Sentimen
Negatif (98%)
8 Okt 2024 : 12.55
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Paris, Rio De Janeiro, Dubai, Berlin, Kyoto

Partai Terkait

Perhatian Warga Bumi, Konferensi Cegah 'Kiamat' Dunia Segera Digelar

8 Okt 2024 : 19.55 Views 3

CNBCindonesia.com CNBCindonesia.com Jenis Media: News

Jakarta, CNBC Indonesia - Konferensi iklim dunia, COP, yang ke 29 akan segera digelar pada November mendatang di Baku, Azerbaijan. COP29 ini digelar saat dunia masih terus merasakan dampak perubahan iklim yang semakin terasa.

Mengutip AFP, dalam sejarahnya, COP sendiri merupakan agenda Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) sejak tahun 1995. Forum ini digelar dengan tujuan menstabilkan emisi gas rumah kaca dan mencegah perubahan iklim.

Mulanya, pada tahun 1990, para ahli iklim PBB melaporkan bahwa gas rumah kaca yang memerangkap panas yang dihasilkan oleh aktivitas manusia sedang meningkat, dan dapat mengintensifkan pemanasan global.

Dua tahun kemudian, 150 pemimpin di 'KTT Bumi' PBB di Rio de Janeiro membentuk Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), dengan tujuan mengurangi emisi gas rumah kaca. Kemudian, COP pertama diadakan di Berlin pada tahun 1995, dengan berbagai prioritas dan perhatian yang sangat berbeda.

Pada tahun 1997, negara-negara dunia sepakat untuk menetapkan jangka waktu 2008-2012 bagi negara-negara pemimpin industri dunia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca rata-rata sebesar 5,2% dari tingkat tahun 1990. Kesepakatan ini ditekan di Kyoto, Jepang, maka itu dikenal dengan Protokol Kyoto

Pada tahun 2001, penghasil emisi karbon terbesar di dunia saat itu, Amerika Serikat (AS), menolak untuk meratifikasi protokol tersebut, yang mulai berlaku pada tahun 2005. Walhasil, Protokol Kyoto telah menampakan kegagalan dalam menahan ledakan emisi sejak awal pemberlakuannya.

Kemudian, pada 2009, COP15 diadakan di Kopenhagen, Denmark. Namun forum itu gagal membentuk konsensus yang pasti karena adanya pertikaian antara negara-negara kaya dan miskin.

Meski begitu, beberapa penghasil emisi utama, termasuk China dan AS, mencapai tujuan politik untuk membatasi kenaikan suhu global hingga dua derajat Celsius di atas tingkat pra-industri. Akan tetapi, tidak jelas mengenai bagaimana tujuan tersebut akan dicapai.

Pada tahun 2015, sekitar 195 delegasi negara menandatangani Perjanjian Paris untuk membatasi pemanasan hingga 'jauh di bawah' 2C di atas tingkat pra-industri. Batasan yang lebih ambisius sebesar 1,5C juga diadopsi.

Namun, tinjauan global pertama pada tahun 2023 dari kesepakatan tersebut menegaskan bahwa dunia tidak berada di jalur yang tepat untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5C. Kajian tersebut juga menguraikan sejumlah tindakan pembatasan polusi kepada pemerintah dan pemangku kepentingan.

Di tahun 2021, hampir 200 negara berjanji di forum COP26 Glasgow untuk mempercepat perang melawan kenaikan suhu. Namun India dan China melemahkan bahasa teks akhir untuk mempertahankan batu bara yang sangat berpolusi. Hal ini menyebabkan air mata dan permintaan maaf yang jengkel dari pimpinan COP26, Alok Sharma.

Kemudian, di tahun 2023, hampir 200 negara di COP28 di Dubai mencapai kesepakatan penting yang menyatakan bahwa dunia akan 'beralih dari bahan bakar fosil' untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2050.

Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah COP bahwa semua bahan bakar fosil disebutkan secara eksplisit dalam suatu kesepakatan.

Kesepakatan itu disambut dengan tepuk tangan dan kelegaan. Tetapi negara-negara kepulauan kecil dan negara-negara lain lebih skeptis, karena perjanjian itu tidak menetapkan tenggat waktu yang pasti dan menyisakan banyak ruang gerak bagi negara-negara penghasil hidrokarbon.


(sef/sef)

Sentimen: negatif (98.5%)