Sentimen
Informasi Tambahan
Grup Musik: APRIL
Kab/Kota: Washington, Tiongkok, Beijing
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Siapa Capres AS Pilihan Xi Jinping, China Dukung Kamala atau Trump?
CNBCindonesia.com Jenis Media: News
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS) akan segera digelar pada November mendatang. Kontestasi ini akan mempertemukan mantan presiden, Donald Trump, yang diusung Partai Republik, dengan Wakil Presiden saat ini dari Partai Demokrat, Kamala Harris.
Salah satu isu yang selalu menjadi perdebatan antara kedua kandidat ini adalah terkait dengan hubungan AS-China. Keduanya mengambil pendekatan yang cukup keras bila menyangkut dengan Negeri Tirai Bambu, khususnya terkait perdagangan.
Sejumlah analis, seperti ekonom senior di bank swasta Swiss UBP, Carlos Casanova, mengatakan bahwa hubungan dagang AS dengan China akan tetap tegang. Ini tidak peduli siapa yang memenangkan pemilihan pada bulan November.
"Kami pikir ketegangan perdagangan yang sedang berlangsung, baik dengan AS maupun Eropa, akan tetap ada. Saya pikir di AS hal itu dipahami dengan baik, dukungan untuk tindakan yang lebih tegas terhadap Tiongkok bersifat bipartisan. Jadi tidak masalah siapa yang memenangkan pemilihan," kata Casanova kepada CNBC International, Jumat (13/9/2024).
Trump telah mengusulkan tarif hingga 100% untuk barang-barang China dan tarif menyeluruh sebesar 10%-20% untuk semua impor lainnya. Sementara Harris diperkirakan akan tetap berpegang pada kebijakan tarif Presiden petahana Joe Biden.
"Kemenangan Trump kemungkinan besar akan meningkatkan permusuhan perdagangan dan ekonomi antara AS dan China, meningkatkan keterpisahan perdagangan dan keuangan antara kedua negara," kata Eswar Prasad, seorang profesor ekonomi di Universitas Cornell.
Potensi tarif yang lebih kuat oleh Harris juga tidak dapat dikesampingkan. Pasalnya, Biden dan Harris Mei lalu mengumumkan bea masuk senilai sekitar US$ 18 miliar atas barang impor China, termasuk kendaraan listrik, sel surya, baterai lithium, baja, dan aluminium.
Selama debat, Harris tidak memberikan rincian tentang kebijakannya terhadap China. Namun ia sempat mengatakan bahwa 'kebijakan tentang China harus memastikan AS memenangkan persaingan di abad ke-21'.
"Yang berarti berfokus pada rincian tentang apa yang dibutuhkan, berfokus pada hubungan dengan sekutu kita, berfokus pada investasi dalam teknologi berbasis Amerika sehingga kita memenangkan perlombaan di bidang AI dan komputasi kuantum," Harris menambahkan.
AS, di masa Biden dan Harris, juga telah memperingatkan tentang masalah kelebihan kapasitas yang terjadi di China. Menteri Keuangan Janet Yellen dilaporkan mengatakan pada bulan Mei bahwa kelebihan kapasitas industri oleh Beijing mengancam perusahaan-perusahaan Amerika dan Eropa, serta pembangunan industri negara-negara pasar berkembang.
Pada bulan April, Yellen bertemu dengan pejabat China untuk membahas masalah kelebihan kapasitas dan reformasi yang berorientasi pasar. Ia mengatakan dalam sambutannya bahwa 'hubungan ekonomi yang sehat harus menyediakan lapangan bermain yang setara bagi perusahaan dan pekerja di kedua negara'.
Beijing telah dituduh melakukan dumping barang saat permintaan domestik menurun, yang memicu bea masuk yang besar atas ekspor China dari beberapa negara. Selain itu, China jug menghadapi tuduhan memberikan subsidi besar-besaran terhadap industri seperti kendaraan listrik yang telah menarik tarif dari AS dan negara-negara Eropa.
Kepala strategi BCA Research, Marko Papic, mengatakan bahwa pertarungan saat ini tidak mampu meyakinkan investor untuk meramalkan perubahan politik antara AS dengan China. Menurutnya, sampai saat ini belum ada gambaran jelas terkait manajemen ketegangan antara Washington dan Beijing dari Harris maupun Trump.
"Saya rasa kita tidak benar-benar mendapat kejelasan tentang apapun setelah debat (calon presiden AS). Itu tidak cukup untuk memaksa kita sebagai investor untuk mulai memperkirakan perubahan politik yang dramatis," tuturnya.
(sef/sef)
Sentimen: positif (88.8%)