Sentimen
Positif (100%)
1 Sep 2024 : 09.48
Informasi Tambahan

BUMN: PT KCI

Kab/Kota: Jabodetabek

Tokoh Terkait

harus perluas juga pendapatan non-farebox-nya

1 Sep 2024 : 16.48 Views 2

Elshinta.com Elshinta.com Jenis Media: Ekonomi

ilustrasi KRL Jabodetabek. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/tom. Wacana subsidi KRL Jabodetabek berbasis NIK, pengamat: harus perluas juga pendapatan non-farebox-nya Dalam Negeri    Nandang Karyadi    Sabtu, 31 Agustus 2024 - 16:29 WIB

Elshinta.com - Pemerintah juga harus memperluas pendapatan non-farebox atau di luar tarif dari angkutan umum, dalam mewacanakan adanya pemberian subsidi berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk tiket kereta rel listrik (KRL) /Commuter Line Jabodetabek pada 2025. Hal ini disampaikan oleh pemerhati transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia, Revy Petragradia, dalam wawancara bersama Radio Elshinta pada Sabtu (31/8/2024).

“Kalau melihat dari pendapatan angkutan umum, apalagi kayak LRT ataupun KRL, sebenarnya ada 2 hal. Pertama,  farebox dari tiket masyarakat dan kedua pendapatan non-farebox, yang belum di explore lebih jauh, itu kan non-farebox.  Sebenarnya banyak pendapatan di luar tarif yang belum di explore PT KAI, dalam hal ini PT KCI sendiri. Mungkin mereka bisa memperluas pendapatan melalui iklan atau kerjasama dengan berbagai developer, agar bisa mendapatkan revenue dari non-farebox-nya,” papar Revy.

Perlu dipahami bahwa ada 2 jenis pendapatan angkutan umum yaitu pendapatan farebox yang bisa diambil dari tarif tiket pengguna angkutan atau masyarakat dan pendapatan non-farebox atau di luar tarif yang bisa didapatkan dari kerjasama dengan berbagai pihak. Misalnya, pendapatan non- farebox atau di luar tarif yang bisa berasal dari iklan, telekomunikasi, penamaan stasiun, payment gateway, dan retail.

“Pemerintah harus tetap mendorong penggunaan angkutan umum public, dalam hal ini LRT, MRT ataupun  KRL,” tambahnya.

Revy mengatakan pemerintah saat ini lebih mengutamakan peningkatan pendapatan farebox tanpa mengeksplor terlebih dulu pendapatan non-farebox-nya. Ke depan akan semakin banyak pengguna kendaraan dan angkutan umum publik seperti KRL, maka semakin tinggi pula subsidi yang harus diberikan. Oleh karena itu, kreativitas dari PT.KCI sendiri untuk mendapatkan pendapatan non-farebox harus dikembangkan, jangan sampai hanya membebankan subsidi pada masyarakat dengan penambahan tarif tiket.

“Kalau dalam rangka masyarakat umum, pemerintah harus melihat subsidi sebagai investasi dan bukan cost. Peran pemerintah dalam memberikan akses angkutan umum publik ini menjadi suatu kewajiban bukan beban. Sehingga bukan secara finansial saja yang dilihat, tapi dari segi ekonomi juga yang meningkat,” kata Revy.

Angkutan umum dapat digunakan oleh semua orang tanpa memandang level atau kasta. Harapannya pemerintah bersama pihak terkait lainnya dapat memperluas dan meningkatkan kreativitas pendapatan dari segi non-farebox. “KRL sebenarnya sudah berbasis jarak, sehingga bagaimana KCI bisa mengeksplor kreatif pendapatan dari segi non-farebox nya,” ujarnya.

“Kita bisa belajar dari negara lain, terdekat misalnya Singapura atau Malaysia. Mereka bisa mengintegrasikan antar stasiun-stasiun KRL atau MRT ataupun bus dengan pusat-pusat bisnis. Setidaknya ada revenue sharing antara distrik-distrik yang mereka kembangkan,” tambah Revy

Diketahui, Direktur Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Risal Wasal mengatakan wacana penetapan tarif KRL Jabodetabek berbasis NIK di tahun 2025 masih dalam pembahasan. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk pemerataan subsidi di wilayah lainnya dan lebih tepat sasaran.

Rencana pemberian subsidi untuk KRL Jabodetabek berbasis NIK ini tertuang dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025 yang di dalam dokumen tersebut ditetapkan anggaran belanja subsidi public service obligation (PSO) untuk PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebesar Rp 4,79 triliun. (Sus/Ter)

Sumber : Radio Elshinta

Sentimen: positif (100%)