Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Blitar
Tanpa Ganti Rugi, Kecamatan Klaim Penggusuran Rumah Blitar Manusiawi
Beritajatim.com Jenis Media: Regional
Blitar (beritajatim.com) – Sebagian bangunan rumah milik Nunik Dyah Retno Sulistyowati di Kelurahan Bendogerit Kecamatan Sananwetan Kota Blitar digusur untuk dijadikan taman kantor kelurahan yang baru. Mirisnya, pihak pemilik bangunan tak mendapatkan ganti rugi sepeser pun.
Terkait hal itu pihak Kecamatan Sananwetan Kota Blitar pun angkat bicara. Purwanto, Camat Sananwetan menyebut penggusuran bangunan rumah warga itu sudah manusiawi.
Dirinya menyebut, sebelum penggusuran terjadi Pemerintah Kota Blitar telah beberapa kali melakukan negosiasi dengan pemilik bangunan. Dalam komunikasi itu, diketahui bahwa sebagian tanah yang ditempati oleh Nunik Dyah Retno merupakan milik Pemkot Blitar.
“Lahan yang digunakan bersangkutan itu statusnya memang milik Pemkot dan itu hanya sedikit dari bagian lahan mereka. Pada saat negosiasi ini sudah ada kesepakatan bahwa pihak yang menempati lahan Pemkot Blitar ini akan meninggalkan secara sukarela,” kata Purwanto, Camat Sananwetan Kota Blitar, Sabtu (6/7/2024).
Pihak Pemerintah Kota Blitar sendiri memang tidak menawarkan uang ganti rugi kepada pemilik bangunan. Pada waktu itu Pemkot Blitar justru menawarkan ganti rugi berupa renovasi rumah.
Namun renovasi dan rehabilitasi rumah itu urung dilakukan, karena terkendala status kepemilikan tanah. Sehingga hingga bangunan tersebut digusur, rumah milik Nunik Dyah Retno pun tak kunjung direhabilitasi.
“Ternyata ketika akan dieksekusi rehab ada salah satu persyaratan yang tidak bisa dipenuhi yaitu izin penggunaan tanah yang ditempati itu dari pemilik,” bebernya.
Menurut pihak kecamatan, tanah yang ditempati oleh keluarga Nunik Dyah Retno tersebut sudah dijual ke orang lain. Sehingga ketika mau dilakukan rehab harus ada izin dari pemilik. Sementara pemilik tanah tidak mengizinkan Pemkot Blitar melakukan rehabilitasi rumah milik Nunik Dyah Retno.
“Kami juga sebenarnya sudah menawarkan bantuan untuk memindahkan perabotan namun karena yang bersangkutan tidak ada tempat hal itu juga tidak bisa dilakukan,” tutupnya.
Cerita Camat Sananwetan itu tentu sedikit berbeda dengan keterangan dari pemilik bangunan rumah yang digusur. Menurut Nunik awalnya ada kesepakatan soal uang ganti rugi yang akan diberikan.
Namun hingga penggusuran terjadi pihaknya tidak mendapatkan uang ganti rugi sepeserpun. Bahkan, akses jalan menuju rumahnya pun juga sempat ditutup.
“Awalnya, memang bangunan tersebut berdiri di sekitar pustu yang merupakan bengkok peninggalan bapak, saat itu tanah diberikan kepada bapak. Sekitar sebulan yang lalu didatangi perangkat kelurahan, ditanya bukti kepemilikan aset, karena bangunan ini akan dijadikan taman,” ungkap Nunik, Jumat (5/7/2024).
Menurut Nunik, bangunan milik sang ibu yakni Koesmoktijah tersebut telah ditempati sejak 35 tahun lalu. Sebab, mendiang suaminya, Sartono, merupakan lurah Bendogerit periode 1983-1996.
Sebelum penggusuran tersebut, sebenarnya ada pembicaraan antara pihak kelurahan dengan keluarga Nunik. Saat itu pihak kelurahan menjanjikan anggaran kisaran Rp17-27 juta untuk rehabilitasi bangunan miliknya.
Namun, jumlah tersebut turun menjadi kisaran Rp 10-17 juta. Mirisnya, saat proses penggusuran Nunik dan keluarga tidak mendapatkan uang ganti rugi sepeserpun.
Bahkan akses jalan ke rumahnya pun sempat ditutup. Nunik pun tidak bisa berbuat banyak, pasalnya kesepakatan antara pihaknya dan kelurahan tidak tercatat secara resmi di atas materai. Namun sebenarnya, ada saksi pada saat itu.
“Untuk mencairkan rehabilitasi itu perlu tanda tangan lingkungan, tapi pemilik rumah di depan saya tidak mau tanda tangan, bahkan aksesnya mau ditutup. Saya orang kecil, kalau memang bagian tanah diminta pemerintah, saya sudah legowo. Tapi, tolong diberikan jalan sedikit saja untuk keluar-masuk kalau ibu mau berobat,” ceritanya. [owi/beq]
Sentimen: positif (86.5%)