Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Senayan
Kasus: bullying
Tokoh Terkait
Dokter PPDS Harus Mundur Karena Di-Bully Senior, padahal Indonesia Kekurangan Jumlah Dokter Spesialis
Beritasatu.com Jenis Media: Nasional
Jakarta, Beritasatu.com - Wildan, seorang dokter yang pernah mengikuti program pendidikan dokter spesialis (PPDS) mengaku harus mundur dari program dokter spesialis itu karena alami aksi perundungan atau bullying dari senior. Padahal, Menkes Budi Gunadi Sadikin menyebut Indonesia kekurangan dokter spesialis hingga harus impor dokter spesialis asing.
Wildan mengaku diminta orang tua mundur dari PPDS setelah keluarga mengetahui aksi perundungan dari senior saat PPDS. Ia pun setuju mengundurkan diri dari pendidikan tersebut, meskipun dirinya harus mengubur cita-citanya menjadi dokter spesialis.
"Yang paling penting adalah kesehatan mental saya dan keluarga yang ada di rumah," ucap Wildan saat menjadi bintang tamu dalam channel YouTube Deddy Corbuzier dikutip, Jumat (23/8/2024).
Tidak hanya kekerasan fisik, Wildan juga mengaku pernah diminta untuk membayar pajak mobil dokter senior. Ia mengakui, dirinya tidak bisa melawan karena takut akan menerima perlakuan yang lebih buruk dari para senior.
"Yang paling penting itu ketika di PPDS, kita harus hormat sama guru dan senior karena mereka yang bakal ngajarin kita. Saya bukan takut melawan, tetapi takut dipersulit. Ketika dapat perundungan, saya pikir, ya sudah. Kalau ngomong juga malah tambah parah. Jadi saya enggak lapor sama sekali," jelas Wildan.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkap jumlah dokter spesialis Indonesia masih sangat minim sehingga perlu 10 tahun untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
"Minimal 10 tahun kalau kita berhasil mendidik (dokter) dan semuanya lulus. Ini belum menghitung yang berhenti atau wafat," katanya saat rapat kerja dengan Komisi IX DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat pada Rabu (3/7/2024).
Budi Gunadi membeberkan akibat kurangnya dokter spesialis terdapat sebanyak 285 rumah sakit umum daerah (RSUD) yang tidak lengkap memiliki tujuh jenis dokter spesialis sebagai standar operasional rumah sakit.
Dia menerangkan mestinya setiap rumah sakit wajib memiliki dokter spesialis obgyn, dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis anak, dokter spesialis bedah, dokter spesialis anestesi, dokter spesialis patologi klinik dan dokter spesialis radiologi.
Selain kekurangan jumlah dokter spesialis, Budi Gunadi menjelaskan bahwa distribusi dokter juga menjadi permasalahan. Pasalnya, penyebaran dokter di Indonesia masih belum merata, terutama di daerah pelosok.
"Masalah kita adalah kekurangan jumlah, distribusi enggak sama. Ini saya lihat mesti diberesin tetapi, banyak argumen yang bilang cukup padahal tidak sama sekali," pungkasnya.
Sentimen: negatif (98.5%)