Sentimen
Positif (100%)
5 Agu 2024 : 13.10
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Purwokerto, California

Kasus: penembakan, Insiden penembakan

Partai Terkait

Pengunduran Biden dan Prospek Kamala Harris di Pemilu AS

5 Agu 2024 : 20.10 Views 2

Detik.com Detik.com Jenis Media: News

Jakarta -

Pengunduran diri Joe Biden dari pencalonan presiden Amerika Serikat (AS) pada Minggu (21/7) waktu Amerika telah menggemparkan lanskap politik AS. Keputusan ini diambil di tengah tekanan yang meningkat dari sesama Demokrat dan keinginan untuk fokus pada tugasnya sebagai presiden. Biden memilih untuk mendukung Wakil Presiden Kamala Harris sebagai calon pengganti dari Partai Demokrat. Langkah ini tidak hanya mengubah dinamika Pemilihan Presiden 2024, tetapi juga membawa implikasi signifikan bagi masa depan politik AS.

Faktor Pengunduran Diri

Faktor usia dan kesehatan menjadi alasan utama pengunduran diri Biden. Pada awal masa jabatan kedua jika terpilih kembali, Biden akan berusia 82 tahun, menjadikannya presiden tertua dalam sejarah AS. Kekhawatiran tentang kemampuannya untuk menjalankan tugas presiden selama empat tahun ke depan semakin meningkat. Hal ini diperparah oleh beberapa insiden publik yang mempertanyakan stamina dan ketajaman mentalnya. Misalnya, serangkaian kesalahan ucap dan momen kebingungan yang terekam kamera selama pidato dan konferensi pers telah menjadi bahan perdebatan publik. Akibatnya, meskipun Biden telah menunjukkan dedikasinya terhadap jabatan ini, keputusannya untuk mundur dapat dilihat sebagai langkah yang bijaksana dan bertanggung jawab.

Penurunan dukungan internal partai juga berkontribusi pada keputusan Biden. Survei internal Partai Demokrat menunjukkan erosi dukungan yang signifikan, terutama di kalangan pemilih muda dan progresif. Data dari Pew Research Center menunjukkan bahwa tingkat persetujuan Biden di kalangan Demokrat turun dari 90% pada awal 2024 menjadi sekitar 60%. Di samping itu, hanya 45% pemilih berusia 18-29 tahun yang menyatakan dukungan mereka untuk pencalonan kembali Biden.

Sebagai tambahan, survei The Associated Press-NORC Center for Public Affairs Research turut mengungkapkan bahwa hampir dua pertiga pemilih Partai Demokrat menyebutkan bahwa Presiden AS Joe Biden harus mundur dari Pemilihan Presiden AS dan merelakan partainya mengusung calon lain. Penurunan dukungan ini mencerminkan kekhawatiran yang lebih luas tentang kemampuan Biden untuk memimpin partai menuju kemenangan pada 2024.

Dampak terhadap Partai Demokrat

Pengunduran diri Biden membawa dampak signifikan bagi Partai Demokrat. Di satu sisi, hal ini membuka peluang bagi regenerasi kepemimpinan dan munculnya ide-ide segar. Kamala Harris, sebagai calon pengganti yang didukung Biden, mewakili generasi baru pemimpin Demokrat yang lebih muda dan beragam.

Namun, transisi ini juga berpotensi memicu perpecahan internal. Faksi-faksi yang berbeda dalam partai, dari sayap progresif hingga moderat, mungkin akan bersaing untuk mempengaruhi arah kebijakan dan strategi kampanye. Kondisi ini menuntut Harris untuk menjadi figur pemersatu yang mampu menjembatani berbagai kepentingan dalam partai.

Kekuatan dan Tantangan Harris

Kamala Harris sebagai calon pengganti Biden membawa serangkaian kekuatan dan tantangan unik. Sebagai wanita keturunan Afrika-Amerika dan Asia Selatan pertama yang menjabat sebagai Wakil Presiden AS, Harris mewakili keragaman Amerika yang dapat menarik pemilih dari berbagai latar belakang. Pengalamannya sebagai Jaksa Agung California dan Senator AS memberikannya kredensial yang kuat dalam pemerintahan.

Namun, Harris juga menghadapi kritik atas kinerjanya sebagai Wakil Presiden, terutama dalam menangani isu-isu seperti krisis perbatasan. Menurut Redfield and Wilton Strategies, tingkat persetujuan (approval rating) Harris, terutama pasca insiden penembakan Trump, berkisar di angka 39% persetujuan dan 41% ketidaksetujuan selama masa jabatannya. Angka ini mencerminkan tantangan yang harus dia atasi untuk membangun dukungan yang lebih luas.

Peluang kemenangan Harris melawan Trump dalam Pemilihan 2024 akan sangat bergantung pada beberapa faktor kunci. Keunggulan Harris terletak pada kemampuannya untuk memobilisasi basis pemilih Demokrat, terutama di kalangan minoritas dan perempuan. Selain itu, kebijakan progresif Harris dalam isu-isu seperti perubahan iklim dan reformasi keadilan kriminal dapat menarik pemilih muda. Namun, Harris juga harus mengatasi tantangan dalam menarik pemilih independen dan moderat.

Sejumlah survei nasional terbaru, berdasarkan data dari CBS News, NBC News, Fox News, NPR/PBS News dan Marist Poll menunjukkan bahwa margin dukungan antara Harris dan Trumps bersaing amat ketat, dengan selisih hanya 2-3%. Oleh sebab itu, keberhasilan Harris akan bergantung pada kemampuannya untuk memperluas koalisinya di luar basis tradisional Demokrat.

Lebih jauh lagi, strategi kampanye Harris akan menjadi faktor penentu dalam peluang kemenangannya. Dia perlu membangun koalisi yang luas, menjembatani kesenjangan antara sayap progresif dan moderat Partai Demokrat. Fokus pada isu-isu kunci seperti pemulihan ekonomi pasca-pandemi, perawatan kesehatan yang terjangkau, dan kebijakan luar negeri yang kuat dapat membantu Harris menarik pemilih dari berbagai spektrum politik.

Selain itu, Harris perlu mengembangkan platform yang kuat dalam isu-isu ini untuk meningkatkan peluangnya. Juga, memanfaatkan keunggulannya sebagai kandidat yang beragam dan berpengalaman dapat membantu membedakan dirinya dari Trump.

Implikasi Jangka Panjang

Implikasi jangka panjang dari transisi kepemimpinan ini terhadap Partai Demokrat dan sistem politik AS sangatlah signifikan. Bagi Partai Demokrat, ini merupakan momen penting untuk redefinisi dan pembaruan. Keberhasilan atau kegagalan Harris akan mempengaruhi arah partai di masa depan, terutama dalam hal kebijakan dan strategi elektoral.

Bagi sistem politik AS secara keseluruhan, transisi ini dapat dilihat sebagai test case untuk kemampuan sistem dalam mengelola perubahan kepemimpinan dan mempertahankan stabilitas. Dengan demikian, dinamika politik yang terjadi akibat pengunduran diri Joe Biden dan pencalonan Kamala Harris sebagai kandidat presiden Demokrat menggambarkan kompleksitas sistem politik Amerika Serikat.

Meskipun keputusan Biden dapat dilihat sebagai langkah strategis untuk menjaga stabilitas partai dan membuka jalan bagi regenerasi kepemimpinan, hal ini juga mencerminkan kelemahan sistemik dalam proses seleksi kandidat presiden AS. Ketergantungan yang berlebihan pada figur-figur senior partai dan kurangnya mekanisme yang efektif untuk mempersiapkan pemimpin masa depan telah membuat transisi kekuasaan menjadi proses yang berisiko dan tidak pasti.

Pencalonan Harris sementara menawarkan potensi untuk perubahan progresif dan representasi yang lebih inklusif, juga menghadirkan tantangan dalam menyatukan berbagai faksi dalam partai dan memenangkan dukungan dari spektrum politik yang lebih luas. Keberhasilan atau kegagalan Harris dalam pemilihan mendatang akan menjadi barometer penting bukan hanya bagi masa depan Partai Demokrat, tetapi juga bagi kemampuan sistem politik AS untuk beradaptasi dengan perubahan demografis dan ideologis yang sedang berlangsung.

Elpeni Fitrah Ketua Soedirman Center for Global Studies Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto; alumni Program Doktoral National Chengchi University (NCCU), Taiwan

(mmu/mmu)

Sentimen: positif (100%)