Tudung Kepala Nusantara untuk Keberagaman, Cara Perempuan Sambut Paus Fransiskus
Beritasatu.com Jenis Media: Nasional
Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Departemen Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Ikatan Alumni UIN Jakarta (Ikaluin Jakarta) Yuniyanti Chuzaifah mengatakan, Festival Tudung Kepala Nusantara yang diinisiasi Komnas Perempuan sebagai rangkaian festival keberagaman untuk menyambut kehadiran Paus Fransiskus ke Indonesia.
"Bagi perempuan, pakaian adalah statement keragaman, pakaian adalah identitas, pakaian adalah alat negosisasi dan ekspresi, pakaian juga penyimpan sejarah. Di tengah ada negara atau agama yang mengharamkan warna, dengan warna kita mendeklarasikan kemerdekaan sebagai perempuan dan warga negara,” kata Yuniyanti, dalam keterangannya, Rabu (4/9/2024).
Komnas Perempuan ikut dalam Festival Tudung Kepala Nusantara bersama komunitas pencinta kain Sapawastra dan sejumlah wakil dari komunitas lainnya.
Departemen Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Ikaluin Jakarta dan Sapawastra menghadirkan puluhan pemakai tudung kepala dari lintas generasi untuk mengenakan sejumlah tudung kepala tengkuluk dari suku Batak, Jambi, Toraja, Aceh, Minang, Betawi, Baduy, dan Lampung, yang dipadu dengan wastra dan pakaian daerah, lintas kelas, termasuk untuk tudung kepala sehari-hari.
"Saong pada Batak Toba, tudung bagi orang Karo. Passapu orang Toraja, Pote bagi orang Mamasa, Kuluk bagi orang Jambi, Tingkuluak bagi orang Minang, Kudung bagi orang Banten. Banyak sekali ragam sebutan nama tutup kepala dan cara pakainya," papar Founder Sapawastra Nury Sybli.
Menurut Nury, keragaman tutup kepala tersebut menjadi simbol bahwa masyarakat Indonesia bisa hidup berdampingan meski berbeda latar belakang.
Lebih lanjut Yuni mengatakan, festival ini menjadi ruang memperkuat keakaran pada kekayaan moyang kita. "Selain itu juga menjadi momen penting menyambut kehadiran Paus ke Indonesia. Inilah cara perempuan menjadi bagian dari merawat damai dalam keragaman yang sejati," ujarnya.
Dalam ulas singkat dan kuat, Nury Sybli yang juga pengurus Departemen Perempuan Ikaluin dan perintis Sapawastra menjelaskan, melalui penelusuran model baju dan wastra perempuan, ada konektivitas leluhur. Dengan wastra juga jadi perantai pesan, juga bagian penting merawat bangsa untuk keberagaman.
Sentimen: positif (98.8%)