Sentimen
Negatif (65%)
7 Okt 2024 : 09.47
Informasi Tambahan

Event: Pilkada Serentak, Pilkada 2017

Pilkada Jakarta 2024 Tak Seramai Pesta Demokrasi Sebelumnya, Kenapa? Megapolitan 7 Oktober 2024

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Metropolitan

7 Okt 2024 : 09.47
Pilkada Jakarta 2024 Tak Seramai Pesta Demokrasi Sebelumnya, Kenapa? Editor
JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya, mengungkapkan bahwa suasana pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 terasa kurang meriah dibandingkan dengan pemilihan sebelumnya. Menurutnya, hal ini disebabkan oleh tidak adanya isu-isu sensitif yang biasa memanaskan suasana. "Saat ini tidak terasa seramai dan seheboh Pilkada sebelumnya. Kabar baiknya, sekarang ini tidak ada isu yang sensitif," ungkap Yunarto dalam Obrolan Newsroom Kompas.com , Minggu (7/10/2024). Yunarto menambahkan, ini adalah perkembangan positif bagi demokrasi, di mana publik dapat membuat pilihan yang lebih rasional. Dalam pandangannya, masyarakat kini lebih memilih berdasarkan penilaian terhadap kandidat berdasarkan visi, misi, dan program. Saat ini tak ada lagi masyarakat yang terpengaruh oleh isu-isu emosional yang sebelumnya seringkali membelahnya. "Jubir-jubir calon dan ketokohan para kandidat menjadi lebih dominan dalam penilaian publik," kata Yunarto. Yunarto juga mencatat bahwa kebiasaan masyarakat dalam menonton debat kini telah berubah. Pada debat Pilkada 2017, masyarakat umumnya hanya mencari justifikasi untuk kandidat pilihan mereka. "Nonton debat juga hanya mencari justifikasi dari jagoan saya, dan mencari kesalahan dari musuh saya. Nah, itu yang menurut saya bisa dilihat dari sisi positif dari Pilkada sebelumnya," kata Yunarto. Situasi Pilkada 2024 menunjukkan karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan momen pesta demokrasi tahun sebelumnya. Dalam survei Charta Politika, terungkap tingkat kemantapan pilihan publik terhadap calon kepala daerah (paslon) saat ini lebih rendah. Hal ini menjadi indikasi bahwa pemilih kini lebih selektif dalam memilih pemimpin yang dianggap lebih baik. "Dahulu, pada zaman Anies-Ahok, terutama putaran kedua, dari sepanjang 1.000 kali survei di seluruh daerah, angka tertinggi tingkat kemantapan tercatat. Mantap memilih Ahok itu 91 persen, sementara yang mantap memilih Anies mencapai 93 persen," kata Yunarto. "Sekarang di Jakarta, tingkat kemantapan itu baru 40,7 persen dan 44,3 persen menyatakan masih mungkin dapat berubah," sambung Yunarto. Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Sentimen: negatif (65.3%)