Sentimen
Negatif (57%)
29 Jun 2024 : 06.30
Informasi Tambahan

Kasus: korupsi, Tipikor

PUPR Buka Suara soal Basuki Disebut Setujui Perubahan Konstruksi Tol MBZ

Detik.com Detik.com Jenis Media: Ekonomi

29 Jun 2024 : 06.30
Jakarta -

Perubahan konstruksi Tol Layang Mohamed bin Zayed (MBZ) dari beton ke baja disebut disetujui Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono dalam persidangan kasus dugaan korupsi Tol Layang MBZ. Kementerian PUPR buka soal kabar tersebut.

Ketika dikonfirmasi soal kabar tersebut, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian PUPR, Mohammad Zainal Fatah mengatakan, pada dasarnya informasi yang muncul tersebut merupakan materi yang dibahas di persidangan. Oleh sebab itu, pihaknya enggan berkomentar soal hal tersebut.

"Gini, karena itu sekarang di persidangan, sebaiknya kami nggak komentar," jelas Zainal di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta Selatan, Jumat (28/6/2024).

Zainal menegaskan bahwa pihaknya tidak ingin mempengaruhi jalannya persidangan dengan ikut berkomentar. Dia juga tidak menjawab ketika dikonfirmasi soal runutan perubahan konstruksi Tol Layang MBZ dari beton ke baja, serta pertimbangan hal itu disetujui Menteri PUPR.

Namun, ia memastikan bahwa Kementerian PUPR pasti menyampaikan informasi-informasi yang berkaitan dengan rincian Tol MBZ di dalam persidangan. "Di dalam (persidangan) kami pasti bicara, tahu bagaimana statusnya. Karena kalau kita mengomentari bisa dianggap mempengaruhi jalannya persidangan," jelasnya.

Sebelumnya berdasarkan catatan detikcom, nama Menteri PUPR Basuki Hadimuljono muncul dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II atau Tol Layang MBZ.

Selaku saksi, Mantan Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Herry Trisaputra Zuna, awalnya mengatakan bahwa Menteri PUPR Basuki Hadimuljono telah menyetujui usulan basic design konstruksi Tol MBZ menggunakan beton. Dia mengatakan usulan itu disetujui pada 2016.

Tapi, Basuki kemudian disebut menyetujui perubahan material dari beton menjadi baja. Persetujuan itu diberikan lewat disposisi surat.

"Waktu itu suratnya kan semua komunikasi, surat kan disampaikan ke Menteri lalu disposisi ke kami, lalu dituangkan, lah, di dalam dokumen lelang sebagai dasar untuk pelelangan," kata Herry dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Selasa (25/602024).

Hakim lalu mencecar Herry terkait disposisi perubahan konstruksi Tol MBZ tersebut. Herry mengatakan disposisi itu dikeluarkan dari Menteri PUPR lalu ke Kepala BPJT kemudian ke sekretariat BPJT hingga panitia lelang investasi sebagai dasar dokumen lelang.

"Iya, untuk perubahan itu, yang saya tanya Pak, siapa saja yang tanda tangan di situ? Apakah termasuk juga Menteri PUPR menyetujui perubahan konstruksi itu dari beton menjadi baja? atau cukup diubah-ubah begitu saja oleh panitia lelang atau bagaimana Pak?" tanya hakim.

"Kalau pada saat kejadian Yang Mulia, jadi disposisi dari, surat diterima Pak Menteri, disposisi ke kami terus kami disposisi kembali ke sekretariat dan panitia untuk ditindaklanjuti sebagai dasar dokumen," jawab Herry.

Adapun berdasarkan catatan, dalam kasus tersebut mantan Direktur Utama PT Jasamarga Jalan layang Cikampek (JJC) periode 2016-2020 Djoko Dwijono didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp 510 miliar dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II alias Tol layang MBZ tahun 2016-2017. Jaksa mengatakan kasus korupsi itu dilakukan secara bersama-sama.

Jaksa mengatakan kasus korupsi tersebut dilakukan Djoko bersama-sama dengan Ketua Panitia Lelang di JJC Yudhi Mahyudin, Direktur Operasional II PT. Bukaka Teknik Utama sejak tahun 2008 dan Kuasa KSO Bukaka PT KS Sofiah Balfas serta Tony Budianto Sihite selaku Team Leader Konsultan perencana PT LAPI Ganesatama Consulting dan pemilik PT Delta Global Struktur. Masing-masing dilakukan penuntutan di berkas terpisah.

"Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 510.085.261.485,41 (Rp 510 miliar)," ujar jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, 14 Maret lalu.

(ara/ara)

Sentimen: negatif (57.1%)