Sentimen
Positif (96%)
5 Agu 2024 : 17.15
Tokoh Terkait

Apa Manfaat Kebijakan Satu Peta? Ini Penjelasannya - Page 3

5 Agu 2024 : 17.15 Views 3

Liputan6.com Liputan6.com Jenis Media: Ekonomi

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengungkapkan bahwa pihaknya terus berupaya mengatasi tumpang tindih dalam kepemilikan tanah di kawasan hutan, melalui percepatan pelaksanaan kebijakan Satu Peta (One Map Policy).

Sebagai informasi, Kebijakan Satu Peta tersebut dilaksanakan berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 23 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000.

"Target kita terus terang pertama dalam menyelesaikan tumpang tindih yang di kawasan hutan, karena dari jumlahnya itu masih ada sisa sekitar 57 juta hektar yang masih harus kita kualifikasi," ungkap Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian, Wahyu Utomo dalam diskusi Satu Peta, Satu Data Untuk Satu Indonesia yang disiarkan pada Senin (5/8/2024).

"Tapi paling tidak kita sudah menyelesaikan sekitar 20 juta hektar," lanjutnya.

"Kedua kita harus memikirkan bagaimana menyelesaikan titik-titik yang sudah pernah kita keluarkan, peta indikatif tumpang tindih antar IGT (Informasi Geospasial Tematik), jadi yang kita sudah terbitkan ini di semua provinsi sudah kita terbitkan," beber Wahyu.

Kemudian juga isu lahan tambang di dalam kawasan hutan, dengan 4,7 juta lahan masih bermasalah terutama dalam hal aliniasi.

Adapun permasalahan dalam perizinan hak guna usaha di dalam kawasan hutan, di mana terdapat beberapa masyarakat adat yang menjalankan usaha di hutan.

"Ini dengan kegiatan sosial yang kita coba selesaikan. Ini semua ada di undang-undang cipta kerja," jelas Wahyu.

Dalam kesempatan itu, Direktur Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang Kementerian ATR/BPN, Virgo Eresta Jaya membeberkan salah satu kendala dalam mengatasi tumpang tindih kepemilikan tanah.

"Kendalanya adalah yang yang sifatnya legal atau kekeh-kekehan (perseteruan hukum). Masyarakat bilang kepemilikan mereka di sini ya misal, sedangkan wilayah kehutanan petanya juga sama. Masalah ini yang butuh waktu negosiasi, mungkin kendalanya di situ dan tidak bisa ditutup dengan waktu," imbuhnya.

Sentimen: positif (96.2%)