Sentimen
Positif (99%)
4 Sep 2024 : 20.42
Informasi Tambahan

Agama: Islam, Katolik

Tokoh Terkait

Ungkapan Hati Guru asal Buton kepada Paus Fransiskus di Katedral, Bahas Toleransi hingga Pendidikan Megapolitan 4 September 2024

5 Sep 2024 : 03.42 Views 3

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Metropolitan

Ungkapan Hati Guru asal Buton kepada Paus Fransiskus di Katedral, Bahas Toleransi hingga Pendidikan Editor JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang guru asal Pulau Buton, Sulawesi Selatan, bernama Anna Nur Awalia, mengungkapkan isi hatinya kepada pemimpin tertinggi Gereja Katolik sedunia, Paus Fransiskus di Gereja Katedral, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Rabu (4/9/2024). Anna yang merupakan bagian dari Scholas Occurents, sebuah komunitas pemuda yang didirikan oleh Paus Fransiskus di Argentina pada 2013, memperkenalkan dirinya sebagai seorang dosen, fasilitator anak, dan seorang penyiar radio, serta seorang ibu. "Saya mengambil peran sebanyak mungkin, semampu saya di setiap bagian linimasa kehidupan agar saya dapat mengisi dunia pendidikan dan menyebarluaskan pesan tentang pentingnya edukasi untuk menuntaskan kemiskinan," jelas Anna, dikutip dari siaran langsung Paus Kunjungi Katedral Jakarta di YouTube Kompas.com , Rabu (4/9/2024). Di depan Paus Fransiskus, Anna mengungkapkan rasa syukurnya karena untuk pertama kali dalam hidupnya ia berada di dalam Katedral, sebuah gereja yang disucikan umat Katolik yang berseberangan dengan Masjid Istiqlal, tempat ia biasa beribadah. Bagi Anna, keberadaan Gereja Katedral dan Masjid Istiqlal yang saling berhadapan adalah simbol toleransi, sebuah pelajaran penting yang telah dipelajarinya melalui agama dan berbagai pengalaman hidupnya. "Ini merupakan simbol toleransi, di mana perbedaan seharusnya kita hadapi dan kita jembatani. Saya belajar toleransi melalui agama saya dan ketika bersama Scholas juga mengajarkan toleransi yang sama seperti yang diajarkan oleh Islam," kata Anna. Dalam kesempatan tersebut, Anna mengungkapkan bagaimana Scholas Occurrentes telah membentuk pandangannya tentang pendidikan dan toleransi. Anna menyebutkan, kurikulum Scholas yang memfokuskan pada pendidikan inklusif dan perhatian terhadap anak-anak miskin, sejalan dengan visi kurikulum merdeka belajar yang ia terapkan dalam pekerjaan sehari-harinya. "Scholas dalam pedagogikalnya, kurikulumnya, melatih saya untuk melihat dunia dari pinggir jalan, rakyat miskin kota, anak-anak yang haus sekolah, dan harusnya disekolahkan. Menyadarkan mereka yang kaya materi bahwa hidup tidak hanya memikirkan diri sendiri," ucap Anna sambil berkaca-kaca. Ia juga memuji cara Scholas yang mendengarkan dan menghargai setiap individu, menjadikannya model komunikasi yang efektif dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang harmonis. Anna menekankan soal pentingnya menciptakan generasi guru muda yang bukan hanya cerdas, tetapi juga bahagia. "Saya mengenal Scholas melalui mentor saya, kemudian mengikuti proses tesnya yang cukup panjang. Saya sangat bahagia ketika dinyatakan lulus dan menjadi salah satu tim dari Scholas, student , dan juga volunteer ," jelas Anna. "Saya tertarik mengetahui bahwa mereka mencintai pendidikan sebagaimana saya cinta dunia yang sama bersama anak-anak, buku, literasi, seni, teknologi, games , dan ruang belajar," lanjutnya. Selama dua tahun berkolaborasi dengan Scholas di berbagai belahan dunia, di antaranya Italia dan Liberia, Anna merasakan betapa pentingnya mengintegrasikan prinsip-prinsip pedagogi yang diajarkan Scholas ke dalam kehidupan. Ia merasa terinspirasi untuk meneruskan model kurikulum tersebut kepada siswa dan rekan kerjanya di Indonesia, percaya bahwa metode tersebut dapat menciptakan generasi muda yang cerdas dan bahagia. "Di Scholas kami diskusi banyak hal soal dunia pendidikan, kurikulum strategis, digital literasi, isu-isu generasi muda, budaya dan lingkungan hidup, perempuan dan anak-anak yang harus dilindungi dan masih banyak lagi," terang Anna. Anna juga mengungkapkan bahwa proyek-proyek edukatif yang ia ikuti bersama Scholas dan Tunas Bhinneka, yang melibatkan 250 anak muda dengan berbagai latar belakang memberikan pengalaman berharga dalam mendengarkan dan memahami berbagai pandangan serta mimpi anak-anak tersebut. "Mendengarkan adalah cara komunikasi terbaik dalam ruang pertemuan, listen, listen, listen, and speak. Dengan cara itu kita bisa menjembatani segala bentuk perbedaan menjadi satu," ujar Anna. Di akhir pesan yang disampaikannya, Anna mengajak Paus Fransiskus untuk mendengarkan dua anak yang akan mewakili suara hati mereka, sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat jembatan toleransi dan pemahaman antarbudaya dan agama. Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Sentimen: positif (99.2%)