Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Senayan
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Komisi II DPR Cecar KPU Soal Tinggal di Apartemen, Private Jet hingga Pembuatan Film
Beritasatu.com Jenis Media: Nasional
Jakarta, Beritasatu.com - Anggota Komisi II DPR Fraksi Demokrat Reska Oktoberia mencecar para anggota KPU terkait evaluasi penggunaan anggaran KPU selama ini. Reska menyinggung sejumlah kegiatan KPU selama ini yang dinilai tidak efisien dan efektif serta berujung pada pemborosan anggaran, seperti pilihan tinggal di apartemen sementara rumah dinas disediakan, penggunaan private jet hingga pembuatan film terkait pemilu.
Hal ini disampaikan Reska dalam rapat Komisi II DPR dengan KPU, Bawaslu, dan BPIP soal usulan anggaran tahun 2024 di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (10/9/2024). Dalam rapat tersebut, hadir ketua KPU Mochammad Afifuddin dan jajaran komisioner lainnya.
"Saya ingatkan terakhir kali, tolong, kalau tidak akan mau menggunakan rumah dinas, jangan komisioner tinggal di apartemen. Apartemen juga dibiayai oleh APBN, rumah dinas perawatannya juga dari APBN. Pemborosan," ujar Reska.
Reska menilai alasan KPU mengada-ada dengan menyebutkan tinggal di apartemen untuk memperlancar kegiatan pemilu yang padat. Dia pun meminta anggota KPU segera meninggalkan apartemen dan tinggal di rumah dinas atau tinggal di apartemen dengan biaya pribadi, bukan APBN.
"Kalau masih ada yang tinggal di apartemen, tolong tutup cepat apartemennya! Anggarannya diberikan untuk kepentingan yang lain. Kalau masih mau tinggal di apartemen, bayar dengan dana pribadi masing-masing sendiri," tegas dia.
Reska juga sempat menyinggung pengunaan private jet oleh KPU pada Pemilu 2024. Alasannya, Reska mengaku sudah mempertanyakan hal tersebut saat konsinyering Komisi II DPR dengan KPU pada Mei 2024. Namun, jawaban tertulis KPU tidak memuaskan dan sekadar menjawab seadanya.
"Saya tidak menemukan jawaban yang tepat di dalam pertanyaan saya. Contoh, menggunakan private jet untuk supervisi dan monitoring KPU ke Bali anggarannya berasal dari APBN. Monitoring logistik, komisioner yang membidangi logistik saja tidak ikut. Itu satu. Penggunaannya (private jet) juga bukan sekali," ungkapnya.
Tak sampai di situ, Reska juga menyoroti langkah KPU membuat film terkait sosialisasi gelaran pemilu. Menurut dia, langkah tersebut tidak terlalu efektif karena hanya menghabiskan uang dengan dampak yang kecil.
"Saya mau bertanya dahulu ini terkait dengan film yang dibuat oleh KPU. Ini filmnya sudah dua. Pertama, (judulnya) Kejarlah Janji. Kedua, Tagihlah Janji. Kita enggak tahu nih apa akan ada lagi film ketiga, keempat, atau berikutnya," tutur dia.
Menurut Reska, KPU perlu mengevaluasi urgensi pembuatan film dokumenter tersebut. Dia menyayangkan dana dari APBN harus digelontorkan demi membuat film semacam itu.
"Harus ada evaluasi dari pembuatan film ini yang dilakukan oleh KPU. Apa efeknya, kalau enggak ada ngapain keluarin uang? Ini masuk anggaran di mana? Coba tolong dibantu dijelaskan, nomenklaturnya di mana, dan jenis pembiayaannya apa?" tegas dia.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengaku kaget dan menyesal telah memperjuangkan anggaran yang begitu besar bagi KPU pada 2024, yakni Rp 76,6 triliun. Alasannya, banyak anggaran yang tidak dikelola dengan baik dan transparan seperti apartemen untuk anggota KPU, penggunaan private jet hingga pembuatan film.
"Saya membela bapak-ibu itu, berapa pun anggaran yang disampaikan, bahkan kita bisa mendesak menkeu, badan anggaran supaya anggaran harus diterima total Rp 76,6 triliun. Anggaran pemilu dianjurkan KPU Rp 76,6 triliun, Bawaslu Rp 33 triliun sekian," ujar dia.
"Akhirnya kalau cerita Bu Reska, Arteria, ini mulai ada penyesalan buat saya. Menurut saya ternyata anggaran yang kita perjuangkan buat gaya hidup bapak jadi mewah. Saya tadi terkejut ada rumah dinas, ada apartemen, coba sekjen klarifikasi," pungkas Doli.
Sentimen: negatif (99.9%)