Sentimen
Informasi Tambahan
BUMN: PTDI
Grup Musik: APRIL
Institusi: ISESS
Kab/Kota: Malang, Pontianak
Kasus: pencurian
Tokoh Terkait
joko widodo
Agus Subiyanto
Andi Widjajanto
Khairul
Khairul Fahmi
10 Tahun Jokowi, Pengembangan Drone, dan Upaya Modernisasi Alutsista Nasional 15 Oktober 2024
Kompas.com Jenis Media: Nasional
10 Tahun Jokowi, Pengembangan Drone, dan Upaya Modernisasi Alutsista Tim Redaksi JAKARTA, KOMPAS.com - Kepemimpinan Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) selama 10 tahun hampir selesai. Selama 10 tahun memimpin, Jokowi ditantang mengurus banyak bidang persoalan negara. Tak hanya sosial ekonomi, tetapi juga teknologi dan pertahanan. Sebab, sebagai Kepala Negara, Jokowi tentu dihadapkan pada tantangan global. Salah satu upaya menjawab tantangan global, khususnya di bidang pertahanan, yakni melakukan modernisasi alat utama sistem senjata ( alutsista ). Modernisasi tak cukup hanya untuk tank, pesawat tempur, ataupun kapal selam. Sebab, yang menjadi tantangan global saat ini yakni risiko pecahnya perang generasi kelima. Peperangan tersebut memang lebih banyak bertumpu pada aksi kekuatan non-kinetik atau tanpa mengandalkan senjata konvensional. Ini sebagaimana disampaikan mantan Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal Fadjar Prasetyo dalam sambutannya pada seminar memperingati HUT ke-76 TNI AU di Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (30/3/2022). Oleh karena itu, pengembangan pesawat nirawak atau drone juga dibutuhkan sebagai pelengkap pertahanan negara. Presiden Jokowi pun melakukan langkah dalam modernisasi alutsista melalui pengembangan drone di industri pertahanan Indonesia. Jokowi beberapa kali menekankan mengenai pentingnya pengembangan drone di Indonesia, sejak sebelum terpilih sebagai Presiden RI pada Pilpres 2014. Dalam debat capres 2014 putaran ketiga, Jokowi pernah menyatakan bahwa drone adalah salah satu upaya dirinya melakukan modernisasi alutsista Indonesia jika terpilih presiden. Awalnya, menurut Jokowi, pengoperasian pesawat tanpa awak atau drone itu untuk menjaga perairan Indonesia. "Kekayaan laut kita ini sangat besar sekali. Dari data yang saya baca, ada 300 triliun karena illegal fishing itu menjadi hilang. Ke depan kita harus punya drone, pesawat tanpa awak, yang kita pasang di tiga kawasan. Ini kita lihat di mana kekayaan kita diambil oleh orang lain," kata Jokowi, Minggu (22/6/2014) diberitakan Kompas.com. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menilai, penggunaan drone juga dapat difungsikan sebagai alat pertahanan ekonomi maupun keamanan. Sebab, kata dia, ada tiga tujuan dari pengoperasian drone, yakni sebagai fungsi pertahanan, untuk mengawasi praktik pencurian ikan, dan mengawasi pencurian kayu. Upaya Jokowi melakukan modernisasi alutsista melalui pengembangan drone juga diamini oleh rekannya sesama politikus PDI-P kala itu, Budiman Sudjatmiko. Budiman bahkan menyebutkan, setelah menjadi presiden terpilih, Jokowi mempertimbangkan pengadaan dan operasional drone di desa-desa seluruh Indonesia. Penggunaan drone dinilai akan bermanfaat bagi warga desa. Menurut Budiman, jika ada ruang fiskal yang cukup, pengadaan pesawat tanpa awak itu langsung bisa direalisasikan. "Harga drone itu cukup murah, Rp 25 juta per pesawat. Tidak harus satu desa satu drone. Bisa 10 desa pakai satu drone," ujar Budiman, seusai bertemu Jokowi, Selasa (9/9/2014). 20 hari kemudian, Jokowi kembali mengingatkan pentingnya pengadaan drone Indonesia. Teknologi pemantau itu, sebut dia, akan mendukung penegakan hukum. "Drone itu terhubung ke satelit, dari satelit ke pusat komando. Kita bisa ketahui ada aksi pelanggaran apa di seluruh Indonesia ini," ujar Jokowi dalam diskusi publik bertajuk "Roadmap Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia" di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (29/9/2014). "Dari pusat komando bisa langsung perintah. Mau dihajar lewat laut bisa, mau dihajar lewat udara, langsung. Atau dihajar lewat udara, mari mainkan. Pakai drone mau dihajar lewat mana saja gampang," lanjut Jokowi. Jokowi juga menyebutkan kerugian Indonesia setiap tahun mencapai Rp 300 triliun akibat praktik pencurian hasil laut. Demi menghentikan aksi itu, Jokowi mencanangkan tiga zona drone di Indonesia, yakni zona barat, tengah dan timur. Namun, Jokowi belum memastikan jumlah drone untuk masing-masing zonasi tersebut. Meski demikian, dia menegaskan, akan mengeluarkan kas negara berapa saja untuk pengadaan drone itu. Selama kepemimpinannya, Jokowi dihadapkan pada peperangan generasi kelima, yang ditandai dengan berkurangnya perang menggunakan senjata konvensional. Sebagai contoh, pada 2022 di mana perang antara Rusia dan Ukraina bergejolak. Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) kala itu, Andi Widjajanto mengatakan bahwa konflik antara Rusia dan Ukraina secara militer masih tampak sebagai peralihan dari perang generasi dua ke generasi tiga. Namun, lanjut Andi, belakangan sudah terlihat indikasi Rusia sudah mulai meningkatkan jenis serangannya di antaranya melalui rudal hipersonik dan drone dengan karakter bomber. "Jadi menarik untuk dilihat walaupun belum tampak gabungan (kekuatan) antara air (udara), cyber (siber) dengan space (antariksa) dalam konflik yang terjadi di Rusia dan Ukraina," kata Andi, dikutip dari Tribunnews.com, Kamis (31/3/2022). Sepanjang konflik Rusia ke Ukraina yang dimulai pada 2022, kedua negara menggunakan drone, baik sebagai alat pengintaian maupun penyerangan. Ukraina menggunakan drone Bayraktar TB2 buatan Turki, sedangkan Rusia menggunakan Shahed-136 buatan Iran. Meski demikian, fungsi utama drone dalam konflik Rusia-Ukraina cenderung mengarah para pengintaian, terutama pengamatan posisi artileri lawan. Diketahui, selain Rusia dan Ukraina, ada pula Iran-Israel yang berkonflik menggunakan drone. Dikutip Kompas.id , sejumlah pemberitaan media massa menyebut bahwa Iran menggunakan setidaknya 200 drone Shahed-136. Akan tetapi, sejumlah media Israel melaporkan, Iran meluncurkan drone Shahed-238 bermesin jet. Drone Shahed-238 ini diklaim dapat melakukan perjalanan tiga kali lebih cepat dibandingkan Shahed-136s atau versi pengembangan dari tipe Shahed-136. Shahed-238 dilengkapi kepala pemandu radar yang berfungsi sebagai analogi rudal antiradar yang menargetkan emisi dari radar pencari. Dari sejumlah pengamat, fitur inilah yang memungkinkan Shahed-238 mampu menetralisasi dan menembus wilayah udara Israel. Peperangan generasi kelima itu direspons oleh Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto untuk mengoptimalkan satuan siber dan satuan drone. Selain itu, Agus juga memandang pentingnya doktrin peperangan di TNI perlu disesuaikan dengan perkembangan lingkungan strategis yang ada. Pasalnya, ia membandingkan penggunaan alat dan senjata dalam peperangan saat ini telah berubah jika dibandingkan 10 tahun lalu. "Sekarang bertempurnya kalau rekan-rekan lihat di Ukraina, di Palestina itu sudah menggunakan siber, drone," kata Agus usai Upacara Serah Terima Jabatan KSAD di Mabesad Jakarta pada Jumat (1/12/2023). "Dan nanti juga kita akan membuat satuan atau mengoptimalkan satuan siber yang sudah ada. Kemudian kita juga akan mengoptimalkan juga satuan drone," sambung dia. Litbang Kementerian Pertahanan RI mencatat, keseriusan RI untuk menggarap drone sebagai bagian dari sistem pertahanan sudah dimulai sejak 2017 atau periode pertama kepemimpinan Presiden Jokowi. Rajawali 720 adalah drone pertama buatan dalam negeri yang berfungsi sebagai pesawat pengintai dan dilengkapi kamera yang menghasilkan gambar ataupun video. Pesawat tanpa awak itu memiliki kemampuan terbang hingga ketinggian 8.000 meter dengan kecepatan mencapai 135 kilometer per jam. Kemenhan RI kemudian menunjuk sembilan perusahaan yang tergabung dalam industri strategis dalam negeri untuk mengembangkan drone ke depannya. Melansir Kompas.id , Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), dan sejumlah universitas, termasuk dalam sembilan industri yang diharapkan mampu memproduksi drone untuk kepentingan militer di Indonesia. Tercatat, hingga kini TNI telah memperkenalkan sejumlah drone kepada publik, antara lain Schiebel Camcopter S-100 buatan Austria yang dimiliki oleh Pusat Penerbangan TNI Angkatan Laut (Puspenerbal). Drone tersebut diklaim mampu terbang hingga 10 jam dan memiliki kecepatan maksimum hingga 220 kilometer per jam dengan ketinggian terbang maksimum 5.500 meter. Kemudian ScanEagle buatan Amerika Serikat (AS) diklaim mampu terbang setinggi 5.943 meter. Drone ini diklaim bertahan di udara selama 24 jam. Selain itu, ada CH-4 buatan China yang merupakan drone tempur berjenis medium altitude long endurance (MALE) dengan satelit Beyond Line of Sight (BLOS). Ada juga buatan dalam negeri yakni Elang Hitam dengan jenis MALE. Drone ini mampu terbang mencapai ketinggian 9.000 meter. Elang Hitam diinisiasi oleh konsorsium Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kementerian Pertahanan, TNI AU, PT Dirgantara Indonesia, dan PT Len Industri. Namun, pada September 2022, BRIN resmi mengalihkan proyek drone kombatan Elang Hitam dari platform militer ke versi sipil. Sejumlah drone lainnya juga kekinian ditampilkan pada puncak perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 TNI pada 5 Oktober 2024 di Lapangan Silang Monas, Jakarta. Misalnya, drone geospasial, drone surveillance, drone combat taktis dan drone angkut logistik. Drone-drone tersebut memiliki keunggulan teknologi yang dapat diintegrasikan ke dalam strategi, taktik, dan prosedur operasional untuk mendukung tugas pokok TNI. Hingga kini, kekuatan pertahanan negara masih bergantung pada kekuatan TNI Angkatan Udara yang memiliki dua skuadron pesawat nirawak di Pontianak, Kalimantan Barat, dan Natuna. Rencananya, TNI AU juga akan menambah dua skuadron lagi di Tarakan, Kalimantan Utara, dan Malang, Jawa Timur. Sementara itu, untuk anti-drone, Artileri Pertahanan Udara TNI Angkatan Darat memiliki rudal Grom dan TNI Angkatan Laut memiliki armada fregat jenis Misral. Baik Grom maupun Mistral masuk kategori SHORAD, rudal ringan untuk sasaran jarak pendek. Untuk sistem peluncurnya, TNI AL memiliki Mistral dengan dua platform, yakni Tetral dan Simbad. Jika Simbad dioperasikan secara manual oleh operator, Tetral dapat dioperasikan dari pusat informasi tempur. Satuan Kapal Eskorta TNI AL memiliki empat kapal yang dilengkapi unit korvet untuk meluncurkan rudal Mistral Tetral. Keempatnya ialah KRI Diponegoro 365, KRI Hasanuddin 366, KRI Sultan Iskandar Muda 367, dan KRI Frans Kaisiepo 368. Juru Bicara Prabowo Subianto, yang merupakan Menteri Pertahanan (Menhan) RI periode kedua Presiden Jokowi, Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan bahwa pemerintah sudah menunjukkan good will yang kuat untuk memperkuat dan memodernisasi alutsista TNI. Itu disampaikan Dahnil dalam bukunya berjudul "Politik Pertahanan" tahun 2023. "Terbukti dengan peningkatan anggaran Kementerian Pertahanan. Dari Rp 48,9 triliun pada tahun 2010 terus naik menjadi Rp 109,6 triliun pada tahun 2019," ungkap Dahnil dalam bukunya. (Buku "Politik Pertahanan" halaman 116). "Sementara tahun 2020 naik lagi menjadi Rp 131 triliun," kata dia. Pengamat militer Khairul Fahmi berpandangan bahwa upaya Jokowi dalam memodernisasi alutsista 10 tahun terakhir sudah memperlihatkan kemajuan, terutama dalam penguatan sektor maritim dan pengembangan industri pertahanan dalam negeri. Namun, jika dilihat dalam konteks global dan tren perang modern, Indonesia dinilai masih harus menempuh jalan panjang. "Pengembangan teknologi seperti drone, kecerdasan buatan, dan perang siber belum mencapai tingkat yang memadai untuk menghadapi ancaman kontemporer," ucap Khairul kepada Kompas.com , Kamis (10/10/2024). Ia juga mengungkapkan, tantangan utama dalam mempercepat modernisasi alutsista yakni soal kendala anggaran, transfer dan akses teknologi, maupun keterbatasan industri pertahanan dalam negeri. Menurut Khairul, Indonesia perlu mempercepat pengembangan kemandirian alutsista dengan memperkuat riset dan pengembangan, memperkuat alih teknologi, dan meningkatkan alokasi anggaran pertahanan. "Selain itu, penting untuk menciptakan ekosistem siber yang lebih kuat untuk menghadapi ancaman perang siber yang semakin meningkat," ujar Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) ini. Khairul mengingatkan bahwa penting bagi pemerintah untuk menyoroti perang generasi kelima yang mencakup penggunaan drone, cyber warfare, kecerdasan buatan (AI), big data , dan ruang siber sebagai elemen kunci dalam strategi pertahanan modern. Perang ini disebut tidak lagi hanya berfokus pada konfrontasi fisik di medan perang, tetapi juga serangan non-konvensional dan ancaman non-tradisional seperti perang informasi dan infiltrasi teknologi. Dalam konteks ini, Indonesia dinilai sudah mulai berupaya mengembangkan teknologi drone, terutama melalui PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dan LAPAN. "Di sisi lain, negara-negara seperti Turki dan China telah jauh lebih maju dalam pengembangan drone militer. Turki, misalnya, sukses dengan Bayraktar TB2, yang memainkan peran kunci dalam sejumlah konflik," ungkap Khairul. Sementara Indonesia, kata dia, masih dalam proses mengejar ketertinggalan dalam hal drone kombatan dan teknologi AI. Menurutnya, salah satu tantangan terbesar adalah keterbatasan dalam transfer teknologi dan akses teknologi kunci. "Banyak peralatan yang diimpor dari luar negeri, namun proses alih teknologi dari negara produsen ke Indonesia belum optimal, sehingga penguasaan teknologi oleh sumber daya manusia lokal masih terbatas. Dengan situasi ini, pengembangan drone kombatan yang benar-benar mandiri dalam negeri masih membutuhkan waktu dan investasi besar," katanya. Pada akhirnya, ia menilai bahwa 10 tahun pemerintahan Jokowi, fondasi untuk modernisasi pada dasarnya sudah dibangun. "Tetapi diperlukan dorongan yang lebih besar untuk benar-benar menyamai kemampuan pertahanan negara-negara yang lebih maju, atau yang mengalokasikan anggaran belanja pertahanan lebih besar. Khususnya dalam menghadapi tantangan perang generasi kelima," tutur dia. Sementara itu, peneliti Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia, Beni Sukadis, menilai, pengembangan pesawat nirawak di Indonesia belum optimal dan masih butuh waktu panjang untuk meningkatkan kapabilitasnya. Melansir Kompas.id , pengembangan drone nasional dinilai lebih fokus pada aspek intelijen, pengawasan, dan pengintaian ( intelligence, surveillance, reconnaissance/ ISR) (Kompas, 14 April 2024). Padahal, lanjut Beni, fungsi intelijen dan pengawasan merupakan kemampuan paling rendah dari pemanfaatan drone. Sebab, fungsi ini sebatas pada pengumpulan informasi dengan kemampuan fotografik dan pemetaan di wilayah musuh. Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Sentimen: positif (100%)