Sentimen
Negatif (98%)
12 Agu 2024 : 19.05
Informasi Tambahan

Institusi: Universitas Indonesia

Kab/Kota: Jabodetabek

Indonesia Butuh BBM Rendah Sulfur, Ini Peran Pentingnya

13 Agu 2024 : 02.05 Views 2

Detik.com Detik.com Jenis Media: Otomotif

Jakarta -

Sektor transportasi menjadi salah satu penyumbang terbesar pencemaran udara. Salah satu penyebabnya adalah bahan bakar minyak (BBM) yang kadar sulfurnya masih tinggi. Untuk itu, Indonesia membutuhkan BBM rendah sulfur.

Ahmad Safrudin, Direktur Eksekutif KPBB (Komite Penghapusan Bensin Bertimbel), mengatakan berbagai studi menunjukkan bahwa kendaraan bermotor merupakan sumber emisi pencemaran udara terbesar di antara berbagai sumber emisi di kawasan perkotaan.

"Beban emisi PM10 di Jabodetabek mencapai 14,88 juta ton/per tahun (KPBB, 2019) yang disumbang oleh sumber-sumber transportasi 47%, industri 20,24%, power plant 1,76%, rumah tangga 11%, road dust 11%, pembakaran sampah 5%, dan konstruksi bangunan 4%. Sementara beban emisi PM2.5 mencapai 10,71 juta ton/tahun yang disumbangkan oleh sumber-sumber dari transportasi 57%, industry 21,16%, power plant 2%, rumah tangga 7%, road dust 5%, pembakaran sampah 5%, dan konstruksi bangunan 3%," beber pria yang akrab disapa Puput itu dalam keterangan tertulisnya, Senin (12/8/2024).

"Tanpa penerapan Euro4/IV dan 6/VI Vehicle Standard, maka pencemaran udara di Jabodetabek akan naik pada 2030," kata Puput.

Kenaikan pencemaran udara ini ditandai kenaikan beban emisi untuk parameter PM2.5/PM10, SOx, NOx, HC dan CO masing-masing sebesar 57%, 50,75%, 51,54%, 67,17% dan 66,02% sehingga total beban emisi mencapai 17,89 juta ton/tahun atau 49.032 ton/hari.

Sementara dengan scenario adopsi Euro4/IV Vehicle Standard pada 2024 maka parameter PM2.5/PM10, SOx, NOx, HC dan CO masing-masing akan turun 76,56%, 99,67%, 47,19%, 68,86% dan 77,50%. Apabila scenario ini diperketat dengan penerapan Euro6/VI Vehicle standard pada 2028 maka masing-masing beban emisi parameter di atas akan turun 93,40%, 99,77%, 52,85%, 87,45% dan 79,75%.

Penurunan berbagai parameter pencemaran udara di Jabodetabek tersebut akan menurunkan juga angka sakit/penyakit terkait pernafasan pada 2030, misalnya kasus pneumonia dan ISPA akan turun masing-masing 22% dan 8% apabila Euro4/IV Vehicle Standard diterapkan pada 2024; dan jika Euro6/VI Vehicle Standard diterapkan pada 2028 maka akan turun masing-masing 50% dan 20%.

"Namun tanpa penerapan Euro4/IV dan Euro6/VI Vehicle Standard, justru kasus pneumonia dan ISPA masing-masing akan meningkat 19% dan 7%," kata Prof Budi Haryanto dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Muhammad Rachmat Kaimuddin, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi mengatakan, mutlak untuk menyediakan pasokan BBM yang memenuhi persyaratan teknologi kendaraan sesuai dengan standar emisi. Rencananya tahun ini akan diluncurkan jenis BBM baru dengan sulfur yang lebih rendah.

"Untuk pelaksanaan pasokan BBM Euro4/IV Vehicle Standard tersebut tidak akan berimplikasi pada kenaikan harga BBM di SPBU, namun akan dilakukan pembatasan penyaluran BBM bersubsidi hanya kepada yang berhak," kata Rachmat Kaimmudin.

Selain untuk pengendalian pencemaran udara, penyediaan BBM yang memenuhi persyaratan teknologi kendaraan tersebut juga untuk mencegah kerusakan fuel pump, filter, injector dan catalityc converter yang sangat sensitif apabila terkena BBM kotor dengan kadar belerang tinggi. Injector, misalnya, akan tersumbat (clogging) apabila kendaraan diisi BBM dengan kadar belerang tinggi sehingga tidak berfungsi menciptakan pembakaran sempurna di ruang bakar mesin. Apabila rusak, maka injector ini harus diganti dengan harga per unitnya sekitar Rp 4,5 juta, sementara 1 unit mobil memerlukan 3-4 injector.

Untuk itu, BBM bersubsidi akan dinaikkan kualitasnya sehingga kadar sulfurnya maksimal hanya 50 ppm. Angka oktan untuk bensin minimal 91 dan angka cetane untuk solar minimal 51.

"Penggunaan bensin dengan RON dan atau penggunaan solar dengan cetane number di bawah engine technology requirement akan merusak ruang bakar mesin (combustion chamber) seperti keretakan piston, keausan ring seher (piston ring), piston arm bengkok; selain konsumsi BBM menjadi lebih boros hingga 20%," ucap Puput.

Kukuh Kumara, Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor menyatakan, industri otomotif telah memproduksi kendaraan Euro4/IV. "Namun demikian perlu dukungan BBM yang sesuai dengan kebutuhan teknologi kendaraan bermotor," ujar Kukuh.

Dikutip detikFinance, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan BBM baru yang merupakan solar rendah sulfur itu siap diproduksi. Namun, BBM baru tersebut hanya cukup untuk memenuhi Jawa Barat bagian utara, termasuk Jakarta.


(rgr/dry)

Sentimen: negatif (98.4%)