Sentimen
Positif (100%)
8 Okt 2024 : 12.53
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Mataram, Palembang, Yogyakarta, Banda Aceh

Kasus: korupsi

Saat Sang Pengadil Menuntut Keadilan: 12 Tahun Tak Ada Perubahan Kesejahteraan

8 Okt 2024 : 19.53 Views 3

Liputan6.com Liputan6.com Jenis Media: Regional

Liputan6.com, Jakarta - Hakim di semua daerah di Indonesia mulai 7 Oktober 2024 mogok kerja menuntut peningkatan kesejahteraan, karena sudah 12 tahun gaji hakim tak pernah naik. Sejak 2019, para hakim, melalui Ikatan Hakim Indonesia, telah mendorong adanya perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim di bawah Mahkamah Agung, namun tuntutan itu tak jua terpenuhi.

Juru Bicara Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) Fauzan Arrasyid mengklaim ada sebanyak 1.730 dari 7.700 hakim yang bakal mengikuti aksi cuti bersama pada 7-11 Oktober 2024.

Meski tak semua hakim mengiyakan imbauan itu, namun terselip doa dan dukungan kepada rekan-rekan hakim yang menyuarakan kesejahteraan bersama. Hakim-hakim di Pengadilan Negeri Aceh misalnya. Mereka lebih memilih menggelar doa bersama daripada mogok kerja.

"Kami, para hakim di Pengadilan Negeri Banda Aceh mendukung perjuangan rekan-rekan hakim menuntut kesejahteraan dengan seruan mogok. Namun, dukungan yang kami berikan dalam bentuk doa bersama," kata Humas PN Banda Aceh Jamaluddin.

Dari rapalan doa para hakim, Jamal berharap, perjuangan teman-teman menuntut kesejahteraan hakim dapat dikabulkan.

Jamaluddin mengatakan, PN Banda Aceh tidak bisa begitu saja mogok dan menghentikan pelayanan hukum, karena akan berdampak pada masa tahanan terdakwa. Belum lagi ada perkara-perkara yang butuh selesai cepat. Jika penyelesaian perkara terhambat tentu saja yang paling dirugikan adalah masyarakat pencari keadilan.

Pada intinya, kata Jamaluddin, para hakim di PN Banda Aceh mengharapkan pemerintah mengabulkan tuntutan kesejahteraan hakim, selain juga hal inipenting dilakukan untuk menjaga muruah para hakim. "Selama 12 tahun tidak ada perubahan terhadap kesejahteraan hakim. Jadi, tuntutan ini merupakan hal wajar karena menyesuaikan dengan kekinian agar muruah pengadilan terjaga," kata Jamaluddin.

Sama seperti hakim-hakim di Banda Aceh, di Palembang, para hakim PN Klas 1A Palembang, tetap bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat. Meski begitu, Ketua Pengadilan Negeri Palembang DJU Jhonson Mira Mangngi tetap ikut menggelar aksi tanpa harus menghentikan pelayanan.

"Aksi yang kami lakukan merupakan bentuk dukungan kepada IKAHI pusat terkait tunjangan para hakim, oleh pemerintah," katanya, Senin (7/10/2024). 

Jhonson mengatakan, jika kesejahteraan hakim terpenuhi makan akan terwujud hakim yang berintegritas dan bertekad mewujudkan lembaga pengadilan yang independen sebagai pilar utama keadilan.

Ia menambahkan bahwa IKAHI Palembang mendukung IKAHI pusat untuk memperjuangkan seluruh peraturan perundang-undangan mengenai kesejahteraan hakim.

Ketua IKAHI Palembang Fauzi Isra menambahkan bahwa pihaknya melakukan aksi solidaritas di daerah sebagai bentuk dukungan atas aksi yang dilakukan oleh IKAHI pusat.

Masriati, seorang hakim di PN Palembang mengaku bisa melakukan persidangan sebanyak 46 persidangan dalam satu hari dan biasa pulang pernah hingga pukul 23.55 WIB.

Ia berharap tunjangan kesejahteraan hakim yang selama ini dinilai masih belum mencukupi dalam memenuhi kebutuhan hidup dapat diperhatikan oleh pemerintah. Sementara di tempat yang lain, di Pengadilan Negeri Klas 1A Makassar, sebanyak 48 hakim benar-benar mogok tak bekerja. Mereka menggelar aksi solidaritas ‘Gerakan Cuti Bersama 7-11 Oktober 2024’.

Koordinator aksi Johnicol Richard Frans Sine dalam paparannya menyebutkan beberapa tuntutan. Pertama, meminta pemerintah dan DPR RI untuk melakukan pemenuhan hak hakim atas kesejahteraan dan perumahan dengan melakukan revisi terhadap Peraturan Pemerintah nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim.

Kedua, Peraturan Presiden (Perpres) nomor 5 tahun 2013 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim Ad Hoc, Perpres nomor 42 tahun 2023 tentang Perubahan atas (Perpres) nomor 5 tahun 2013, dan melakukan penyesuaian atas kondisi ekonomi faktual saat ini, serta mempertimbangkan besarnya tanggung jawab profesi hakim dan menyesuaikan dengan standar hidup yang layak. "Revisi yang kami harapkan tidak hanya untuk kepentingan jangka pendek atau saat ini saja, namun kami berharap Pemerintah melakukan penyesuaian secara berkala setiap tahunnya terhadap hak atas keuangan para hakim," ungkap Richard.

Pihaknya juga menuntut Pemerintah dan DPR RI untuk memberikan pemenuhan hak atas fasilitas yang layak bagi Hakim, utamanya hak atas perumahan, transportasi dan kesehatan. Terhadap hakim yang ditempatkan di daerah terluar, terpencil, dan di daerah kepulauan agar dapat diberikan tunjangan kemahalan, dan khusus terhadap hakim ad hoc agar dapat diberikan tunjangan pajak (PPH 21) dan tunjangan purna tugas.

Ketiga, mendorong negara dalam hal ini pemerintah untuk memberikan jaminan keamanan bagi Hakim dalam pelaksanaan tugasnya yang sudah diatur dalam peraturan perundang- undangan. Selain itu, mendorong Pemerintah dan DPR RI untuk membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Contempt of Court yang memberikan perlindungan bagi kehormatan pengadilan.

Keempat, mendorong negara dalam hal ini Pemerintah dan DPR RI untuk pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Jabatan Hakim. Beberapa peraturan perundang-undangan pada fungsi yudikatif telah menempatkan hakim sebagai pejabat negara. Baik hakim karier maupun hakim ad hoc secara bersama-sama sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman sebagaimana dinyatakan dalam Undang-undang nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Oleh karena itu, baik hakim karier maupun hakim ad hoc sebagai pelaksana fungsi yudisial harus ditetapkan sebagai pejabat negara. Dalam penyataan sikap tersebut, bila tuntutan diterima para hakim berjanji bekerja secara profesional.

"Untuk itu kami Hakim berjanji untuk, pertama menjaga integritas, kemandirian, kejujuran. Kedua, memberikan pelayanan yang profesionalitas kepada masyarakat pencari keadilan," ucapnya. Ketiga, memberikan pelayanan yang akan akuntabel, responsif dan keterbukaan. Keempat, memberikan pelayanan yang tidak berpihak dan perlakuan yang sama di hadapan hukum. 

Hakim di Pengadilan Negeri Mataram, NTB, juga ikut mendukung aksi solidaritas hakim Indonesia dengan menunda seluruh agenda persidangan yang berlangsung pada 7 hingga 11 Oktober 2024.

"Kami, hakim Pengadilan Negeri Mataram menunda persidangan pada pekan ini untuk mendukung solidaritas hakim Indonesia yang lagi audiensi dengan Komisi III DPR RI untuk persoalan kesejahteraan hakim di seluruh Indonesia," kata Juru Bicara Pengadilan Negeri Mataram Keli Trimargo.

Meski begitu, katanya, ada beberapa agenda siding yang tetap berlanjut, seperti siding mempertimbangkan masa penahanan terdakwa.

 "Yang sudah kadung ditetapkan, tetap lanjut sidang dan ada juga yang melihat masa penahanannya mau habis, itu tetap disidang juga," katanya. Kelik mewakili para hakim yang bertugas di Pengadilan Negeri Mataram turut menyampaikan harapan agar pemerintah dapat menyetujui tuntutan dalam aksi solidaritas ini.

"Harapan kami, hakim di Mataram agar pemerintah juga memikirkan kesejahteraan hakim, keamanan hakim, kesehatan hakim, dan sarana dan prasarana seperti yg dijanjikan dahulu oleh pemerintah," kata Kelik.

Sementara itu, saat Sebagian besar hakim di Indonesia menunda siding bahkan ada yang mogok, di Yogyakarta PN setempat tetap melaksanakan siding, bahkan jadwalnya lebih banyak dari hari-hari sebelumnya.

"Tetap melaksanakan persidangan. Hari ini malah banyak sekali, mungkin lebih dari 25 persidangan," kata Humas PN Yogyakarta Heri Kurniawan.

Heri memastikan sebanyak 27 hakim yang tercatat bertugas di PN Yogyakarta tidak satupun yang mengajukan cuti. Meski begitu, kata Heri, seluruh hakim di PN Yogyakarta kompak memasang pita putih pada lengan mereka sebagai bentuk dukungan atas aksi nasional menuntut kesejahteraan hakim.

Heri mengatakan, sedianya para hakim di PN Yogyakarta telah siap mengikuti aksi cuti massal itu, namun akhirnya memutuskan menunda terlebih dahulu sembari menunggu perkembangan hasil audiensi kenaikan gaji hakim di tingkat pusat.

"Kita tetap mendukung dengan menggunakan pita putih dalam proses persidangan atau selama aksi massal itu," ujar dia.

Selain menunggu perkembangan di tingkat pusat, lanjut Heri, persidangan tetap digelar lantaran tidak sedikit perkara yang ditangani tengah masuk tahap pemeriksaan, bahkan putusan sehingga riskan jika ditinggalkan.

"Memang kadang ada yang sudah masuk dalam tahap pemeriksaan, kemudian putusan. Itu kan agak riskan juga ketika tidak dilakukan, karena nanti terkait masalah penahanan segala macam," ujar dia.

Meski demikian, apabila tuntutan kesejahteraan itu tidak kunjung membuahkan hasil, menurut Heri, para hakim di PN Yogyakarta kemungkinan besar bakal turut serta melakukan cuti massal sebagaimana hakim di wilayah lain.

"Kalau dari atas itu sudah tidak bisa dibendung lagi dan memang tidak ada ke arah yang kita harapkan, tidak ada tanda-tanda istilahnya 'hilal'-nya tidak kelihatan, kemungkinan ya akan terjadi seluruh hakim akan melakukan aksi seperti tahun 2012 waktu kenaikan gaji pertama," kata dia.

Sebelumnya aksi solidaritas hakim Indonesia menggaung di berbagai penjuru Indonesia lewat Gerakan Cuti Bersama Hakim se-Indonesia secara serentak pada 7–11 Oktober 2024. Gerakan tersebut sebagai perwujudan komitmen para hakim untuk memperjuangkan kesejahteraan, independensi, dan kehormatan lembaga peradilan di Indonesia.

Juru Bicara Solidaritas Hakim Indonesia Fauzan Arrasyid dalam keterangan tertulis, Kamis (26/9), mengatakan, ketidakmampuan pemerintah menyesuaikan penghasilan hakim merupakan langkah mundur dan berpotensi mengancam integritas lembaga peradilan. "Tanpa kesejahteraan yang memadai, hakim bisa saja rentan terhadap praktik korupsi karena penghasilan mereka tidak mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari," ucapnya.

 

Sentimen: positif (100%)