Sentimen
Positif (79%)
30 Jul 2024 : 04.00
Informasi Tambahan

BUMN: BUMD

Partai Terkait

Disabilitas dan Kreativitas Tanpa Batas

30 Jul 2024 : 04.00 Views 14

Liputan6.com Liputan6.com Jenis Media: Regional

Sembari duduk di beranda rumah Ida Maryati berkisah awal mula merintis usaha batik dan sanggar. Suatu masa sekitar tahun 1993, ia melihat ibunya memberi ruang kepada anak-anak disabilitas di sanggar batik. Ida pun bertanya mengapa ibunya selalu bersama anak disabilitas.

Dari situ, Ida mendapat pelajaran. Meski lahir tak sempurna, ternyata anak berkebutuhan khusus mempunyai kreativitas yang tak disangka-sangka. Dari sinilah, ketika Ida memasuki purna tugas sebagai pegawai negeri sipil di Dinas dan Perdagangan dan Perindustrian Provinsi Jambi, ia mulai aktiv membuka sanggar yang dikhususkan untuk anak-anak disabilitas di Kota Jambi.

Ida tak mematok tarif sepeserpun untuk anak-anak disabilitas belajar di sanggarnya. Ia yakin, dari usahanya ini kelak bakal menjadi amal jariah.

“Kalau anak-anak disabilitas hanya di sekolah saja agak kurang menonjol. Tapi kalau ada belajar khusus ekstrakulikuler, misalnya di sanggar ini saya yakin tumbuh percaya diri dan mengasah keahliannya. Sehingga nanti jadi suatu yang bisa menghasilkan,”kata Ida.

Saat ini kata Ida, ada sekitar 10 orang anak disabilitas yang rutin belajar di sanggarnya. Anak-anak berkebutuhan khusus ini dilatih membatik, peraga busana, hingga melukis. Dari 10 anak berkebutuhan khusus ini, di antaranya dua anak menyandang tunagrahita, satu anak tunadaksa, dan tujuh anak menyandang tunarungu.

Di sanggar ini, selain untuk mengasah kreativitas anak berkebutuhan khusus, kata Ida, keberadaan sanggarnya juga bisa dijadikan sebagai ajang pertemuan antar orang tua. “Mereka (orang tua) bisa saling sharing penglaman bagaimana mendidik anak berkebutuhan khusus,” kata Ida menjelaskan.

Menurut Ida, terdapat tiga elemen kunci untuk menumbuhkan ekosistem kreativitas anak berkebutuhan khusus. Yang paling utama kata Ida, adalah dukungan orang tua. Tanpa dukungan penuh orang tua, anak berkebutuhan khusus sulit mengembangkan kreativitasnya.

“Kepada orang tua jangan takut punya anak berkebutuhan khusus. Jangan sibuk dengan kekurangannya, tapi sibuk dengan kelebihannya yang kemudian harus diasah terus,” kata Ida.

“Saya bisa seperti ini punya usaha batik dan sanggar disabiitas, karena dukungan orang tua,” sambung Ida.

Selain dukungan orang tua, yang kedua juga diperlukan dukungan dari regulator dalam hal ini pemerintah yang membuat kebijakan. Pemerintah mesti membuat kebijakan yang partisipatif kepada kelompok minoritas seperti disabilitas.

Selain dukungan orang tua dan pemerintah, diperlukan juga dukungan dari dunia usaha. Sama seperti warga negara Indonesia lainnya, kelompok minoritas disabilitas berhak memperoleh pekerjaan tanpa diskriminasi.

Hal ini kata Ida, telah dijamin dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Dalam beleid tersebut, pasal 53 Ayat 1 menyatakan bahwa pemerintah, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) wajib mempekerjakan paling sedikit dua persen penyandang disabilitas dari jumlah pegawai.

Sementara, dalam ayat 2 termaktub bahwa perusahaan swasta wajib mempekerjakan sedikitnya satu persen penyandang disabilitas dari jumlah pekerja.

Namun sayangnya implementasi aturan ini belum sepenuhnya merata. Hal itu ditandai belum semua lembaga pemerintah maupun perusahaan swasta merekrut pekerja difabel.

Ida berharap pemerintah memberi perhatian khusus terhadap kelompok minoritas disabilitas. Kemudian dunia usaha juga diharapkan inklusif bisa memberi kesempatan bagi para disabilitas ini untuk terus berkarya dan bekerja. Ia juga mengapresiasi dunia usaha yang inklusif memberi ruang kepada disabilitas untuk berkarya.

Sentimen: positif (79.5%)