Sentimen
Negatif (98%)
5 Agu 2024 : 01.10
Informasi Tambahan

Event: Pilkada Serentak, Pilkada 2020, Pilkada 2017, Pilkada 2018

Tokoh Terkait

Perludem: Jumlah Calon Tunggal Cenderung Meningkat dalam Pilkada

Beritasatu.com Beritasatu.com Jenis Media: Nasional

5 Agu 2024 : 01.10

Jakarta, Beritasatu.com - Jumlah calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) sejak 2015 cenderung meningkat. Hal ini disampaikan anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini dalam webinar yang disaksikan dari Jakarta, Minggu (4/8/2024).

Pada Pilkada 2015 ada tiga dari 269 (1,12%) daerah dengan calon tunggal dan kemenangan mencapai 100%. Pada Pilkada 2017, ada sembilan calon tunggal dari 101 daerah (8,91%).

"Pada Pilkada 2018, ada 16 daerah bercalon tunggal dari 170 daerah (9,42%). Ternyata satu kalah, 15 menang, yang kalah ini adalah di Kota Makassar," ujarnya.

Selanjutnya, pada Pilkada 2020 ada 25 calon tunggal dari 270 (9,26%) daerah dengan kemenangan mencapai 100%.

“Jadi, kalau dijumlah mulai Pilkada 2015 hingga Pilkada 2020, dari 53 calon tunggal, hanya satu yang kalah. Sebanyak 52 menang, atau setara dengan 98,11%. Jadi, luar biasa ya kemenangan calon tunggal pada pilkada sejak 2015 sampai dengan 2020,” beber Titi.

Menurutnya, salah satu faktor yang membuat jumlah calon tunggal meningkat adalah makin banyak hambatan untuk bertarung dalam pilkada.

"Makin ke sini, makin banyak hambatan untuk mengikuti kontes dan mendapatkan tiket pencalonan atau disebut juga dengan barrier to entry berupa makin beratnya syarat pencalonan, baik jalur perseorangan maupun partai politik," ungkapnya.

Dahulu syarat untuk menjadi calon perseorangan, kata Titi, pada rentang antara 3% dan 6,5% dukungan warga dengan bukti KTP. Namun, saat ini mencapai 6,5-10%.

Sementara itu, untuk calon dari parpol makin berat persyaratan koalisi pencalonannya, yakni harus 20% kursi atau 25% suara sah hasil pemilu DPRD terakhir. Sebelumnya, syarat pencalonan itu hanya 15% kursi atau 15% suara sah pemilu DPRD.

Selain itu, lanjut Titi, calon tunggal meningkat karena adanya hegemoni kekuatan petahana.

"Jadi, petahana yang sangat kuat, lalu juga didorong oleh mesin politik yang dimiliki membuat kemudian kecenderungan calon tunggal meningkat karena lebih dari 80% calon tunggal. Dari 53 calon tunggal sejak 2015 sampai 2020 itu adalah petahana," urainya.

Sentimen: negatif (98.5%)