Sentimen
Netral (49%)
17 Agu 2024 : 00.00
Informasi Tambahan

Institusi: Universitas Paramadina, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Populi Center

Kab/Kota: Senayan

Kasus: korupsi

Menyingkap Makna di Balik Pidato Kenegaraan Terakhir Jokowi - Page 3

Liputan6.com Liputan6.com Jenis Media: News

17 Agu 2024 : 00.00

Liputan6.com, Jakarta - Mengenakan pakaian adat Betawi, Presiden Joko Widodo atau Jokowi tiba di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Jum'at 16 Agustus 2024. Jokowi datang pukul pukul 08.57 WIB. Ia yang ditemani istrinya, Iriana, tampak mengenakan warna dengan tone gelap yang dilengkapi peci hitam.

Sementara Iriana memakai kebaya berwarna lembut. Jenis kebaya kurung yang dipakainya berpadu dengan selendang organza, mengikuti tren paling anyar.

Jokowi hadir di gedung Parlemen untuk membacakan pidato pada sidang tahunan MPR, DPD, DPR tahun 2024. Dalam pemaparannya, banyak hal yang disinggung terkait dengan program yang telah dijalankan.

Menurut Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (INDOSTRATEGIC) Ahmad Khoirul Umam, ada beberapa catatan dalam pidato Jokowi kali ini yang tidak sebaik 2023. "Dibandingkan pidato pada 16 Agustus 2023 lalu yang lebih santai, pidato Presiden Jokowi kali ini terasa lebih garing. Tidak banyak informalitas dan guyonan yang ia gunakan, dibanding pidato tahun lalu," ujar dia kepada Liputan6.com, Jumat (16/8/2024).

Menurutnya, ada sejumlah alasan yang mempengaruhi hal tersebut. Pertama, tingginya tensi politik pasca Pemilu, di mana riak-riaknya masih dirasakan dalam relasi Jokowi-PDIP, hingga dinamika internal Golkar yang diduga melibatkan lingkar dekat Jokowi.

"Kedua, Jokowi ingin memunculkan suasana khidmad di ujung kekuasaannya, yang ditandai dengan permohonan maaf sebagai ekspresi etika politik pemimpin saat akan mengakhiri masa kepemimpinannya," ujar dia.

Kemudian pesan akhir Jokowi untuk menyerahkan estafet kepemimpinan bangsa dan harapan rakyat pada Presiden terpilih Prabowo Subianto, Ia menilai ini menjadi penanda bagi dimulainya spirit keberlanjutan di tengah transisi kekuasaan yang tengah berjalan. Dengan bekal dukungan politik yang sangat besar ke pemerintahan Prabowo-Gibran, model majority-presidentialism akan terbentuk.

"Pemerintahan baru seharusnya lebih mudah menghadirkan fase transisi yang stabil dan efektif," ujar Dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina ini.

Namun demikian, Umam menambahkan, majority-presidentialism itu juga tetap harus membuka ruang checks and balances atau fungsi pengawasan yang memadai kepada pemerintah, demi hadirnya tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan dan akuntabel (good governance).

Hajatan tahunan ini sejatinya dihadiri Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri. Namun Putri Megawati, Puan Maharani mengonfirmasi bahwa Ketua Umum PDIP tersebut batal hadir lantaran ada agenda lain.

Menurut Umam, ketidakhadiran Megawati di sidang tahunan, setelah 9 tahun setia mengawal pemerintahan Presiden Jokowi dalam setiap pidato kenegaraan di hadapan MPR, mengandung makna tersendiri. Ada sinyal yang ingin ditunjukkan oleh Megawati.

"Ketidakhadiran Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri di Sidang Tahunan MPR RI kali ini bisa dibaca sebagai simbol mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan Presiden Joko Widodo di ujung pemerintahannya. Titik pisah Jokowi dan Megawati-PDIP semakin menganga ketika beberapa hari lalu Megawati menyampaikan tudingan pihak yang hendak mengambil alih PDIP, yang disinyalir berasal dari lingkar inti kekuasaan. Sejak benturan PDIP dan Jokowi pada Pemilu lalu, Megawati belum pernah sekalipun berada dalam satu forum yang memungkinkan keduanya utk bertemu secara langsung," dia menandaskan.

Adapun Guru Besar Ilmu Politik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Darmawan mengapresiasi Pidato Jokowi dalam Sidang Tahunan MPR. Namun Ia menilai Jokowi tidak memaparkan aspek hukum secara komprehensif.

"Termasuk soal hukum ya, pemberantasan korupsi. Semestinya Pak Jokowi terbuka di situ, dibuka. Karena itu masalah krusial bangsa ini antara lain soal korupsi, bahkan merembet ke masalah politik yang akhirnya oknum-oknum dari elite politik yang terjebak korupsi kan akhirnya jadi partainya nggak punya kemandirian," kata dia kepada Liputan6.com, Jumat (16/8/2024).

Untuk itu, selayaknya Jokowi mengungkapkan data dalam pencapaiannya selama 5 tahun terakhir dan apa yg belum tergapai. Termasuk pemberantasan korupsi. "Misalnya indikatornya kenapa indeks persepsi korupsi kita itu, ada problem enggak," katanya.

Menurut Cecep, aspek pemberantasan korupsi tidak diungkap dalam laporan Jokowi lantaran menjadi sisi yang kelam dari pemerintahan saat ini. Instansi penegak hukum pemberantasan korupsi seperti KPK, diketahui kini tidak lagi garang. Bahkan salah satu petingginya, justru tersangkut kasus hukum.

"Iya, saya tahu kenapa tidak diulas, karena itu urusan yang lemah di pemerintahan kita saat ini. Walau pun tidak semata-mata soal pemerintahan ya, kan ada KPK ada faktor-faktor lain dari Kepolisian, Kejaksaan. Tapi harusnya ya terbuka saja. Untuk apa? Ya sebagai deskripsi kepada pemerintahan yang baru bahwa ini loh, karena sekarang tidak ada lagi pidato presiden di hadapan MPR kan. Justru ini momentum seharusnya, gitu ya," terang dia.

Hal senada disampaikan Peneliti Senior Populi Center Usep Saepul Achyar. Ia menilai content of law yang disampaikan Jokowi dalam Sidang Tahunan MPR ini hanya persoalan legalitas formal berkaitan soal undang-undang, produk-produk hukum. Namun sejatinya juga harus dilihat subtansi hukumnya apakah adil atau tidak.

"Evaluasi terhadap KPK masih harus disorot lebih jauh, jadi banyak yang menilai justru persoalan hukum dinilai gagal atau kurang bagus bahkan ada yang bilang legalitas otoritarian gitu. Jadi artinya produk hukum lebih banyak dipakai untuk kepentingan kekuasaan, melanggengkan kekuasaan misalnya yang paling menonjol soal putusan MK," ujar dia kepada Liputan6.com, Jumat (16/8/2024).

"Itu menonjol sekali dalam konteks ini. Mahkamah Konsitusi memberikan putusan untuk mengubah UU atau mengubah tentang usia calon presiden dan wakil presiden. Itu kan dinilai bahwa hukum adalah alat kekuasaan jika ada yang dihalangi oleh hukum maka hukumnya diubah untuk memuluskan kekuasaan. Sering kali begitu," Usep menambahkan.

Lalu kemudian dalam konteks KPK, dia menilai itu juga kemunduran besar. "Itu juga diakui oleh Ketua KPK. Dan itu dimulai dari pergantian produk hukum tentang KPK itu. Saya kira justru kalau soal hukum, bukan kebanggaan sebenarnya, tapi juga kritik terhadap hukum yang lebih digunakan untuk mencapai kekuasaan," kata dia.

Usep menyoroti permintaan maaf Jokowi yang disampaikan sebanyak empat kali dalam Sidang Tahunan ini. Menurutnya, Jokowi menyadari betul ada gonjang ganjing politik, hukum, pemerintahan, terutama menjelang akhir jabatannya ini. "Banyak hal yang kemudian orang kecewa dengan kebijakan Jokowi," ujarnya.

Ragam Tanggapan

Politikus PDIP Wayan Sudirta mengkritik pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPD di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2024). Dia menilai, pidato yang disampaikam Jokowi terlalu irit dan tidak lugas. Bahkan, tak menyinggung soal utang luar negeri.

"Yang saya tangkap kesan pak jokwi tidak terlalu los tidak terlalu lugas. Yang kedua materi pidatonya juga terlalu irit. Tidak menyinggung hutang luar negeri. Kurang menyinggung masalah SDM, SDA," kata Wayan, kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2024).

Bahkan, masalah hukum pun yang disinggung hanya soal-soal yang sangat normatif seperti komisi yudisial (KY). Tidak memberikan masukan bagaimana agar KY berperan lebih aktif.

"Memang ada tiga hal sebagai produk pemerintahan Jokowi yang disebut seperti KUHP, Omnibus law. Tapi sekali lagi penjelasannya tidak memadai," tegas dia.

Padahal, pihaknya sangat menanti penjelasan Presiden Jokowi mengenai masalah persatuan, masalah demokrasi, masalah keadilan sosial hingga masalah-masalah yang berkaitan dengan hukum.

"Paling tidak kita berharap kalau pun tidak klarifikasi, saya berharap tadinya mendapat pemahaman dan keyakinan bahwa ke depan, persatuan lebih terjaga. Demokrasi lebih terjaga. Hak-hak rakyat tidak dikebiri dengan kotak kosong. Tapi itu tidak memadai yang kita tangkap," ujar dia.

"Oleh karena itu, mari kita bersama-sama setelah pidato Pak Jokowi ini, kita beri masukan. Karena demi persatuan kita, demi kebaikan kita bersama. Rasanya masukan yang lebih detail walaupun dalam waktu 2-3 bulan mendatang waktunya terasa singkat. Paling tidak Presiden Jokowi dapat lebih menekankan pada persatuan, demokrasi, hak-hak rakyat," imbuh Wayan.

Sementara itu, Ketua DPP PDIP Djarot Syaiful Hidayat menilai wajar jika Joko Widodo (Jokowi) meminta maaf selama menjabat sebagai Presiden. Diketahui, Jokowi menjabat sebagai presiden selama dua periode atau sejak tahun 2014 hingga 2024.

"Saya pernah menjadi wali kota wagub permintaan maaf bagi penyelenggara eksekutif adalah hal wajar, dan hal normal dan hal wajar," kata Djarot kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2024).

Menurutnya, hal penting yang harus dilakukan oleh Jokowi yakni mempertanggungjawabkan kebijakan-kebijakan yang telah dibuatnya.

"Yang lebih penting lagi kebijakan-kebijakan yang telah dibuat itu harus dipertanggungjawabkan, sehingga rakyat yang bisa menilai itu satu hal yang wajar yang normal itu etika pemerintahan seperti itu," ujarnya.

Sedangkan pandangan berbeda disampaikan Wakil Ketua Komisi III Fraksi Partai Gerindra, Habiburokhman. Dia menilai pidato yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua DPR RI Puan Maharani terbilang bagus.

"Ya tadi ada 2 pidato yang menurut saya sangat baik ya. Pertama pidatonya Mba Puan itu luar biasa lengkap, ya. Critical, semua pihak termasuk otokritik ke diri kita sendiri," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2024).

"Benar-benar Mbak Puan adalah sosok negarawan kekinian. Pidatonya enggak bikin ngantuk, tapi sarat informasi dan sarat dengan harapan-harapan," sambungnya.

Lalu, untuk pidato yang disampaikan Jokowi sebagai Presiden ke-7 Indonesia. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini merasa terharu, hal ini ketika Jokowi menyampaikan permohonan maaf selama menjabat sebagai presiden.

"Lalu juga pidato Pak Jokowi, tadi saya cukup terharu. Beliau menyampaikan permohonan maaf kepada kita semua, kepada bangsa Indonesia," ujarnya.

"Beliau mengatakan sudah melakukan yang terbaik. Tetapi beliau sadar mungkin, belum bisa memenuhi seluruh harapan bangsa Indonesia. Itulah sikap negarawan sejati yang sangat kami apresiasi sikap Jokowi tadi," tambahnya.

Selain itu, sebagai politikus Partai Gerindra ini berharap agar Ketua Umumnya yakni Prabowo Subianto yang juga sebagai presiden terpilih periode 2024-2029 untuk bisa menjadi pemimpin yang lebih baik lagi dari Jokowi.

"Kita berharap kepemimpinan ke depan, Pak Prabowo, bisa minimal sama baiknya dengan Pak Jokowi atau bahkan lebih baik dari Pak Jokowi," pungkasnya.

Sentimen: netral (49.2%)