi Polri mengevaluasi kembali keputusan pemberhentian Ipda Rudy, yang diduga melanggar kode etik dan profesi Polri.
“Saya mengimbau seharusnya Kepolisian, khususnya tim Etik, melakukan evaluasi pelanggaran seperti apa sehingga sampai pada pemberhentian,” pungkasnya.
Sebelumnya, Ipda Rudy Soik dipecat setelah mengungkap
mafia BBM
di Kupang.
Komisi Kode Etik Polri menjatuhkan sanksi pemecatan kepada Rudy dalam sidang yang digelar di Markas Polda NTT pada Jumat (11/10/2024).
Ia dituding melakukan pelanggaran kode etik profesi Polri karena dinilai tidak profesional dalam melakukan penyelidikan dugaan penyalahgunaan BBM bersubsidi.
Pemecatan tersebut terjadi setelah Rudy memasang garis polisi di drum dan jeriken kosong milik Ahmad Anshar dan Algajali Munandar, yang diduga membeli BBM menggunakan barcode palsu.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Mabes Polri, Brigjen Trunoyudho Wisnu Andiko, menegaskan bahwa putusan pemecatan Rudy adalah wewenang Polda NTT.
“Sudah dilakukan oleh Polda NTT, dan secara prosedural oleh Divisi Propam. Lebih lanjut sudah disampaikan oleh Kabid Humas dan Kabid Propam Polda NTT,” kata Truno, dikutip dari
Kompas.com,
Senin (14/10/2024).
Kepala Divisi Propam Polri Irjen Abdul Karim menyatakan, pihaknya akan mengasistensi pengkajian ulang putusan pemecatan Rudy.
“Kita asistensi aja, tapi masalah itu ditangani Polda NTT. Ada asistensi dari Div Propam,” kata Abdul.
Itu wewenang Polda NTT. Nanti kita cek lagi karena hasilnya masih ada di Propam,” tambahnya.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda NTT Kombes Ariasandy menjelaskan, pemecatan Ipda Rudy Soik dilakukan berdasarkan pelanggaran kode etik yang terkait dengan prosedur penyidikan.
“Hasil pemeriksaan sidangnya, Ipda Rudy Soik dinyatakan terbukti bersalah dan dijatuhi sanksi,” kata Ariasandy.
Sidang Kode Etik terhadap Ipda Rudy dilaksanakan sebagai respons terhadap dugaan pelanggaran, dengan tujuan menegakkan disiplin dan integritas di lingkungan Polri.
Persidangan berlangsung pada Kamis (10/10/2024) hingga Jumat (11/10/2024) dari pukul 10.00 hingga 17.00 Wita.
Hasilnya, Rudy Soik dinyatakan melakukan perbuatan tercela yang mengakibatkan keputusan untuk Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari dinas Polri.
Ariasandy juga menambahkan, Rudy Soik memiliki catatan pelanggaran disiplin sebelumnya, termasuk beberapa sanksi yang telah dijatuhkan.
“Hasil putusan sidang banding Komisi Kode Etik Polri pada tanggal 9 Oktober 2024 menambah putusan sanksi berupa mutasi bersifat demosi selama lima tahun,” ujarnya.
Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Sentimen: negatif (99.9%)