Beda dari BBM, Listrik RI Lebih Tahan Banting dari Goncangan Dunia
CNBCindonesia.com Jenis Media: News
Jakarta, CNBC Indonesia - Kebijakan pemerintah yang mematok harga batu bara untuk kelistrikan di dalam negeri maksimal sebesar US$ 70 per ton telah membuat arus kas negara aman. Terutama, dari potensi kenaikan harga minyak global akibat konflik di Timur Tengah yang masih berlangsung.
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan, tidak seperti dampak pada harga Bahan Bakar Minyak (BBM), kenaikan harga minyak mentah global tidak terlalu berdampak signifikan pada alokasi belanja subsidi listrik dalam negeri. Sebab, 66% listrik Indonesia masih disuplai dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara.
"Dari sisi listrik pun demikian kan beberapa masih menggunakan BBM. Tapi alhamdulillah kita punya kebijakan yang sangat baik untuk listrik. Listrik kan basisnya sekarang 66% itu dari batu bara. Batu baranya kan sudah dipatok harganya maksimum di angka 70 dolar," kata Dadan dalam Program Economic Update CNBC Indonesia, Senin (5/8/2024).
Dadan memaparkan, pemerintah sendiri terus mewaspadai potensi kenaikan harga minyak akibat konflik di Timur Tengah yang masih berlangsung. Pasalnya, hal ini akan berdampak pada meningkatnya alokasi anggaran subsidi dan kompensasi energi dalam negeri.
Ia mengungkapkan bahwa setiap kenaikan harga minyak dunia sebesar US$ 1 per barel berpotensi meningkatkan pendapatan negara sekitar Rp 3,3 triliun. Namun di sisi lain, peningkatan tersebut juga akan memberikan dampak signifikan terhadap meningkatnya belanja negara hingga Rp 9,2 triliun.
"Nah produksi itu juga ada pendapatan negara di situ. Jadi ada angka kalau harga minyak kita naiknya satu dolar per barel itu menambah pendapatan negaranya itu Rp 3,3 triliun. Tapi di sisi yang lain karena kita juga impor baik minyak mentah maupun BBM-nya itu menambah belanja negara," kata Dadan.
Setidaknya, setiap kenaikan harga minyak mentah atau ICP sebesar US$ 1 per barel akan meningkatkan defisit APBN sebesar Rp 5-6 triliun. Adapun defisit tersebut disebabkan karena adanya peningkatan kebutuhan anggaran untuk subsidi dan kompensasi BBM.
"Sehingga kalau naik itu sebetulnya lebih banyak impact-nya memang ke sisi dalam negeri. Jadi defisit itu sekitar Rp 5-6 triliun ya untuk setiap kenaikan satu dolar per barel. Itu dari sisi minyak," kata Dadan.
Sebagaimana diketahui, pemerintah menetapkan asumsi harga minyak mentah Indonesia dalam APBN 2024 sebesar US$ 82 per barel. Anggaran untuk subsidi dan kompensasi energi dalam APBN 2024 ditetapkan sekitar Rp 329,9 triliun. Jumlah ini meningkat dari realisasi tahun anggaran 2023 sebesar Rp 269,6 triliun.
(wia)
Sentimen: positif (99.2%)