Bahlil: Kedaulatan Energi Jadi Program Utama Prabowo-Gibran
Beritasatu.com Jenis Media: Ekonomi
Jakarta, Beritasatu.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa presiden terpilih Prabowo Subianto dan wakil presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka memiliki rencana strategis untuk mewujudkan kedaulatan energi di Indonesia.
"Ke depan, Pak Prabowo dan Mas Gibran memiliki salah satu program utama, yaitu kedaulatan energi, di samping kedaulatan pangan," ungkap Bahlil dalam acara "Penganugerahan Penghargaan Keselamatan Migas Tahun 2024" di Jakarta, Senin (7/10/2024) malam, seperti dikutip dari Antara.
Meski demikian, Bahlil belum memberikan penjelasan rinci mengenai program kedaulatan energi yang akan dijalankan oleh pemerintahan mendatang. Bahlil menekankan keberhasilan program ini sangat bergantung pada kolaborasi dari seluruh pihak di sektor energi, termasuk kontraktor di sektor hulu migas.
"Saya merasa penting untuk hadir di sini, karena keberhasilan program kedaulatan energi Pak Prabowo bergantung pada dukungan semua pihak yang terlibat, termasuk bapak-bapak yang ada di ruangan ini," jelasnya.
Bahlil menekankan pentingnya peran sektor hulu dalam mewujudkan kembali kedaulatan energi Indonesia.
"Kita harus berkomitmen penuh untuk mewujudkan kedaulatan energi bagi bangsa kita," tegas Bahlil.
Bahlil juga mengingatkan Indonesia pernah berjaya dalam ekspor minyak, khususnya pada tahun 1996 dan 1997, ketika lifting minyak mencapai 1.000.600 barel per hari, sementara konsumsi domestik hanya berkisar antara 600.000 hingga 700.000 barel per hari.
"Pada masa itu, kita mampu mengekspor sekitar 1 juta barel per hari, dan hal ini menyumbang 40 hingga 50 persen pendapatan negara dari sektor minyak dan gas," ungkapnya.
Namun, situasi kini berbeda. Pada periode 2022 hingga 2024, produksi minyak terus menurun, dengan angka terkini hanya mencapai sekitar 600.000 barel per hari. Sebaliknya, konsumsi minyak dalam negeri melonjak hingga 1 juta barel per hari, memaksa Indonesia untuk mengimpor dalam jumlah besar. Kondisi ini berbanding terbalik dengan situasi 30 tahun yang lalu ketika Indonesia masih menjadi negara pengekspor minyak.
Dalam menghadapi tantangan tersebut, Bahlil mengapresiasi upaya Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang telah berupaya meningkatkan lifting minyak, meskipun belum mampu mengembalikan posisi Indonesia sebagai negara pengekspor.
"Saya sangat mengapresiasi KKKS yang telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan lifting minyak kita," ujarnya.
Sentimen: positif (96.9%)